26.7 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Di Hutan Lumut Terlihat Danau Toba Membentang

Mendaki Puncak Tertinggi di Sumut, Gunung Sibuatan (2)
Gunung Sibuatan merupakan puncak yang diyakini tertinggi di Sumatera Utara (Sumut) ini. Terbukti, alat GPS (Global Positioning System) menunjukkan ketinggiannya mencapai 2457 meter di atas permukaan laut (m dpl). Lebih tinggi dari Gunung Sinabung yang ketinggiannya mencapai 2451 m dpl.

M Sahbainy Nasution, Medan

TENDA: Tim pendaki memasang tenda  Gunung Sibuatan.
TENDA: Tim pendaki memasang tenda di Gunung Sibuatan.

Pagi pun tiba. Matahari memancarkan sinarnya dengan indah. Tubuh yang sebelumnya dibalut dingin mulai hangat. Penulis dan tim dari Kompas USU masih di ladang kol milik warga Desa Naga Lingga. Alat GPS menunjukkan tempat kami berkemah ini 1.530 m dpl. Pantas saja, dingin begitu menusuk tulang.

Setelah melakukan persiapan, kami pun kembali melanjutkan mendaki Gunung Sibuatan. Sebelum kaki ini melangkah lebih jauh, tim pendakian pun melakukan doa. Tepat pukul 08.00  tim pendaki pun berjalan. Di sepanjang jalan menuju pintu hutan rimba terlihat kebun-kebun cabai, kopi, kol, tomat, kacangan, jagung dan lainnya. 45 menit perjalanan, barulah kami menemukan pintu hutan rimba tersebut.

Kami memasuki wilayah dengan konter tanah yang gembur di hutan hujan tropis yang ketinggiannya mencapai 1.800 m dpl. Terlihat berbagai jenis tanaman seperti rotan dan pohon-pohon besar menggantikan kebun-kebun holtikultura milik warga. Tidak itu saja, sepanjang perjalanan pun mulai terdengar suara si Amang dan burung-burung hutan yang ramai.

Tim pendaki pun dibagi tiga kelompok. Penulis kebagian kelompok dua. Sekitar 5 jam berjalan, kami tiba pada ketinggian sekitar 2.000 mdpl atau hutan montana. Di tempat ini, rombongan menyempatkan diri beristirtahat dan melakukan makan siang. Tempat ini terasa sangat lembab. Banyak tanaman lumut menempel pada pepohonan. Pakaian di tubuh kami hampir semua basah oleh butiran air saat harus mengendap-endap di bawah pohon saat berjalan.

Dengan napas yang masih agak memburu, kami melanjutkan perjalanan. Altimeter (alat pengukur ketinggian) bergerak berlahan menunjuk angka yang semakin tinggi. Di perjalanan ini kelelahan pun terbayar dengan menikmati berbagai jenis tanaman kantung semar (Nepenthes) yang tumbuh di sembarang tempat. Terlihat ada yang tumbuh dan tetap di permukaan tanah, tetapi ada juga yang hidup merambat pada pepohonan. Berbagai jenis serangga kecil terjebak pada kantungnya. Sepertinya, tanaman yang sedang naik daun sebagai tanaman hias di Eropa ini tak pernah kurang gizi di hutan di Gunung Sibuatan ini. Dan, terlihat juga pohon-pohon pandan Bali yang superbesar.

Selain kantung semar dan pandan, kami juga menemui beberapa jenis anggrek dengan berbagai ukuran dan warna. Kebanyakan tanaman ini tumbuh menempel pada tanaman lain, tetapi ada juga yang tumbuh di tanah.

Di hutan montana inilah kami sering melangkah dengan lamban dan sering berhenti. Selain medannya licin, juga tempat ini pun masih susah dilewati sampai kami harus merangkak dalam pendakian. Terlihat jelas kalau gunung ini jarang didaki.

Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB, kami tiba di ketinggian 2.220 m dpl. Tim kembali memutuskan untuk istirahat. Kali ini di sebuah tempat yang agak terbuka setelah melewati punggungan yang tipis. Kami telah menempuh medan yang sangat curam dengan vegetasi hutan yang sangat rapat. Sangat sukar menembus jalur yang kadang tidak jelas. Tapi,  di lokasi peristirahatan ini kami menemukan perubahan pada tumbuhan sekitarnya.

Vegetasi mulai terlihat agak seragam, baik dari segi jenis maupun ukurannya. Hanya terdapat beberapa pohon berukuran kecil dengan tanaman perdu-perduan. Walaupun demikian, semua tumbuhan tersebut masih dihiasi lumut pada hampir setiap bagian tubuhnya.

Dari tempat yang agak terbuka, kami dapat menyaksikan hamparan Danau Toba. Sayang, tak banyak waktu yang kami luangkan untuk istirahat. Selain menghemat waktu pendakian, terlalu lama berdiam di hutan ini bisa membuat kami membeku dalam kedinginan.

Hampir pukul 16.00, berarti sekitar sepuluh jam sudah kami berjalan mendaki gunung ini. Lega rasanya setelah melewati hutan lumut. Kini pemandangan didominasi oleh perdu-perduan rendah yang kadang hanya setinggi orang dewasa. Kami semakin dekat dengan puncak.

Dari ketinggian 2.380 mdpl, tim pendakian terus merangkak perlahan menembus rimbunnya tanaman perdu. Semakin lama, perdu-perduan makin kerdil sampai hanya sebatas lutut orang dewasa. Sekitar 20 menit berjalan, kami akhirnya tiba di sebuah hamparan tanaman perdu yang cukup luas. Di tempat terbuka ini, perdu tak lebih tinggi dari batas pinggang. Altimeter menunjukkan ketinggian 2.400 m dpl. Ini berarti kami sudah sampai di puncak timur Deleng Sibuatan atau sudah menuju kawasan Alphin.

Menurut perhitungan, hanya butuh sekitar 45 menit dari sini ke puncak 2.457 m dpl. Kami memutuskan menginap di sini, mengingat kondisi fisik yang sangat letih. Udara dingin segera saja menusuk sampai ke tulang. (bersambung)

Mendaki Puncak Tertinggi di Sumut, Gunung Sibuatan (2)
Gunung Sibuatan merupakan puncak yang diyakini tertinggi di Sumatera Utara (Sumut) ini. Terbukti, alat GPS (Global Positioning System) menunjukkan ketinggiannya mencapai 2457 meter di atas permukaan laut (m dpl). Lebih tinggi dari Gunung Sinabung yang ketinggiannya mencapai 2451 m dpl.

M Sahbainy Nasution, Medan

TENDA: Tim pendaki memasang tenda  Gunung Sibuatan.
TENDA: Tim pendaki memasang tenda di Gunung Sibuatan.

Pagi pun tiba. Matahari memancarkan sinarnya dengan indah. Tubuh yang sebelumnya dibalut dingin mulai hangat. Penulis dan tim dari Kompas USU masih di ladang kol milik warga Desa Naga Lingga. Alat GPS menunjukkan tempat kami berkemah ini 1.530 m dpl. Pantas saja, dingin begitu menusuk tulang.

Setelah melakukan persiapan, kami pun kembali melanjutkan mendaki Gunung Sibuatan. Sebelum kaki ini melangkah lebih jauh, tim pendakian pun melakukan doa. Tepat pukul 08.00  tim pendaki pun berjalan. Di sepanjang jalan menuju pintu hutan rimba terlihat kebun-kebun cabai, kopi, kol, tomat, kacangan, jagung dan lainnya. 45 menit perjalanan, barulah kami menemukan pintu hutan rimba tersebut.

Kami memasuki wilayah dengan konter tanah yang gembur di hutan hujan tropis yang ketinggiannya mencapai 1.800 m dpl. Terlihat berbagai jenis tanaman seperti rotan dan pohon-pohon besar menggantikan kebun-kebun holtikultura milik warga. Tidak itu saja, sepanjang perjalanan pun mulai terdengar suara si Amang dan burung-burung hutan yang ramai.

Tim pendaki pun dibagi tiga kelompok. Penulis kebagian kelompok dua. Sekitar 5 jam berjalan, kami tiba pada ketinggian sekitar 2.000 mdpl atau hutan montana. Di tempat ini, rombongan menyempatkan diri beristirtahat dan melakukan makan siang. Tempat ini terasa sangat lembab. Banyak tanaman lumut menempel pada pepohonan. Pakaian di tubuh kami hampir semua basah oleh butiran air saat harus mengendap-endap di bawah pohon saat berjalan.

Dengan napas yang masih agak memburu, kami melanjutkan perjalanan. Altimeter (alat pengukur ketinggian) bergerak berlahan menunjuk angka yang semakin tinggi. Di perjalanan ini kelelahan pun terbayar dengan menikmati berbagai jenis tanaman kantung semar (Nepenthes) yang tumbuh di sembarang tempat. Terlihat ada yang tumbuh dan tetap di permukaan tanah, tetapi ada juga yang hidup merambat pada pepohonan. Berbagai jenis serangga kecil terjebak pada kantungnya. Sepertinya, tanaman yang sedang naik daun sebagai tanaman hias di Eropa ini tak pernah kurang gizi di hutan di Gunung Sibuatan ini. Dan, terlihat juga pohon-pohon pandan Bali yang superbesar.

Selain kantung semar dan pandan, kami juga menemui beberapa jenis anggrek dengan berbagai ukuran dan warna. Kebanyakan tanaman ini tumbuh menempel pada tanaman lain, tetapi ada juga yang tumbuh di tanah.

Di hutan montana inilah kami sering melangkah dengan lamban dan sering berhenti. Selain medannya licin, juga tempat ini pun masih susah dilewati sampai kami harus merangkak dalam pendakian. Terlihat jelas kalau gunung ini jarang didaki.

Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB, kami tiba di ketinggian 2.220 m dpl. Tim kembali memutuskan untuk istirahat. Kali ini di sebuah tempat yang agak terbuka setelah melewati punggungan yang tipis. Kami telah menempuh medan yang sangat curam dengan vegetasi hutan yang sangat rapat. Sangat sukar menembus jalur yang kadang tidak jelas. Tapi,  di lokasi peristirahatan ini kami menemukan perubahan pada tumbuhan sekitarnya.

Vegetasi mulai terlihat agak seragam, baik dari segi jenis maupun ukurannya. Hanya terdapat beberapa pohon berukuran kecil dengan tanaman perdu-perduan. Walaupun demikian, semua tumbuhan tersebut masih dihiasi lumut pada hampir setiap bagian tubuhnya.

Dari tempat yang agak terbuka, kami dapat menyaksikan hamparan Danau Toba. Sayang, tak banyak waktu yang kami luangkan untuk istirahat. Selain menghemat waktu pendakian, terlalu lama berdiam di hutan ini bisa membuat kami membeku dalam kedinginan.

Hampir pukul 16.00, berarti sekitar sepuluh jam sudah kami berjalan mendaki gunung ini. Lega rasanya setelah melewati hutan lumut. Kini pemandangan didominasi oleh perdu-perduan rendah yang kadang hanya setinggi orang dewasa. Kami semakin dekat dengan puncak.

Dari ketinggian 2.380 mdpl, tim pendakian terus merangkak perlahan menembus rimbunnya tanaman perdu. Semakin lama, perdu-perduan makin kerdil sampai hanya sebatas lutut orang dewasa. Sekitar 20 menit berjalan, kami akhirnya tiba di sebuah hamparan tanaman perdu yang cukup luas. Di tempat terbuka ini, perdu tak lebih tinggi dari batas pinggang. Altimeter menunjukkan ketinggian 2.400 m dpl. Ini berarti kami sudah sampai di puncak timur Deleng Sibuatan atau sudah menuju kawasan Alphin.

Menurut perhitungan, hanya butuh sekitar 45 menit dari sini ke puncak 2.457 m dpl. Kami memutuskan menginap di sini, mengingat kondisi fisik yang sangat letih. Udara dingin segera saja menusuk sampai ke tulang. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/