26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Sulit Mencari Kerja di Negara Kami….

fachril syahputra/SUMUT POS
ARAHAN: Petugas Imigrasi memberi pengarahan kepada imigran Bangladesh yang terdampar di Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bangladesh adalah negara pecahan dari India. Merdeka sejak tahun 1971, negara berpenduduk mayoritas beragama Islam ini termasuk salahsatu negara padat dan termiskin di dunia. Sekitar 31,5 persen dari populasi 161 juta penduduknya, hidup di bawah garis kemiskinan. Ribuan warganya sulit memperoleh pekerjaan.

LANGKANYA lapangan pekerjaan, memicu pria Bangladesh bermimpi bekerja di luar negeri. Malaysia merupakan primadona bagi para pria di sana.

“Sulit mencari kerja di negara kami. Pekerjaan yang tersedia hanya menjadi kuli kasar. Itupun penghasilannya tidak banyak,” ungkap Muhabbul, saat ditemui Sumut Pos di Rudenim Belawan di Jalan Slebes, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Selasa (12/2).

Meski sedikit sulit berbahasa Indonesia, bapak 3 anak ini tetap menceritakan kebidupan di negaranya. Warga Bangladesh umumnya hidup dengan ekonomi rendah. Pekerjaan bergaji layak sulit diperoleh. Umumnya pekerjaannya mengandalkan tenaga fisik.

“Bayangkan saja. Di negara kami kalau bekerja sebagai kuli bangunan, gaji per hari hanya 10 Ringgit Malaysia (sekitar Rp34.550 dengan kurs Rp3.455 per Ringgit). Sedangkan di Malaysia, kami bisa diberi upah 60 Ringgit Malaysia (Rp207.300) per hari,” beber Muhabbul.

Berdasarkan pengalamannya yang pernah bekerja di Malaysia selama 10 tahun, penghasilannya jauh lebih sejahtera dibandingkan jika bekerja di negaranya. Di Malaysia, ia bisa menabung upahnya untuk dikirim kepada keluarganya di kampung halaman.

“Banyak teman-teman kami yang sudah sukses di Malaysia. Meski mereka masuk ke Malaysia secara ilegal. Makanya, saya dan teman lainya tertarik bekerja meski ilegal di Malaysia,” ucap Muhabbul.

Hal serupa juga dirasakan M Sagor. Ia yang sudah pernah 8 tahun bekerja di Malaysia sebagai kuli bangunan, juga puas dengan upahnya. Makanya, pria berusia 30 tahun ini ingin kembali lagi ke Malaysia. Meskipun harus melalui jalur ilegal.

“Sebenarnya, kalau kami kemarin tidak ditelantarkan, mungkin sekarang sudah masuk ke Malaysia. Kami tahu akan diseberangkan masuk secara ilegal. Tapi ternyata agen kami tidak bertanggung jawab, sehingga kami tertangkap,” kata Sagor.

Pria yang telah memiliki 3 anak ini mengaku ingin sekali menjadi warga tetap Malaysia. Karena, pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan di negara Mahathir Muhammad itu sangat menjanjikan.

“Kami rela bekerja sebagai kuli bangunan atau buruh kasar lainnya. Soalnya kami miskin. Biarlah jadi buruh kasar daripada tetap miskin di negara kami,” ungkap Sagor.

Alamulllah, imigran Bangladesh lainnya yang juga diamankan petugas di Rudenim Belawan, juga punya pengalaman bekerja di Malaysia. Besarnya upah di sana membuat pria lajang ini ingin kembali sebagai tenaga kerja ilegal.

“Malaysia juga negara Islam. Warga Malaysia selalu membantu kami yang dari Bangladesh. Makanya kami senang bekerja di sana. Gajinya lebih besar dibandingkan di negara kami,” cerita Alamullah.

Setelah seminggu berada di Rudenim Belawan, bagaimanakah nasib ratusan imigran Bangladesh ini ke depannya? (*/bersambung)

fachril syahputra/SUMUT POS
ARAHAN: Petugas Imigrasi memberi pengarahan kepada imigran Bangladesh yang terdampar di Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bangladesh adalah negara pecahan dari India. Merdeka sejak tahun 1971, negara berpenduduk mayoritas beragama Islam ini termasuk salahsatu negara padat dan termiskin di dunia. Sekitar 31,5 persen dari populasi 161 juta penduduknya, hidup di bawah garis kemiskinan. Ribuan warganya sulit memperoleh pekerjaan.

LANGKANYA lapangan pekerjaan, memicu pria Bangladesh bermimpi bekerja di luar negeri. Malaysia merupakan primadona bagi para pria di sana.

“Sulit mencari kerja di negara kami. Pekerjaan yang tersedia hanya menjadi kuli kasar. Itupun penghasilannya tidak banyak,” ungkap Muhabbul, saat ditemui Sumut Pos di Rudenim Belawan di Jalan Slebes, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Selasa (12/2).

Meski sedikit sulit berbahasa Indonesia, bapak 3 anak ini tetap menceritakan kebidupan di negaranya. Warga Bangladesh umumnya hidup dengan ekonomi rendah. Pekerjaan bergaji layak sulit diperoleh. Umumnya pekerjaannya mengandalkan tenaga fisik.

“Bayangkan saja. Di negara kami kalau bekerja sebagai kuli bangunan, gaji per hari hanya 10 Ringgit Malaysia (sekitar Rp34.550 dengan kurs Rp3.455 per Ringgit). Sedangkan di Malaysia, kami bisa diberi upah 60 Ringgit Malaysia (Rp207.300) per hari,” beber Muhabbul.

Berdasarkan pengalamannya yang pernah bekerja di Malaysia selama 10 tahun, penghasilannya jauh lebih sejahtera dibandingkan jika bekerja di negaranya. Di Malaysia, ia bisa menabung upahnya untuk dikirim kepada keluarganya di kampung halaman.

“Banyak teman-teman kami yang sudah sukses di Malaysia. Meski mereka masuk ke Malaysia secara ilegal. Makanya, saya dan teman lainya tertarik bekerja meski ilegal di Malaysia,” ucap Muhabbul.

Hal serupa juga dirasakan M Sagor. Ia yang sudah pernah 8 tahun bekerja di Malaysia sebagai kuli bangunan, juga puas dengan upahnya. Makanya, pria berusia 30 tahun ini ingin kembali lagi ke Malaysia. Meskipun harus melalui jalur ilegal.

“Sebenarnya, kalau kami kemarin tidak ditelantarkan, mungkin sekarang sudah masuk ke Malaysia. Kami tahu akan diseberangkan masuk secara ilegal. Tapi ternyata agen kami tidak bertanggung jawab, sehingga kami tertangkap,” kata Sagor.

Pria yang telah memiliki 3 anak ini mengaku ingin sekali menjadi warga tetap Malaysia. Karena, pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan di negara Mahathir Muhammad itu sangat menjanjikan.

“Kami rela bekerja sebagai kuli bangunan atau buruh kasar lainnya. Soalnya kami miskin. Biarlah jadi buruh kasar daripada tetap miskin di negara kami,” ungkap Sagor.

Alamulllah, imigran Bangladesh lainnya yang juga diamankan petugas di Rudenim Belawan, juga punya pengalaman bekerja di Malaysia. Besarnya upah di sana membuat pria lajang ini ingin kembali sebagai tenaga kerja ilegal.

“Malaysia juga negara Islam. Warga Malaysia selalu membantu kami yang dari Bangladesh. Makanya kami senang bekerja di sana. Gajinya lebih besar dibandingkan di negara kami,” cerita Alamullah.

Setelah seminggu berada di Rudenim Belawan, bagaimanakah nasib ratusan imigran Bangladesh ini ke depannya? (*/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/