MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 5 Sumut menunggu peserta program keluarga harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) RI, untuk membuat pengaduan atau laporan ke Perlindungan OJK Sumut, terkait pemotongan dana PKH melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) Untuk itu diimbau kepada peserta agar menyampaikan pengaduannya kepada OJK.
Staff Perlindungan OJK Sumut, Fajrin Saragih mengatakan, dari pengaduan atau laporan nantinya, baru bisa dilakukan tindakan berupa klarifikasi dari sistem melakukan OJK, terhadap Perbank seperti BRI untuk mengetahui duduk permasalahan sebenarnya.
“Kita imbau kepada pihak masyarakat untuk membuat pengaduan ke Pelindungan OJK secara personal. Ini masih satu pihak, kita akan cek lagi dari pihak BRI lagi, bagaimana regulasi mereka. Kalau ada tumpang tindih dan dilanggar, kita siap memberikan sanksi,” kata Fajrin, Selasa (13/11) siang.
Fajrin mengungkapkan, nantinya dari regulasi tersebut, baru dilihat bagaimana perjanjian terhadap pencairan dana PKH Kemensos kepada peserta penerima dana PKH melalui Bank berplat merah itu.”Kita lihat perbankannya dulu, bagaiamana regulasinya dan perjanjiannya. Di perjanjian ada atau tidak perbankannya seperti itu (pemotongan),” tutur Fajrin.
Fajrin mengatakan, bila ada perjanjian dalam pemotongan dana PKH akan segera melakukan pemanggilan terhadap direksi BRI di Medan untuk mempenjelas atas permasalah itu untuk keseluruhannya.
“Kalau diperbolehkan, akan kita panggil perbankannya. Sama seperti dilakukan Ombudsman, kalau Ombudsman semua lembaga negara untuk diawasi. Kalau kita, cuma perbankan aja. Kalau dari PKH-nya beda kewenangan. Kita pihak dari pihak BRI kita lakukan klarifikasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar menjelaskan, pihanya menerima pengaduan dari 13 peserta PKH merupakan warga Kecamatan Medan Perjuangan, Kamis (8/11) lalu.
Dari pengaduan yang didengar, kata Abyadi, memang ditemukan kejanggalan yang dilakukan pihak BRI dalam penyaluran PKH diterima warga miskin tersebut. Makanya, Ombudsman akan menyelusuri keganjilan itu.”Saya tanya kepada peserta yang mengadu, apa pin ATM mereka? Setelah ditanyakan, sama semua pin ATM mereka. Harusnya, diberikan tahu, bahwa pin ATM itu, bisa diganti. Ini kenapa tidak diganti,” ucap Abyadi.
Kemudian, kasus pemotongan PKH ini. Abyadi menilai bisa diseret ke hukum. Karena ini, program Kementerian Sosial pasti ada payung hukumnya.? Dengan itu, sudah melanggar hukum yang terjadi. Ia mengatakan perlu dilakukan klarifikasi kepada sejumlah pihak untuk permasalah ini.”Kita lihat dulu hasil klarifikasi disampaikan pihak terkait nantinya,” kata Abyadi.
Abyadi menjelaskan pengaduan pemotongan ini, berawal peserta penerima pemanfaatan PKH Kementerian Sosial mengeluhkan pemotongan dana yang diberikan kepada warga miskin dan lansia sebesar Rp 500 ribu pertiga bulan.
“Rp500 ribu pertriwulan dalam setahun 2 juta dengan pengambilan 4 kali. Untuk pengambilan uang melalui ATM BRI. Untuk pengambilan pertama hingga ketiga tidak ada pemotongan. Namun, pengambilan keempat diakhir tahun baru ada pemotongan,” jelas Abyadi.
Pemotongan tersebut, sudah berjalan dua tahun ini. Abyadi mengungkapkan berdasarkan pengaduan yang Ombudsman diterima, bahwa di tahun 2017 pemotongan sebesar Rp 110 ribu. Jadinya, dana PKH untuk pengembalian keempat di tahun tersebut, peserta PKH hanya menerima Rp 390 ribu.
“Ditahun 2018 ini, lebih besar pemotongannya sebesar Rp 266 ribu. Rp 234 ribu, ada pemotongan sebesar itu, mereka kaget lah,” tutur Abyadi.
Abyadi mengatakan, untuk penerima beras diberikan melalui program PKH Kementerian Sosial dan pengambilan beras ?di Agen Brilink ?di Jalan Pelita VI Medan. Namun, tidak ada masalah untuk penerimaan beras pertiga bulan juga.
“Kalau beras tidak ada masalah, namun penerima PKH mengeluh soal pemotongan ke Agen Brilink. Kemudian, Agen Brilink memfasilitasi untuk membuat pengaduan ke Ombudsman. Ada sekitar 160 orang mengeluhkan itu. Namun, baru 13 orang baru mengadu sama kita,” pungkas Abyadi.(gus/ila)