30.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Jurnalis yang Suka Disepelekan Itu, Kini Telah Tiada

MEDAN, SUMUTPOS.CO – “Mas lebih suka direndahkan dan disepelekan orang, daripada Mas menyepelekan dan merendahkan orang lain”.

Bambang Soed SEMASA HIDUP: Foto RR Bambang Soedjiartono atau lebih dikenal Bambang Soed, semasa hidup.

Ini adalah kata-kata yang sering diucapkan Mas Bambang Soed. Setiap kali kami ketemu dan berdiskusi. Seingat saya, sekira lima tahun lalu, perdana bertemu sosok beliau. Di acara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan.

Kebetulan saya diundang oleh sahabat saya, Ketua AJI Medan, Liston Damanik. Saya masih wartawan pemula saat itu. Di sesi istirahat kegiatan diskusi itu, kami terlibat ngobrol dengan intens. Mas Bambang begitu hangat memulai percakapan. Mulai menanyakan di mana saya liputan sehari-hari, sampai apa saja liputan yang pernah saya buat selama menjadi jurnalis.

Tak hanya seputar kegiatan jurnalistik, kami juga saling menanyakan tentang kehidupan pribadi dan keluarga. Kebetulan saya masih lajang waktu itu, sehingga saya yang lebih ‘kepo’ bertanya soal keseharian beliau. Mas Bambang antusias. Ia mengajarkan saya banyak hal. Salah satunya soal bagaimana mengawal pendidikan untuk ketiga putrinya. Sebelum putri-putrinya tamat di bangku sekolah dasar, ia sudah memikirkan jenjang berikutnya agar bisa studi di sekolah atau bahkan universitas negeri. Faktanya, itu berhasil. Ketiga putrinya yang saya tau, akhirnya merasakan bangku kuliah di universitas negeri top di Sumut ini. Dua orang di antaranya, sedang memulai karir di dunia kerja.

Telisik punya telisik, pola ini ternyata sudah lama ia terapkan sejak aktif sebagai jurnalis di Majalah Tempo. Bagaimana menyesuaikan liputan melalui Term of Reference (TOR) dari redaksi di Jakarta, dengan jarak tempuh atau waktu untuk menguji data diperoleh sebelumnya di lapangan. Semasa aktif sebagai jurnalis, Mas Bambang bertanggungjawab untuk area Sumut dan Aceh. Berbagai rubrik juga ia tanggungjawabi kala itu.

“Dalam liputan investigasi, riset merupakan langkah awal yang penting kita lakukan sebagai jurnalis investigasi. Jika kita sudah lakukan riset, maka 80 persen tugas investigasi itu sudah selesai,” ungkap pemilik nama lengkap RR Bambang Soedjiartono tersebut.

Bagi Mas Bambang, mengatur ritme kerja sama pentingnya dengan mengawal jenjang pendidikan anak. Kesimpulan ini yang saya tarik, dari hasil diskusi kami waktu itu. “Karena sebagai orangtua, kita punya kewajiban untuk memastikan anak-anak kita memiliki kualitas pendidikan yang baik. Buat masa depan mereka juga,” tuturnya.

Sering berjalan waktu, kami juga pernah ketemu di salah satu kegiatan lain. Tentu dengan cerita yang lebih segar lagi. Namun tetap, Mas Bambang selalu hangat dalam memancing obrolan menjadi cair. Nasehat dan saran-sarannya, selalu bernas serta memberi pencerahan buat saya. Di tiap obrolan, ia kerap tekankan bahwa lebih suka menjadi orang yang disepelekan, tetapi tidak pernah ingin menyepelekan orang lain.

“Bagi Mas, ketika kita disepelekan dan direndahkan oleh orang lain, kita tidak pernah merasa terbebani. Tapi sebaliknya, jika kita selalu menyepelekan orang lain, itu beban buat diri kita sendiri. Tidur tak nyenyak, makan pun tak enak,” kata pendiri AJI Medan yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut periode pertama tersebut.

Kata-kata bernas itu tidak akan lagi saya dengar sampai kapanpun. Tapi akan selalu saya ingat selama hidup, dan menjadikannya sebagai ‘bahan bakar’ positif dalam menjalani kehidupan yang fana ini. Mas Bambang yang tinggal di Bajak III No.73 RAS, Kecamatan Medan Amplas kini sudah tidak merasakan sakitnya. Ia sudah tenang di sisi Sang Khalik, yang menciptakannya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 20.45 WIB, Selasa kemarin. (prn)

Teks foto

SEMASA HIDUP: Foto RR Bambang Soedjiartono atau lebih dikenal Bambang Soed, semasa hidup. (Facebook Bambang Soed)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – “Mas lebih suka direndahkan dan disepelekan orang, daripada Mas menyepelekan dan merendahkan orang lain”.

Bambang Soed SEMASA HIDUP: Foto RR Bambang Soedjiartono atau lebih dikenal Bambang Soed, semasa hidup.

Ini adalah kata-kata yang sering diucapkan Mas Bambang Soed. Setiap kali kami ketemu dan berdiskusi. Seingat saya, sekira lima tahun lalu, perdana bertemu sosok beliau. Di acara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan.

Kebetulan saya diundang oleh sahabat saya, Ketua AJI Medan, Liston Damanik. Saya masih wartawan pemula saat itu. Di sesi istirahat kegiatan diskusi itu, kami terlibat ngobrol dengan intens. Mas Bambang begitu hangat memulai percakapan. Mulai menanyakan di mana saya liputan sehari-hari, sampai apa saja liputan yang pernah saya buat selama menjadi jurnalis.

Tak hanya seputar kegiatan jurnalistik, kami juga saling menanyakan tentang kehidupan pribadi dan keluarga. Kebetulan saya masih lajang waktu itu, sehingga saya yang lebih ‘kepo’ bertanya soal keseharian beliau. Mas Bambang antusias. Ia mengajarkan saya banyak hal. Salah satunya soal bagaimana mengawal pendidikan untuk ketiga putrinya. Sebelum putri-putrinya tamat di bangku sekolah dasar, ia sudah memikirkan jenjang berikutnya agar bisa studi di sekolah atau bahkan universitas negeri. Faktanya, itu berhasil. Ketiga putrinya yang saya tau, akhirnya merasakan bangku kuliah di universitas negeri top di Sumut ini. Dua orang di antaranya, sedang memulai karir di dunia kerja.

Telisik punya telisik, pola ini ternyata sudah lama ia terapkan sejak aktif sebagai jurnalis di Majalah Tempo. Bagaimana menyesuaikan liputan melalui Term of Reference (TOR) dari redaksi di Jakarta, dengan jarak tempuh atau waktu untuk menguji data diperoleh sebelumnya di lapangan. Semasa aktif sebagai jurnalis, Mas Bambang bertanggungjawab untuk area Sumut dan Aceh. Berbagai rubrik juga ia tanggungjawabi kala itu.

“Dalam liputan investigasi, riset merupakan langkah awal yang penting kita lakukan sebagai jurnalis investigasi. Jika kita sudah lakukan riset, maka 80 persen tugas investigasi itu sudah selesai,” ungkap pemilik nama lengkap RR Bambang Soedjiartono tersebut.

Bagi Mas Bambang, mengatur ritme kerja sama pentingnya dengan mengawal jenjang pendidikan anak. Kesimpulan ini yang saya tarik, dari hasil diskusi kami waktu itu. “Karena sebagai orangtua, kita punya kewajiban untuk memastikan anak-anak kita memiliki kualitas pendidikan yang baik. Buat masa depan mereka juga,” tuturnya.

Sering berjalan waktu, kami juga pernah ketemu di salah satu kegiatan lain. Tentu dengan cerita yang lebih segar lagi. Namun tetap, Mas Bambang selalu hangat dalam memancing obrolan menjadi cair. Nasehat dan saran-sarannya, selalu bernas serta memberi pencerahan buat saya. Di tiap obrolan, ia kerap tekankan bahwa lebih suka menjadi orang yang disepelekan, tetapi tidak pernah ingin menyepelekan orang lain.

“Bagi Mas, ketika kita disepelekan dan direndahkan oleh orang lain, kita tidak pernah merasa terbebani. Tapi sebaliknya, jika kita selalu menyepelekan orang lain, itu beban buat diri kita sendiri. Tidur tak nyenyak, makan pun tak enak,” kata pendiri AJI Medan yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut periode pertama tersebut.

Kata-kata bernas itu tidak akan lagi saya dengar sampai kapanpun. Tapi akan selalu saya ingat selama hidup, dan menjadikannya sebagai ‘bahan bakar’ positif dalam menjalani kehidupan yang fana ini. Mas Bambang yang tinggal di Bajak III No.73 RAS, Kecamatan Medan Amplas kini sudah tidak merasakan sakitnya. Ia sudah tenang di sisi Sang Khalik, yang menciptakannya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 20.45 WIB, Selasa kemarin. (prn)

Teks foto

SEMASA HIDUP: Foto RR Bambang Soedjiartono atau lebih dikenal Bambang Soed, semasa hidup. (Facebook Bambang Soed)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/