MEDAN- Kepala Divisi (Kadiv) Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumut Amran Silalahi mengakui hampir keseluruhan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Sumatera Utara (Sumut) mengalami over kapasitas. Bahkan kondisi yang over kapasitas ini mencapai 200 persen dari yang seharusnya.
Kondisi over kapasitas yang terjadi selama ini tidak bisa diatasi dengan cepat karena kekurangan dana. Sehingga membuat penghuni Lapas membludak hampir di semua daerah di Sumut. “Iya, kita mengakui semua Lapas di Sumut mengalami over kapasitas. Bahkan mencapai 200 persen dari jumlah penghuni yang seharusnya. Dengan kondisi over kapasitas ini, kata Amran, tidak sebanding dengan jumlah petugas Lapas (sipir) yang ada,” kata Amran saat ditemui di Lapas Klas I Tanjunggusta Medan, Minggu (14/7).
Dia menambahkan untuk menampung semua narapidana pascakerusuhan ini, pihaknya melakukan pembangunan Lapas secara cepat. “Pembangunan yang baru ini, akan dikebut. Mudah-mudahan bisa selesai dalam waktu satu minggu. Memang banyak sarana dan prasarana mengalami kerusakan terutama di bagian administrasi, ruang Kalapas dan lainnya. Untuk pembangunan ini kita akan dibantu oleh TNI,” tegasnya.
Pantauan di lokasi, pascakerusuhan di Lapas Klas I Tanjunggusta Medan itu, petugas mulai membenahi segala fasilitas yang mengalami kerusakan serta membersihkan bekas pembakaran dan sampah. Jumlah pengamanan lebih diperketat dengan melibatkan 217 petugas gabungan di antaranya personel TNI 100 orang, petugas Lapas 19 orang, dan polisi 95 orang.
Di areal Lapas kondisinya sudah mulai kondusif. Para petugas tampak sudah sibuk melakukan perbaikan-perbaikan. Petugas dari TNI-Polri masih menjaga ketat Lapas tersebut. Bahkan di bagian depan Lapas dipasang spanduk besar bertuliskan tidak ada jam besuk untuk semua keluarga tahanan. Semua warga maupun wartawan yang hendak melakukan peliputan tidak diperkenankan memasuki Lapas.
Pihak Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan menyediakan posko layanan masyarakat bagi warga binaan permasyarakatan yang akan menyerahkan diri ke Lapas. Masyarakat yang akan menginformasikan keberadaan warga binaan yang melarikan diri dan keluarga yang ingin mengetahui informasi mengenai keluarganya yang berada di Lapas dapat menghubungi petugas Sahat Philips Parapat dengan nomor 08127087979.
Disarankan Bangun Lapas di Pulau Terluar
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, menyarankan pemerintah segera membangun Lapas di pulau-pulau terluar dan menempatkan narapidana (napi) korupsi, narkoba, dan teroris berada di sana. Ia menilai langkah tersebut cukup efektif karena selama ini napi korupsi dan narkoba kerap menjadi biang kerok kecemburuan di Lapas maupun Rutan. Dengan uang yang dimiliki mereka bisa dengan mudah mendapatkan apa saja yang diinginkan.
“Kondisi inilah yang kerap menimbulkan kecemburuan di Lapas dan Rutan. Untuk itu sistem manajemen dan pengawasan terhadap Lapas perlu dibenahi. Tahanan-tahanan korupsi, narkoba, dan teroris harus ditempatkan di Lapas pulau terluar,” ujarnya.
Jika langkah tersebut tersebut dilakukan, Neta yakin para napi tidak lagi bisa mengakses kolega-koleganya untuk berkolusi dan mendapatkan keistimewaan. Apalagi kejahatan yang mereka lakukan juga terkatagori tingkat tinggi yang menghancurkan bangsa dan negara, sehingga sangat pantas ditempatkan di Lapas pulau terluar.
“Dalam manajemen Lapas pemerintah harus tegas, bahwa tidak ada lagi napi potensial yang menguasai kamar tahanan hanya untuk dirinya sendiri dan menjadi raja-raja kecil yang memecundangi para pejabat Lapas dengan uangnya,” ujarnya.
Untuk itu menurutnya, pemerintah perlu mulai menerapkan standar satu kamar diisi empat atau enam tahanan. Selain itu Kepala Lapas yang berkolusi dengan napi potensial juga harus dikenakan sanksi pidana. “Tanpa tindakan tegas Lapas tidak akan terkendali dan tidak akan ada efek jera, baik bagi aparat Lapas maupun para napi korupsi dan narkoba,” katanya.
Anggota DPR Tak Kompak
Sedangkan anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menanggapi dengan enteng kasus kerusuhan yang berujung kaburnya ratusan napi dari Lapas Tanjunggusta. Ruhut mengatakan, penyebab utama tragedi itu adalah over capacity Lapas Tanjunggusta. Faktor pemicu amarah, lanjut politisi Partai Demokrat itu, adalah matinya listrik dan air di Lapas.
“Jadi tak ada kaitannya dengan masalah PP (PP Nomor 99 Tahun 2012, red),” ujar Ruhut kepada koran ini di Jakarta, kemarin (14/7).
Apakah Komisi III DPR yang mengurusi soal hukum akan mendorong pemerintah segera membangun lapas-lapas sehingga tidak over capacity? Ruhut tidak menjawab tegas. Dia hanya mengatakan bahwa bukan perkara mudah membuat para anggota DPR kompak, satu pendapat, dalam menyikapi satu kasus. Dengan demikian, pengambil keputusan terhadap satu masalah, teramat susah.
“Ambil contoh yang terbaru, RUU ormas. Begitu alotnya. Tidak gampang membuat keputusan di DPR. Partai kecil pun, dengan berapa anggota DPR, merasa berkuasa. Tapi begitu diajak voting, tidak mau,” kata pria yang biasa dipanggil Bang Poltak ini.
Dan apa yang diungkapkan Ruhut soal kekompakan anggota dewan langsung terbukti ketika anggota Komisi III yang lain, Bambang Soesatyo. Politisi ini tidak sepaham dengan Ruhut terkait kerusuhan di Tanjunggusta. Menurutnya, PP Nomor 99 Tahun 2012 termasuk sebagai pemicu kerusuhan. Pasalnya, selama ini PP dinilai justru telah menjadi alat bagi oknum-onum pejabat berwenang mengatur pemberian remisi kepada pihak-pihak yang mampu membayar. Sehingga menimbulkan kecemburuan narapidana lain yang tidak mampu membayar.
Bambang Soesatyo menambahkan, biasanya ada beberapa pasal dalam PP tersebut yang kerap dipermainkan menjadi barang dagangan. Yaitu pasal 34, mengatur tata cara mendapatkan remisi, Pasal 36 mengatur tatacara mendapatkan asimilasi, Pasal 39 tentang pencabutan asimilasi dan Pasal 43 mengatur tentang Pembebasan Bersyarat. “Nah pasal-pasal ini yang kerap diberlakukan pada terpidana kasus korupsi, narkoba dan terorisme. Jadi sudah bukan rahasia lagi bahwa remisi dalam praktiknya ibarat barang dagangan. Sangat mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berwenang melaksanakan PP ini, yakni oknum Kemenhukham,” ujarnya di Jakarta, Minggu (14/7).
Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet ini, para oknum dimaksud bahkan tidak lagi segan-segan mengajukan pertanyaan berani bayar berapa kepada narapidana kasus korupsi dan terpidana kasus narkoba. Karena dinilai mereka masih memiliki sejumlah uang yang sangat besar. Sementara di sisi lain, para terpidana dua kasus ini juga biasanya berani bayar berapa saja untuk mendapatkan keringanan hukuman.
Dihubungi terpisah, krominolog Universitas Indonesia, Mulyana W Kusumah, menuturkan kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta Kamis (11/7) lalu, bukanlah yang pertama. Sebelumnya peristiwa yang sama pernah terjadi pada Mei 1996, Januari 2013 dan April 2013.
“Tapi selama ini tetap tidak ada perbaikan dalam kebijakan umum pelaksanaan pemasyarakatan yang merupakan tanggung jawab pemerintah lewat Kemenhukham. Yang terjadi kebijakan umum justru menjauh dari Standard Minimum Rules for Prisoners (Standar Aturan Minimal Pemenjaraan), manajemen Lapas tidak dapat mengoptimalkan pembinaan napi,” ujarnya.
Karena itu menurutnya, sudah saatnya dilakukan evaluasi dengan parameter obyektif terhadap kebijakan umum serta pola pembinaan napi yang dijalankan selama ini. Langkah tersebut perlu dilakukan dengan melibatkan para ahli sesuai bidangnya. Baik bidang penologi (pakar ilmu kepenjaraan), psikologi kriminal, kriminologi dan bidang-bidang lain.
“Kerusuhan terjadi disebabkan berbagai faktor. Di antaranya ada pengelompokkan napi yang dilakukan atau yang sudah menjadi ciri di berbagai Lapas Kelas I dengan tokoh-tokoh berpengaruh. Mereka dapat berperan sebagai pemelihara stabilitas penjara. Akan tetapi juga dapat menjadi faktor yang mendorong destabilisasi Lapas,” katanya.
Mulayana menilai, kebijakan ekstra restriktif yang dituangkan dalam bentuk regulasi pembatasan hak-hak napi, seperti yang tertuang dalam PP Nomor 99 tahun 2012, mendorong tokoh-tokoh tersebut mempengaruhi napi lain melakukan perlawanan terbuka dan terselubung. (far/sam/gir)
[table caption=”Lapas dan Rutan di Sumut”]
Jumlah Lapas/Rutan di Sumut: 26
Jumlah Cabang Rutan: 11
Total: 37
[/table]
Kapasitas Lapas/Rutan di Sumut: 10,515
Jumlah Napi/Tahanan di Sumut: 17,886
Prosentase: 170 %
[table th=”1″]
Lapas/Rutan,Penghuni,Kapasitas
Lapas Kelas I Medan,2.600,1.054,
Lapas Anak Kelas IIa Medan,622,250
Lapas Wanita Kelas IIa Medan,471,150
Lapas Kelas IIa Pematangsiantar,976,500
Lapas Narkotika Kelas IIa Pematangsiantar,33,420
Lapas Kelas IIa Labuhanruku,839,300
Lapas Kelas IIa Sibolga,522,332
Lapas Kelas IIa Binjai,897,274
Lapas Kelas IIa Rantauprapat,943,375
Lapas Kelas IIb Siborongborong,327,350
Lapas Kelas IIb Panyabungan,299,300
Lapas Kelas IIb Tanjungbalai,681,198
Lapas Kelas IIb Tebingtinggi,750,584
Lapas Kelas IIb Padangsidempuan,550,240
Lapas Kelas IIb Lubukpakam,1.022,350
Lapas Kelas IIb Gunungsitoli,304,200
Rutan Kelas I Medan,”3,071″,700
Rutan Kelas IIb Kabanjahe,312,193
Rutan Kelas IIb Tarutung,151,150
Rutan Kelas IIb Sidikalang,200,250
Rutan Kelas IIb Pangkalanbrandan,181,200
Rutan Kelas IIb Labuhandeli,835,500
Rutan Kelas IIb Balige,154,100
Rutan Kelas IIb Tanjungpura,442,145
[/table]
Sumber: ditjenpas data per Juli 2013