Ia pun belum mengetahui apakah mobil dinas yang dipakainya akan dipulangkan berdasar aturan baru tersebut. “Sebenarnya kan kalau dihitung, cuma beda tipis. Andai kata mobil dinas dikembalikan, kita dapat uang transportasi. Sama saja saya pikir,” sebutnya.
Kenaikan berbagai tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan dan anggota dewan ini, mendapat kritikan dari pengamat anggaran Elfenda Ananda.
Menurut dia jangan sampai APBD daerah terbebani karenanya. “Sebenarnya ini cukup memberatkan daerah. Khusus daerah-daerah yang memiliki keuangan terbatas, akan mempersulit daerah itu berinovasi menyusun rencana belanja dan kepentingan masyarakat,” katanya.
Apalagi ia menyebut kenaikan ini cukup signifikan terhadap dewan. Di sisi lain ia berpandangan sekaligus mempertanyakan, dengan kenaikan ini berbanding lurus dengan peningkatan kinerja anggota dewan. “Sebab kita tahu persis bagaimana kualitas dan kemampuan anggota dewan kita saat ini. Apakah ini sudah dipertimbangkan sebelumnya atau tidak, ini yang perlu diketahui publik. Karena selama ini kegiatan mereka (dewan) banyak bersifat seremonial,” kata mantan Sekretaris FITRA Sumut itu.
Ia contohkan kualitas kinerja dewan bisa diukur pada hasil produk legislasi, di mana lebih banyak untuk kebutuhan masyarakat luas dibanding kelompok. Kemudian komitmen memperjuangkan kepentingan rakyat yang tertindas, dibanding sekadar melakukan pencitraan semata.
“Harus kita akui, rapor anggota dewan kita hari ini sangat buruk. Susah ditemukan yang vokal memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat. Produk hukum yang disahkan juga hanya sekadar kuantitas bukan kualitas. Belum lagi lemahnya mereka mengawal dan mengawasi kinerja aparatur pemerintah,” katanya.
Diketahui, pada 30 Mei 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Dari PP ini diatur kesejahteraan ketua DPRD maupun anggota dewan dengan berbagai tunjungan kesejahteraan. (prn/ila)