26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemerintah Harus Perbanyak Komunikasi dengan Umat

Ribuan umat muslim memadati Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (11/2). Ribuan umat muslim dari berbagai daerah memadati Masjid Istiqlal untuk melakukan Aksi 112 diawali dengan ibadah sholat subuh berjamah serta tabligh akbar, dzikir dan do’a bersama.FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Aksi zikir dan doa bersama Sabtu (11/2) lalu, mendapat apresiasi sejumlah pihak karena berlangsung dengan lancar dan damai. Hanya saja, kesan politis masih tampak pada aksi tersebut. Di sisi lain, pemerintah juga diingatkan untuk lebih intensif berkomunikasi dengan berbagai pihak, khususnya umat Islam.

Apresiasi itu salah satunya disampaikan PP Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti melihat kegiatan tersebut dari dua sisi. Baik secara spiritual maupun politis. Secara spiritual, Mu’ti mengapresiasi peran berbagai pihak sehingga kegiatan berlangsung dengan damai.

’’Sebagai sebuah usaha spiritual, aksi tersebut menunjukkan bagaimana umat Islam dapat menjadi contoh bagi elemen bangsa Indonesia yang lainnya,’’ terang Mu’ti, kemarin (12/2).

Contoh sebelumnya juga terlihat pada aksi 2 Desember lalu, atau aksi 212, yang juga berlangsung dengan damai. Meskipun demikian, Mu’ti juga memberikan catatan, nuansa politis masih tampak dalam kegiatan zikir dan doa itu. Ada dua hal mendasari. Pertama, kegiatan tersebut dilaksanakan menjelang hari pemungutan suara. Kedua, paslon yang hadir hanya yang berasal dari kalangan Islam. ’’Kesan kuat yang muncul, aksi tersebut dimaksudkan untuk mendukung calon Muslim dan tidak memilih calon non-Muslim,’’ lanjutnya.

Meskipun hal itu tidak melanggar aturan, namun model pengerahan massa itu akan menguras energi umat. Menurut dia, umat Islam sudah seharusnya mulai menyiapkan kader-kader politik terbaik untuk tampil dalam kepemimpinan publik. ’’Cara-cara mobokrasi sudah harus mulai ditinggalkan,’’ tutur Mu’ti.

Di sisi lain, dia memberi catatan pula kepada pemerintah dan aparat keamanan dalam hal komunikasi. Khususnya, dengan umat Islam. ’’Hindari politik adu domba masyarakat dengan membiarkan, bahkan membenturkan perbedaan pendapat,’’ tambahnya.

Sementara itu, hingga semalam Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini belum merespons permintaan konfirmasi yang dilayangkan Jawa Pos. Meskipun demikian, sejak awal pimpinan kedua ormas tersebut, baik NU maupun Muhammadiyah sudah mengimbau warganya untuk tidak ikut aksi 112.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menuturkan, kegiatan semacam itu memang tidak dilarang. Namun, menjelang pemungutan suara, sebaiknya semua pihak menahan diri. ’’Pokoknya, berbagai macam aksi, lebih-lebih menjelang pilkada ini, baik tanggal 11 maupun tanggal 13, 14, itu sebaiknya tidak (diikuti),’’ ujarnya pekan lalu.

Begitu pula Ketua Umum Tanfidziyah PBNU KH Said Aqil Siroj, kala itu juga mengimbau warga NU agar tidak ikut aksi. Said Aqil cenderung menilai aksi 112 mirip unjuk rasa, meski dengan cara yang berbeda. ’’Mudharatnya lebih banyak ketimbang manfaatnya,’’ ujarnya.

Ribuan umat muslim memadati Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (11/2). Ribuan umat muslim dari berbagai daerah memadati Masjid Istiqlal untuk melakukan Aksi 112 diawali dengan ibadah sholat subuh berjamah serta tabligh akbar, dzikir dan do’a bersama.FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Aksi zikir dan doa bersama Sabtu (11/2) lalu, mendapat apresiasi sejumlah pihak karena berlangsung dengan lancar dan damai. Hanya saja, kesan politis masih tampak pada aksi tersebut. Di sisi lain, pemerintah juga diingatkan untuk lebih intensif berkomunikasi dengan berbagai pihak, khususnya umat Islam.

Apresiasi itu salah satunya disampaikan PP Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti melihat kegiatan tersebut dari dua sisi. Baik secara spiritual maupun politis. Secara spiritual, Mu’ti mengapresiasi peran berbagai pihak sehingga kegiatan berlangsung dengan damai.

’’Sebagai sebuah usaha spiritual, aksi tersebut menunjukkan bagaimana umat Islam dapat menjadi contoh bagi elemen bangsa Indonesia yang lainnya,’’ terang Mu’ti, kemarin (12/2).

Contoh sebelumnya juga terlihat pada aksi 2 Desember lalu, atau aksi 212, yang juga berlangsung dengan damai. Meskipun demikian, Mu’ti juga memberikan catatan, nuansa politis masih tampak dalam kegiatan zikir dan doa itu. Ada dua hal mendasari. Pertama, kegiatan tersebut dilaksanakan menjelang hari pemungutan suara. Kedua, paslon yang hadir hanya yang berasal dari kalangan Islam. ’’Kesan kuat yang muncul, aksi tersebut dimaksudkan untuk mendukung calon Muslim dan tidak memilih calon non-Muslim,’’ lanjutnya.

Meskipun hal itu tidak melanggar aturan, namun model pengerahan massa itu akan menguras energi umat. Menurut dia, umat Islam sudah seharusnya mulai menyiapkan kader-kader politik terbaik untuk tampil dalam kepemimpinan publik. ’’Cara-cara mobokrasi sudah harus mulai ditinggalkan,’’ tutur Mu’ti.

Di sisi lain, dia memberi catatan pula kepada pemerintah dan aparat keamanan dalam hal komunikasi. Khususnya, dengan umat Islam. ’’Hindari politik adu domba masyarakat dengan membiarkan, bahkan membenturkan perbedaan pendapat,’’ tambahnya.

Sementara itu, hingga semalam Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini belum merespons permintaan konfirmasi yang dilayangkan Jawa Pos. Meskipun demikian, sejak awal pimpinan kedua ormas tersebut, baik NU maupun Muhammadiyah sudah mengimbau warganya untuk tidak ikut aksi 112.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menuturkan, kegiatan semacam itu memang tidak dilarang. Namun, menjelang pemungutan suara, sebaiknya semua pihak menahan diri. ’’Pokoknya, berbagai macam aksi, lebih-lebih menjelang pilkada ini, baik tanggal 11 maupun tanggal 13, 14, itu sebaiknya tidak (diikuti),’’ ujarnya pekan lalu.

Begitu pula Ketua Umum Tanfidziyah PBNU KH Said Aqil Siroj, kala itu juga mengimbau warga NU agar tidak ikut aksi. Said Aqil cenderung menilai aksi 112 mirip unjuk rasa, meski dengan cara yang berbeda. ’’Mudharatnya lebih banyak ketimbang manfaatnya,’’ ujarnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/