Di sela-sela pertemuan singkat tersebut, kepada para kiai yang mengunjunginya, Dahlan juga sempat menceritakan kesibukannya saat ini. Salah satunya mendorong anak-anak bangsa untuk meneliti torium. Torium yang salah satunya berasal dari rare earth (tanah jarang) di sekitar limbah timah selama ini memiliki banyak manfaat.
Banyak yang menyebut torium sebagai nuklir hijau. Tidak menimbulkan radiasi seperti halnya uranium. Meski begitu, torium bisa menjadi sumber energi yang sangat dahsyat. Untuk kebutuhan satu gigawatt listrik selama setahun, hanya diperlukan 1.000 kg torium.
Torium memiliki densitas energi tertinggi di antara bahan baku energi lain. Sebagai perbandingan, 1 ton torium sama dengan 200 ton uranium. Atau setara dengan 3,5 juta ton batu bara.
Jika 1 kg batu bara dapat menyalakan lampu 100 watt selama 4 hari, dengan torium, lampu bisa menyala hingga 4 ribu tahun. “Saat ini saya sedang membina ahli-ahli ini untuk melakukan risetnya,” katanya.
Mendengarkan penjelasan Dahlan, para kiai tampak terkesan. Menurut KH Anwar Iskandar, apa yang dilakukan Dahlan sebenarnya persis dengan yang ada dalam Alquran, surah Fatir ayat 27. Bunyi surat itu, “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit, lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.”
“Warna torium itu apa, Pak?’’ tanya KH Anwar Iskandar. Dahlan menjawab, “Hitam.”
“Nah, persis kan. Pak Dahlan ini sebenarnya termasuk ulama. Ulama itu bukan hanya kiai, tapi juga termasuk orang-orang yang mampu menggali yang tersembunyi di bumi,” ujar KH Anwar Iskandar. (atm/tel/c5/ang/jpg/ril)