MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota Komisi D DPRD Medan, Hendra DS mengatakan, banjir yang terjadi di Medan merupakan cerita lama yang hingga kini belum juga dapat dituntaskan. Banjir yang selalu melanda di Medan, khususnya terjadi saat musim penghujan dinilai disebabkan pengelolaan tata kota yang sudah salah dari awal.
Menurutnya, penataan drainase dan parit dari awal sudah salah. Sebab, proyek pengembangan Medan Urban Development Project (MUDP) atau pembangunan gorong-gorong yang cukup besar tidak lagi berjalan.
“Kota Medan sudah masuk ke dalam kategori darurat banjir, karena konsep pengelolaannya sudah salah dari awal. Buktinya, proyek MUDP tidak jalan dan kanal juga tidak berfungsi,” ujar Hendra DS yang ditemui di gedung DPRD Medan, Senin (13/5).
Untuk itu, lanjut dia, konsep perbaikan banjir di Medan harus dimulai perbaikan dari awal. Artinya, semua diurut dari nol. “Kalau cuma untuk perbaikan mendalami parit-parit atau drainase, masalah banjir tidak akan selesai. Siapapun pemimpinnya sekarang ini tidak akan bisa mengatasi banjir, makanya harus diurut dari awal. Lihat saja, 2 jam hujan lebat di Medan maka air sudah tergenang karena drainase tidak jalan,” ungkapnya.
Hendra DS juga menilai, banjir juga disebabkan sampah yang belum dapat diatasi Pemko Medan. Padahal, Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah dan perda-perda lainnya yang berpihak pada masyarakat sudah ada. Namun, tidak dijalankan dengan tegas oleh Pemko Medan karena perangkat pendukung tidak disiapkan seperti Peraturan Walikota (Perwal).
“Ada Perda tapi tak ada Perwal, itulah faktanya Perda Pengelolaan Sampah. Jadi, percuma saja Perda dibuat namun tak bisa difungsikan,” cetusnya.
Selain itu, sambung dia, perangkat pendukung lainnya dalam penerapan Perda Pengelolaan Sampah dalam mendukung mengatasi banjir yakni dengan memasang kamera CCTV di setiap lokasi dan menempatkan petugas Satpol PP. Sehingga, begitu ada yang melanggar maka bisa langsung ditindak atau dikenakan sanksi agar ada efek jera. “Makanya, percuma ada perda tapi orang buang sampah sembarangan dibiarkan,” ucapnya.
Sedangkan untuk normalisasi sungai, lanjut Hendra, juga perlu kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumut dan Pemerintah Pusat. Sebab, normalisasi Sungai Deli tidak hanya dapat mencegah banjir tapi juga bisa dijadikan tempat wisata.
“Pemko harus tegas, di bantaran sungai tidak boleh lagi ada rumah warga. Tapi, segera bangun rumah susun dan sosialisasi ke warga dengan jelas agar tidak menolak untuk dipindahkan. Jangan malah langsung digusur, tapi tidak tahu tempat penampungannya. Kasih gratis 1 hingga 2 tahun warga tinggal di rumah susun itu sehingga warga terayomi,” paparnya.
Lebih jauh politisi Partai Hanura ini mengatakan, memang dalam mengatasi semua permasalahan kota diperlukan pemimpin yang andal dan cepat bertindak mencari solusi agar masalah dapat selesai. “Wali Kota sekarang masih lemah karena memang dia punya keterbatasan. Jadi seharusnya kepala-kepala dinasnya punya inovasi, jangan hanya memberi laporan-laporan bagus saja,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution menghadiri Rapat Lanjutan Normalisasi Sungai Sei Deli dan Sungai Babura di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Rabu (8/5).
Dalam kesempatan ini, Akhyar tanggap terhadap dalam menata Kota Medan yang berfokus dalam hal penangan sungai yang menyebabkan banjir di Kota Medan. Hal ini dibuktikan, penjelasan yang diberikan Akhyar terperinci mengenai permasalahan yang mendasar terhadap penyebab banjir di Kota Medan. Salah satunya, mengenai aliran drainase yang bertubrukan di ruas Jalan Sutomo yang akhirnya meluap dan menyebabkan banjir.
Selanjutnya, Akhyar menjelaskan bahwa sekitar tahun 1980-an, di Kota Medan telah memiliki proyek pengembangan drainase yang dinamai MUDP yang telah membangun drainase/gorong-gorong yang cukup besar. Namun, pada saat ini drainase tersebut tidak terlihat lagi sehingga tidak dapat dimanfaatkan. Padahal drainase tersebut dibuat untuk dapat mengatasi genangan air di sekitar Jalan Thamrin dan Jalan Asia. (ris/ila)