30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Pesan Dedi Iskandar dalam Pengembangan Pariwisata: Lingkungan Bersih, Ramah, dan Kenyamanan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan pariwisata sejatinya menjadi harapan bagi masyarakat untim hidup sejahtera. Sebab, sektor ini merupakan daya pikat bagi para pelancong yang ingin menghabiskan waktu liburnya di tempat-tempat menarik. Karenanya, semua pelaku wisata menyiapkan berbagai tampilan dan layanan maksimal.

Namun antara tampilan dan layanan pelaku wisata, tidak selalu selaras dan sejalan. Karena itux Anggota DPD RI, Ust Dedi Iskandar Batubara memandang perlu upaya dalam pengelolaannya secara menyeluruh, hingga multi sektor dan berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari pusat, hingga ke desa.

“Kita melihat bahwa, paradigma baru kepariwisataan ini, harus sudah mengarah pada pengelolaan yang komprehensif atau menyeluruh. Sehingga berwisata, tidak hanya bicara saat seorang pelancong berada di objek tujuan saja, tetapi juga menyangkut proses perjalanan menuju lokasi,” ujar Dedi Iskandar Batubara, Sabtu (13/1/2024).

Menurut Senator Republik Indonesia asal Sumatera Utara (Sumut) ini, faktor penting yang perlu menjadi catatan adalah pola hidup bersih bagi masyarakat, apalagi yang berada di sekitar objek wisata. Sebab akan terasa kontras, jika pelancong menikmati suasan di tempat tujuan, namun di sekitarnya justru berbanding terbalik, semisal soal kebersihan dan kerapihan.

“Yang paling mendasar itu pertama soal kebersihan lingkungan. Kita sering merasa terganggu dengan banyaknya sampah yang dibuang sembarangan, bahan juga pelakunya wisatawan itu sendiri. Kemudian mengabaikan aturan di lokasi wisata. Masih banyak kita temui, pengendara membuang sampah di tepi jalan. Ini kan sebuah kebiasaan yang sangat keliru, dan kita harus mengubahnya,” sebut Dedi Iskandar Batubara.

Berikutnya, Dedi Iskandar Batubara meminta seluruh perangkat pemerintahan, baik pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan bahkan tingkat dusun/lingkungan sekalipun, perlu memberikan perhatiannya, agar setiap sudut lokasi wisata dan sekitarnya, menjadi bagian penting dalam pengelolaan kepariwisataan.

“Contoh kecil saja, ketika melewati jalur menuju objek wisata di Sumut ini. Kita masih disuguhi pemandangan tumpukan sampah, termasuk di lokasi itu sendiri. Sementara, saat hendak masuk, pengunjung sudah harus membayar retribusi atau sejenisnya. Sehingga wajar juga wisatawan merasa bahwa kutipan itu tidak punya manfaat dalam pengelolaan objek wisata,” sebut Dedi.

Kemudian ungkap Dedi Iskandar Batubara, dukungan akses ke lokasi wisata. Hal ini terkait banyaknya pelancong dari luar negeri, yang memilih bepergian tanpa pemandu, atau sering disebut backpacker. Dari kebiasaan ini, tentu pemerintah harus mendorong agar pelaku transportasi umum, berbenah agar pelayanannya lebih baik dan pasti.

“Dalam diskusi kita bersama Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disbudparekraf) Sumut beberapa waktu lalu, terungkap bahwa banyak wisatawan mancanegara (wisman) menyukai perjalanannya tanpa pemandu, dan menggunakan sarana transportasi umum, bukan agen travel khusus. Sehingga tantangannya adalah, bagaimana pelaku di sektor ini bisa memberikan kepastian bagi perjalanan wisatawan menuju lokasi, mulai dari berangkat hingga ke sampai ke tempat tujuan,” jelas Ketua PW Al-Washliyah Sumut ini.

Sedangkan untuk paradigma pariwisata terkait sumber daya manusia (SDM), Dedi Iskandar Batubara mengakui bahwa pendidikan kepariwisataan, baik formal maupun non formal, perlu upaya keras. Namun juga tidak harus berpatokan kepada daerah lain seperti Jawa dan Bali. Mengingat, banyak juga wacana terkait budaya di Sumatera Utara yang tidak ramah kepada wisatawan.

“Soal keramahan, tentu kita di Sumut tidak akan sama dengan Jawa dan Bali. Kita punya budaya dan karakter berbeda, memang cara bicara di kita itu terkesan kasar, bahkan menakutkan bagi yang belum kenal,” jelas Dedi Iskandar.

“Tetapi bukan di sini saja begitu, tetapi di tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi juga banyak yang begitu. Karena itu yang diubah, bukan budaya atau karakternya yang bermasalah. Tetapi paradigmanya, bagaimana memberikan kepastian, keamanan dan kenyamana bagi wisatawan. Dengan begitu, pengunjung tidak kebingungan dan menikmati kunjungannya,” jelas Calon DPD RI, Dapil Sumut Nomor urut 7.(gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan pariwisata sejatinya menjadi harapan bagi masyarakat untim hidup sejahtera. Sebab, sektor ini merupakan daya pikat bagi para pelancong yang ingin menghabiskan waktu liburnya di tempat-tempat menarik. Karenanya, semua pelaku wisata menyiapkan berbagai tampilan dan layanan maksimal.

Namun antara tampilan dan layanan pelaku wisata, tidak selalu selaras dan sejalan. Karena itux Anggota DPD RI, Ust Dedi Iskandar Batubara memandang perlu upaya dalam pengelolaannya secara menyeluruh, hingga multi sektor dan berbagai tingkat pemerintahan, mulai dari pusat, hingga ke desa.

“Kita melihat bahwa, paradigma baru kepariwisataan ini, harus sudah mengarah pada pengelolaan yang komprehensif atau menyeluruh. Sehingga berwisata, tidak hanya bicara saat seorang pelancong berada di objek tujuan saja, tetapi juga menyangkut proses perjalanan menuju lokasi,” ujar Dedi Iskandar Batubara, Sabtu (13/1/2024).

Menurut Senator Republik Indonesia asal Sumatera Utara (Sumut) ini, faktor penting yang perlu menjadi catatan adalah pola hidup bersih bagi masyarakat, apalagi yang berada di sekitar objek wisata. Sebab akan terasa kontras, jika pelancong menikmati suasan di tempat tujuan, namun di sekitarnya justru berbanding terbalik, semisal soal kebersihan dan kerapihan.

“Yang paling mendasar itu pertama soal kebersihan lingkungan. Kita sering merasa terganggu dengan banyaknya sampah yang dibuang sembarangan, bahan juga pelakunya wisatawan itu sendiri. Kemudian mengabaikan aturan di lokasi wisata. Masih banyak kita temui, pengendara membuang sampah di tepi jalan. Ini kan sebuah kebiasaan yang sangat keliru, dan kita harus mengubahnya,” sebut Dedi Iskandar Batubara.

Berikutnya, Dedi Iskandar Batubara meminta seluruh perangkat pemerintahan, baik pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan bahkan tingkat dusun/lingkungan sekalipun, perlu memberikan perhatiannya, agar setiap sudut lokasi wisata dan sekitarnya, menjadi bagian penting dalam pengelolaan kepariwisataan.

“Contoh kecil saja, ketika melewati jalur menuju objek wisata di Sumut ini. Kita masih disuguhi pemandangan tumpukan sampah, termasuk di lokasi itu sendiri. Sementara, saat hendak masuk, pengunjung sudah harus membayar retribusi atau sejenisnya. Sehingga wajar juga wisatawan merasa bahwa kutipan itu tidak punya manfaat dalam pengelolaan objek wisata,” sebut Dedi.

Kemudian ungkap Dedi Iskandar Batubara, dukungan akses ke lokasi wisata. Hal ini terkait banyaknya pelancong dari luar negeri, yang memilih bepergian tanpa pemandu, atau sering disebut backpacker. Dari kebiasaan ini, tentu pemerintah harus mendorong agar pelaku transportasi umum, berbenah agar pelayanannya lebih baik dan pasti.

“Dalam diskusi kita bersama Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disbudparekraf) Sumut beberapa waktu lalu, terungkap bahwa banyak wisatawan mancanegara (wisman) menyukai perjalanannya tanpa pemandu, dan menggunakan sarana transportasi umum, bukan agen travel khusus. Sehingga tantangannya adalah, bagaimana pelaku di sektor ini bisa memberikan kepastian bagi perjalanan wisatawan menuju lokasi, mulai dari berangkat hingga ke sampai ke tempat tujuan,” jelas Ketua PW Al-Washliyah Sumut ini.

Sedangkan untuk paradigma pariwisata terkait sumber daya manusia (SDM), Dedi Iskandar Batubara mengakui bahwa pendidikan kepariwisataan, baik formal maupun non formal, perlu upaya keras. Namun juga tidak harus berpatokan kepada daerah lain seperti Jawa dan Bali. Mengingat, banyak juga wacana terkait budaya di Sumatera Utara yang tidak ramah kepada wisatawan.

“Soal keramahan, tentu kita di Sumut tidak akan sama dengan Jawa dan Bali. Kita punya budaya dan karakter berbeda, memang cara bicara di kita itu terkesan kasar, bahkan menakutkan bagi yang belum kenal,” jelas Dedi Iskandar.

“Tetapi bukan di sini saja begitu, tetapi di tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi juga banyak yang begitu. Karena itu yang diubah, bukan budaya atau karakternya yang bermasalah. Tetapi paradigmanya, bagaimana memberikan kepastian, keamanan dan kenyamana bagi wisatawan. Dengan begitu, pengunjung tidak kebingungan dan menikmati kunjungannya,” jelas Calon DPD RI, Dapil Sumut Nomor urut 7.(gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/