25.5 C
Medan
Friday, June 14, 2024

Takut Diputus Kontrak, PHL Mulai Resah

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana kebijakan pengurangan jumlah 11.624 Pekerja Harian Lepas (PHL) yang ada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Medan, membuat PHL mulai resah. Mereka khawatir diputus kontrak kerjanya.

Seperti disampaikan Melati (nama samaran), seorang PHL di salah satu dinas. “Pasti resah dan khawatirlah, kalau diputus kontrak bagaimana? Makanya, saya berharap jangan sampai kena pengurangan,” ujarnya kepada Sumut Pos, kemarin.

PHL yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun ini menuturkan, jika sampai kena pengurangan akan mempertanyakan kepada pimpinannya. Bahkan, menyurati wali kota Medan. “Kalau sampai kena (pengurangan), saya tanya langsung kepada pak kadis apa alasannya. Sebab, dalam bekerja saya selalu displin dan tak pernah main-main,” akunya.

Tak jauh beda disampaikan PHL dari dinas lainnya, Mawar (nama samaran). Kata dia, rencana kebijakan tersebut diharapkan jangan berlarut-larut. “Maunya cepat diselesaikan, soalnya kami kepikiran terus dan enggak tenang bekerja. Kalau sampai diputus kontrak, mau makan apa nanti anak saya. Terus, biaya sekolahnya gimana,” keluh PHL yang sudah 5 tahun lebih bekerja ini.

Selain PHL Pemko Medan yang resah, PHL Sekretariat DPRD Medan juga demikian terutama yang bekerja diatas 2 tahun. “Kami dapat informasi bahwa akan ada perampingan PHL, dari 125 direncanakan akan berkurang 50 persen,” ungkap Ucok (nama samaran).

Dia mengaku, sudah memiliki tanggungan rumah tangga dan ada yang merupakan tulang punggung keluarga. Oleh sebab itu, sangat sedih dan takut jika terkena pengurangan. “Anak saya masih kecil-kecil, satu sekolah dasar dan satu lagi di bawah 5 tahun usianya. Bisa dibayangkan kalau sampai dipecat, kacau masa depan mereka karena bapaknya tak memiliki pekerjaan lagi,” ucapnya.

Sementara, pengamat tata kota, Rafriandi Nasution mengkritik rencana kebijakan pengurangan PHL tersebut. Ia menilai, kebijakan itu tidak sejalan dengan program Pemerintah Pusat. Bagaimana tidak, Pemerintah Pusat kini berupaya menyejahterakan honorer dengan program penerimaan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sedangkan Pemko Medan malah sebaliknya.

“Kalau kebijakan ini karena Pemko tidak memiliki uang lagi tentu tidak masalah, sehingga mau tidak mau harus dilakukan. Namun, kondisinya berbeda apakah Pemko Memang sudah tak ada uang lagi untuk membayar gaji PHL,” tanya Rafriandi.

Diutarakan dia, jika kebijakan itu diberlakukan patut dipertanyakan kemana aliran dana yang diperuntukkan untuk membayar gaji. “Ini harus jelas peruntukkannya dan transparan kemana anggaran itu disalurkan,” ujar dia.

Kebijakan ini, sebut dia, menimbulkan tanda tanya besar ada apa sebenarnya yang terjadi di Pemko Medan? Alasannya, kenapa baru sekarang dan tidak dari dulu dikurangi jumlah PHL?

“Jangan sampai kebijakan ini menjadi buah simalakama. Sebab, sama-sama kita ketahui dan sudah tidak menjadi rahasia umum lagi bahwasanya untuk menjadi PHL diduga membayar sejumlah uang. Apabila yang diberhentikan ternyata membayar uang untuk menjadi pegawai. Maka, pasti akan menuntut karena telah dirugikan,” cetus alumni Pascasarjana USU ini.

Oleh karena itu, kata Rafriandi, perlu dikaji atau dipertimbangkan lagi rencana kebijakan pengurangan PHL dengan alasan yang kuat. “Anehnya, kalau memang tak mampu lagi membayar gaji tapi kenapa malah membangun proyek-proyek yang bernilai cukup besar. Maka dari itu, bila kondisinya seperti ini menimbulkan asumsi atau dugaan sarat kepentingan rencana kebijakan tersebut,” ucapnya.

Meski demikian, tambah dia, jika memang terdapat PHL yang fiktif dan tidak efektif atau produktif dalam bekerja maka silahkan saja diberlakukan kebijakan ini. Akan tetapi, kalau sebaliknya hal ini menjadi pertanyaan besar yang menimbulkan kecurigaan. (ris/ila)

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana kebijakan pengurangan jumlah 11.624 Pekerja Harian Lepas (PHL) yang ada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Medan, membuat PHL mulai resah. Mereka khawatir diputus kontrak kerjanya.

Seperti disampaikan Melati (nama samaran), seorang PHL di salah satu dinas. “Pasti resah dan khawatirlah, kalau diputus kontrak bagaimana? Makanya, saya berharap jangan sampai kena pengurangan,” ujarnya kepada Sumut Pos, kemarin.

PHL yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun ini menuturkan, jika sampai kena pengurangan akan mempertanyakan kepada pimpinannya. Bahkan, menyurati wali kota Medan. “Kalau sampai kena (pengurangan), saya tanya langsung kepada pak kadis apa alasannya. Sebab, dalam bekerja saya selalu displin dan tak pernah main-main,” akunya.

Tak jauh beda disampaikan PHL dari dinas lainnya, Mawar (nama samaran). Kata dia, rencana kebijakan tersebut diharapkan jangan berlarut-larut. “Maunya cepat diselesaikan, soalnya kami kepikiran terus dan enggak tenang bekerja. Kalau sampai diputus kontrak, mau makan apa nanti anak saya. Terus, biaya sekolahnya gimana,” keluh PHL yang sudah 5 tahun lebih bekerja ini.

Selain PHL Pemko Medan yang resah, PHL Sekretariat DPRD Medan juga demikian terutama yang bekerja diatas 2 tahun. “Kami dapat informasi bahwa akan ada perampingan PHL, dari 125 direncanakan akan berkurang 50 persen,” ungkap Ucok (nama samaran).

Dia mengaku, sudah memiliki tanggungan rumah tangga dan ada yang merupakan tulang punggung keluarga. Oleh sebab itu, sangat sedih dan takut jika terkena pengurangan. “Anak saya masih kecil-kecil, satu sekolah dasar dan satu lagi di bawah 5 tahun usianya. Bisa dibayangkan kalau sampai dipecat, kacau masa depan mereka karena bapaknya tak memiliki pekerjaan lagi,” ucapnya.

Sementara, pengamat tata kota, Rafriandi Nasution mengkritik rencana kebijakan pengurangan PHL tersebut. Ia menilai, kebijakan itu tidak sejalan dengan program Pemerintah Pusat. Bagaimana tidak, Pemerintah Pusat kini berupaya menyejahterakan honorer dengan program penerimaan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sedangkan Pemko Medan malah sebaliknya.

“Kalau kebijakan ini karena Pemko tidak memiliki uang lagi tentu tidak masalah, sehingga mau tidak mau harus dilakukan. Namun, kondisinya berbeda apakah Pemko Memang sudah tak ada uang lagi untuk membayar gaji PHL,” tanya Rafriandi.

Diutarakan dia, jika kebijakan itu diberlakukan patut dipertanyakan kemana aliran dana yang diperuntukkan untuk membayar gaji. “Ini harus jelas peruntukkannya dan transparan kemana anggaran itu disalurkan,” ujar dia.

Kebijakan ini, sebut dia, menimbulkan tanda tanya besar ada apa sebenarnya yang terjadi di Pemko Medan? Alasannya, kenapa baru sekarang dan tidak dari dulu dikurangi jumlah PHL?

“Jangan sampai kebijakan ini menjadi buah simalakama. Sebab, sama-sama kita ketahui dan sudah tidak menjadi rahasia umum lagi bahwasanya untuk menjadi PHL diduga membayar sejumlah uang. Apabila yang diberhentikan ternyata membayar uang untuk menjadi pegawai. Maka, pasti akan menuntut karena telah dirugikan,” cetus alumni Pascasarjana USU ini.

Oleh karena itu, kata Rafriandi, perlu dikaji atau dipertimbangkan lagi rencana kebijakan pengurangan PHL dengan alasan yang kuat. “Anehnya, kalau memang tak mampu lagi membayar gaji tapi kenapa malah membangun proyek-proyek yang bernilai cukup besar. Maka dari itu, bila kondisinya seperti ini menimbulkan asumsi atau dugaan sarat kepentingan rencana kebijakan tersebut,” ucapnya.

Meski demikian, tambah dia, jika memang terdapat PHL yang fiktif dan tidak efektif atau produktif dalam bekerja maka silahkan saja diberlakukan kebijakan ini. Akan tetapi, kalau sebaliknya hal ini menjadi pertanyaan besar yang menimbulkan kecurigaan. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/