27 C
Medan
Friday, December 5, 2025

Pertanyakan Alasan Pemprov Sumut Impor 50 Ton Cabai, Zeira Salim: Harusnya Kita yang Ekspor

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut), Zeira Salim Ritonga, mempertanyakan langkah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) yang mengimpor 50 ton cabai dari Pulau Jawa, untuk menekan laju inflasi.

“Kami mempertanyakan, kenapa Pemprov Sumut mengambil cabai dari Jawa? Padahal Sumut ini merupakan daerah swasembada cabai,” tegas Zeira, saat memberikan keterangannya, Senin (13/10).

Zeira menjelaskan, sebagian besar kabupaten kota di Sumut merupakan penghasil utama komoditas cabai. Dia mencontohkan sejumlah daerah, seperti Kabupaten Karo, Humbanghasundutan (Humabahas), hingga Batubara, memiliki lahan pertanian luas untuk tanaman cabai.

“Sumut ini satu penghasil cabai terbesar di Indonesia. Misalnya di Batubara, ada sekitar 1.500 hektare lahan khusus untuk penanaman cabai,” bebernya.

Politisi PKB tersebut, juga mengatakan, beberapa waktu lalu Komisi A DPRD Sumut melakukan audiensi ke Pemkab Batubara. Dalam pertemuan itu, Pemkab Batubara memaparkan, mereka telah menyiapkan langkah antisipasi terhadap fluktuasi harga cabai, termasuk adanya penampung tetap dari industri pengolahan cabai.

“Kami sempat audiensi ke Pemkab Batubara, dan mereka menyampaikan, jika harga cabai turun, sudah ada penampung tetap yang menampung hasil panen. Jadi, sistemnya sudah berjalan baik,” jelas Zeira.

Menurut Zeira, berdasarkan penjelasan Pemkab Batubara di masa Bupati Zahir, sistem distribusi cabai di daerah itu sudah terencana dengan baik. Para penampung biasanya sudah siap dua pekan sebelum masa panen, untuk mencegah cabai membusuk.

“Cabai ini kan cepat busuk. Jadi waktu itu saya ingat, Pemkab Batubara menyampaikan, sudah ada penampungnya sebelum panen dua minggu. Kalau sekarang harga mahal dan inflasi tinggi, harus ditelusuri penyebabnya, Apakah karena gagal panen, distribusi yang tidak lancar, atau faktor lain?” katanya.

Dia pun menegaskan, Sumut selama ini dikenal sebagai daerah surplus cabai. Satu sentra terbesar berada di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara, yang mampu menghasilkan puluhan ribu ton cabai setiap tahunnya.

“Makanya saya sampaikan, seharusnya Sumut bisa menjaga stabilitas harga cabai sendiri. Kami pertanyakan, kenapa tiba-tiba malah mengambil 50 ton dari luar provinsi? Meski alasannya untuk operasi pasar dan pengendalian inflasi,” tegas Zeira.

Zeira menilai, kebijakan impor cabai dari Jawa memang bisa menjadi solusi cepat, tapi perlu menjadi evaluasi serius bagi Pemprov Sumut.

“Seharusnya Sumut yang mengekspor cabai, bukan malah impor. Karena Sumut ini satu pemasok cabai terbesar di Indonesia. Bahkan di Batubara baru saja dilakukan panen raya,” bebernya.

Berdasarkan data yang dihimpun sentra produksi cabai merah di Sumut meliputi Kabupaten Karo, Batubara, Simalungun, Tapanuli Utara, Langkat, Dairi, Toba, Humbahas, Mandailingnatal (Madina), dan Padangsidimpuan, dengan total produksi mencapai 146.182 ton per tahun.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Togap Simangunsung menyampaikan, Pemprov Sumut akan menyalurkan 50 ton cabai merah yang didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi daerah, yang hingga kini masih tergolong tinggi. (san/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut), Zeira Salim Ritonga, mempertanyakan langkah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) yang mengimpor 50 ton cabai dari Pulau Jawa, untuk menekan laju inflasi.

“Kami mempertanyakan, kenapa Pemprov Sumut mengambil cabai dari Jawa? Padahal Sumut ini merupakan daerah swasembada cabai,” tegas Zeira, saat memberikan keterangannya, Senin (13/10).

Zeira menjelaskan, sebagian besar kabupaten kota di Sumut merupakan penghasil utama komoditas cabai. Dia mencontohkan sejumlah daerah, seperti Kabupaten Karo, Humbanghasundutan (Humabahas), hingga Batubara, memiliki lahan pertanian luas untuk tanaman cabai.

“Sumut ini satu penghasil cabai terbesar di Indonesia. Misalnya di Batubara, ada sekitar 1.500 hektare lahan khusus untuk penanaman cabai,” bebernya.

Politisi PKB tersebut, juga mengatakan, beberapa waktu lalu Komisi A DPRD Sumut melakukan audiensi ke Pemkab Batubara. Dalam pertemuan itu, Pemkab Batubara memaparkan, mereka telah menyiapkan langkah antisipasi terhadap fluktuasi harga cabai, termasuk adanya penampung tetap dari industri pengolahan cabai.

“Kami sempat audiensi ke Pemkab Batubara, dan mereka menyampaikan, jika harga cabai turun, sudah ada penampung tetap yang menampung hasil panen. Jadi, sistemnya sudah berjalan baik,” jelas Zeira.

Menurut Zeira, berdasarkan penjelasan Pemkab Batubara di masa Bupati Zahir, sistem distribusi cabai di daerah itu sudah terencana dengan baik. Para penampung biasanya sudah siap dua pekan sebelum masa panen, untuk mencegah cabai membusuk.

“Cabai ini kan cepat busuk. Jadi waktu itu saya ingat, Pemkab Batubara menyampaikan, sudah ada penampungnya sebelum panen dua minggu. Kalau sekarang harga mahal dan inflasi tinggi, harus ditelusuri penyebabnya, Apakah karena gagal panen, distribusi yang tidak lancar, atau faktor lain?” katanya.

Dia pun menegaskan, Sumut selama ini dikenal sebagai daerah surplus cabai. Satu sentra terbesar berada di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara, yang mampu menghasilkan puluhan ribu ton cabai setiap tahunnya.

“Makanya saya sampaikan, seharusnya Sumut bisa menjaga stabilitas harga cabai sendiri. Kami pertanyakan, kenapa tiba-tiba malah mengambil 50 ton dari luar provinsi? Meski alasannya untuk operasi pasar dan pengendalian inflasi,” tegas Zeira.

Zeira menilai, kebijakan impor cabai dari Jawa memang bisa menjadi solusi cepat, tapi perlu menjadi evaluasi serius bagi Pemprov Sumut.

“Seharusnya Sumut yang mengekspor cabai, bukan malah impor. Karena Sumut ini satu pemasok cabai terbesar di Indonesia. Bahkan di Batubara baru saja dilakukan panen raya,” bebernya.

Berdasarkan data yang dihimpun sentra produksi cabai merah di Sumut meliputi Kabupaten Karo, Batubara, Simalungun, Tapanuli Utara, Langkat, Dairi, Toba, Humbahas, Mandailingnatal (Madina), dan Padangsidimpuan, dengan total produksi mencapai 146.182 ton per tahun.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Togap Simangunsung menyampaikan, Pemprov Sumut akan menyalurkan 50 ton cabai merah yang didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi daerah, yang hingga kini masih tergolong tinggi. (san/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru