MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sepanjang 2018-2019, Pemerintah Kota (Pemko) Medan sudah memberhentikan 19 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat kasus korupsi dan status hukumnya inkrah (sudah berkekuatan hukum tetap). Saat ini, masih ada 2 ASN koruptor lagi yang belum dipecat Sehingga ditotalnya, ada 21 ASN yang terlibat kasus korupsi di jajaran Pemko Medan.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Medan, Muslim Harahap mengatakan, setelah berkordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Regional Sumut diketahui, masih ada dua ASN terpidana kasus korupsi yang belum dipecat. Menurutnya, data dari Kemendagri yang menyatakan masih ada 7 ASN terpidana kasus korupsi yang belum dipecat tidak tepat.
Kata dia, sejauh ini Pemko Medan sudah dua kali memecat ASN terpidana kasus korupsi dengan jumlah 19 orang. Tahun 2018 ada 11 orang. Sedangkan tahun 2019 ada 8 orang. “Ternyata data yang 8 ASN yang sudah dipecat gelombang kedua itu tidak masuk ke Kemendagri. Di sana hanya tercatat 3. Makanya mereka bilang 7 orang. Setelah koordinasi dengan BKN Regional Sumut ternyata ada 2 lagi, itupun kasusnya baru inkrah (berkekuatan hukum tetap),” jelasnya, di Balai Kota Medan, akhir pekan lalu.
Mengenai 2 ASN terpidana kasus korupsi itu, lanjut dia, saat ini sedang dalam proses pemecatan gelombang ketiga. “Surat Keputusan (SK) nya sedang dipersiapkan. Kami punya waktu 14 hari kerja untuk memprosesnya, terhitung sejak pekan kemarin,” paparnya.
Menyikapi ini, Ketua Komisi I DPRD Medan, Sabar Syamsurya Sitepu menilai, jumlah 21 orang ASN Pemko Medan yang terlibat korupsi itu terbilang cukup banyak. Karenanya, begitu banyak hal yang harus dikoreksi dari Pemko Medan saat ini. Diantaranya adalah lemahnya pengawasan Inspektorat dan sistem yang masih sangat memungkinkan bagi oknum-oknum ASN melakukan tindak pidana korupsi.
“Sistem di Pemko Medan ini banyak yang harus dibenahi. Saya tahu sudah banyak yang dibenahi, tapi sistemnya masih memungkinkan bagi para ASN untuk melakukan tindakan korupsi,” ucap Sabar kepada Sumut Pos via ponselnya, Minggu (14/7).
Selain itu, kata Sabar, keterlibatan Inspektorat Kota Medan dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di jajaran ASN Pemko Medan sangat berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya tingkat korupsi di Pemko Medan. “Sebaik-baiknya sistem tak ada yang tak bercelah, selalu ada kesempatan untuk korupsi. Hanya saja, soal tinggi atau rendahnya kesempatan. Makanya Inspektorat itu harus kerja, kerjanya harus ekstra dalam melakukan pengawasan. Tingginya angka korupsi di jajaran Pemko Medan membuktikan rendahnya kualitas kinerja Inspektorat di Kota Medan,” ujarnya.
Disebutkan Sabar, banyaknya ASN di Pemko Medan yang terbukti korupsi oleh Inspektorat, bukanlah sebuah prestasi, melainkan sebuah catatan penting bahwa Inspektorat hanya bekerja untuk melakukan penindakan dan tidak melakukan tugasnya dalam pencegahan. “Justru disebut berhasil kalau yang terlibat korupsi itu sedikit atau tidak ada. Bukan karena tidak ada yang ditindak, tetapi karena memang tidak ada yang korupsi. Jadi fungsi pencegahan itu yang paling penting, kalau berhasil mencegah berarti Inspektorat sudah bekerja,” terangnya.
Selain itu, Sabar juga meminta kepada Walikota Medan untuk terus meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan pencegahan korupsi dijajarannya. Salah satunya, kata Sabar yaitu dengan meningkatkan kerjasama dengan Kejaksaan melalui program TP4D.
“Jadi ada pengawasan supaya tidak ada celah untuk korupsi, supaya ada juga edukasi pada ASN, mana yang boleh dan yang tidak di lapangan. Bukan cuma surat edaran di atas kertas dan secara teori, begitu di lapangan ASN nya tak bisa membedakan mana yang melanggar dan mana yang tidak. Ini bahaya. Itu sebabnya upaya pencegahan itu yang harus ditingkatkan,” tegasnya.
Dilanjutkan Sabar, adanya dana kelurahan tahun ini juga harus menjadi perhatian khusus bagi Pemko Medan dan Inspektorat untuk terus melakukan pengawasan terhadap para Lurah di Kota Medan. Tidak adanya pengawasan kepada para Lurah, disebut Sabar akan menjadikan banyak Lurah dikota Medan terlibat kasus hukum.
“Ini ‘kan kasihan, mereka harus diberi edukasi dan terus diawasi. Pengelolaan dananya harus transparan, pihak-pihak terkait yang sifatnya untuk mengawasi juga harus dilibatkan agar tidak ada kesempatan untuk melakukan korupsi. Korupsi itu bisa dari mana saja, dari perangkat terkecil hingga terbesar,” tuturnya.
Artinya, kata Sabar, sistem saja tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat. Begitupun sebaliknya, sistem juga sangat mempermudah pihak-pihak pengawas dalam melakukan pengawasan. “Pengawasan juga harus dari yang terkecil hingga terbesar, harus ekstra ketat pengawasan ASN dikota Medan ini, malu kita kalau misalnya kota Medan bukan hanya jadi kota terjorok tapi juga kota terkorup,” tutupnya. (map)