26.7 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

RP1,5 Miliar Disetor ke Bank Selama 5 Tahun, Peredaran Uang Palsu Meningkat

BAKAR: Kakanwil BI Perwakilan Sumut, Wiwiek Sisto Widayat (kiri) menyaksikan Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto membakar uang palsu di Mapoldasu, Rabu (14/8).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dari tahun ke tahun, peredaran pecahan Rupiah palsu di Sumatera Utara meningkat. Tahun 2016 ditemukan hampir 4 ribuan lembar. Tahun berikutnya meningkat lebih seribu lembar. Tahun 2018, naik lagi 200-an lembar dari tahun 2017. Seluruh uang palsu itu ditemukan oleh pihak perbankan, hasil setoran masyarakat.

TEMUAN uang palsu itu terungkap saat pemusnahan 21.632 lembar uang Rupiah palsu berbagai pecahan di halaman Mapolda Sumut, Rabu (14/8). Uang palsu senilai Rp1,5 miliar lebih (jika dirupiahkan) itu dimusnahkan dengan cara dibakar, oleh aparat Direktorat Reskrimsus Polda Sumut dan Kantor Perwakilan Wilayah (KPW) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumut, dipimpin oleh Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto.

Turut menyaksikan stake holder terkait, seperti Kejatisu, Pengadilan Negeri Medan, Bea & Cukai serta perbankan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara, Wiwiek Sisto Widayat mengatakan ke-21.632 lembar uang rupiah palsu yang dibakar terdiri dari pecahan Rp100.000 (8.974 lembar), Rp50.000 (11.850 lembar), Rp20.000 (636 lembar), Rp10.000 (88 lembar), Rp5.000 (83 lembar), dan Rp2.000 (1 lembar).

“Tahun 2016, uang palsu ditemukan sebanyak 3,902 lembar. Tahun 2017 sebanyak 5.236 lembar. Dan tahun 2018 sebanyak 5.480 lembar. Selebihnya temuan tahun 2014 dan 2015,” jelas Wiwiek.

Uang Rupiah palsu tersebut ditemukan dari setoran masyarakat ke perbankan, yang kemudian diklarifikasi bank bersangkutan ke Bank Indonesia. Artinya, temuan ini merupakan hasil klarifikasi Bank Indonesia terhadap uang setoran perbankan selama 5 tahun terakhir.

Wiwiek menjelaskan prosedurnya, yakni apabila setoran uang Rupiah dari perbankan ke Bank Indonesia ternyata ditemukan ada yang palsu, maka langsung diinformasikan kepada bank bersangkutan. Uang palsu tersebut menjadi kerugian pihak perbankan, dan uang itu ditarik.

Selain dari setoran perbankan, temuan uang palsu juga berdasarkan hasil laporan masyarakat yang membawa uang Rupiah diduga palsu, kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, BI melakukan penelitian keaslian ke laboratorium.

“Apabila uang itu terbukti palsu, maka uang yang dibawa masyarakat yang terindikasi palsu itu diganti oleh Bank Indonesia dengan yang asli. Biasanya, laporan dari masyarakat ini jumlahnya sedikit. Paling satu atau dua lembar,” sebut Wiwiek.

Berbagai upaya terus dilakukan BI untuk mencegah pemalsuan uang Rupiah. Tetapi tetap saja ada oknum-oknum yang mencoba memalsukan.

“Tahun 2019 ini mulai Januari hingga Juli, masih ditemukan sekitar 380 lembar uang Rupiah palsu berbagai pecahan. Nanti pada waktunya akan dimusnahkan. Tahun 2019 ini, tren pemalsuan nampaknya mengalami penurunan,” katanya.

Ia menyebutkan, temuan ribuan lembar uang Rupiah palsu ini diserahkan Bank Indonesia ke Direktorat Reskrimsus Polda Sumut untuk diamankan sementara, sebelum dilakukan pemusnahan.

“Temuan uang palsu ini telah melewati penelitian keaslian atas uang rupiah di Laboratorium Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC),” ungkap Wiwiek.

Sedangkan pemusnahan rupiah palsu ini telah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Nomor 01/PEN. PlD/P MUS/2019/PN. MEDAN, tanggal 1 Maret 2019.

Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto mengatakan, dalam memerangi peredaran uang palsu, pihaknya dan jajaran telah melakukan penanganan kasus uang rupiah palsu sebanyak 27 kasus pada periode 2017 sampai dengan 2019.

Dari 27 kasus tersebut, dapat terselesaikan 24 kasus dan 3 kasus masih dalam tahap penyidikan. “Perlindungan terhadap uang rupiah dimuat dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pada Pasal 35, 36 dan 37 diatur tentang kejahatan terhadap mata uang rupiah dalam hal pemalsuan uang rupiah, menyimpan secara fisik, mengedarkan atau membelanjakan, membawa atau memasukkan ke dalam atau ke luar wilayah NKRI serta mengimpor atau mengekspor rupiah palsu, dengan ancaman pidana mulai 10 tahun hingga seumur hidup,” tegasnya.

Agus menambahkan, dalam kasus uang palsu ini terdapat beberapa hal penting tentang penanggulangannya. Antara lain, minimnya pemahaman masyarakat terkait ciri keaslian rupiah.

Selain itu, wilayah peredaran uang palsu yang berada di daerah-daerah pusat perekonomian dengan ukuran perekonomian yang besar dan rendahnya putusan tindak pidana rupiah palsu.

ATM Tidak Mampu Deteksi Upal

Lebih lanjut Wiwiek mengakui, hingga kini seluruh mesin ATM yang dioperasikan oleh perbankan tak mampu mendeteksi uang palsu. Meski demikian, para pelaku pemalsu uang tak bisa menggunakan mesin ATM sebagai salahsatu modus menyebarkan uang palsu, karena akan langsung terlacak.

“Para pengedar uang palsu akan sulit menggunakan mesin-mesin ini untuk mengedarkan uang palsu karena rekening pelaku akan langsung terlacak,” katanya.

Selama ini, uang palsu yang ditemukan telah lebih dahulu beredar ke masyarakat.

Ditanya mengenai modus penggunaan mesin tarik tunai, hingga kini pihaknya belum mendapat laporan dari masyarakat ada uang palsu yang ditarik dari ATM.

“Sebelum diisi ke ATM, uang-uang tersebut lebih dahulu diidentifikasi oleh perbankan yang bersangkutan. Tidak ada penemuan seperti itu di Sumatera Utara. Laporan dari masyarakat juga belum ada,” katanya.

Dijelaskannya, uang yang masuk ke perbankan melalui mesin setor tunai akan diolah dan diidentifikasi, apakah terindikasi palsu atau tidak. Jika perbankan menemukan ada indikasi uang palsu, mereka tidak bisa langsung memutuskan temuan itu sebagai uang palsu.

“Jadi, uang yang terindikasi palsu itu diserahkan ke Bank Indonesia. Lantas dianalisis di laboratorium BI untuk dipastikan apakah uang itu palsu atau tidak,” cetus Wiwiek.

Menurut dia, uang palsu teksturnya sangat licin sedangkan yang asli pasti kasar.

“Perbankan tidak memiliki alat yang canggih, hanya ada alat ultra violet. Sedangkan BI memiliki alat yang dapat benar-benar mendeteksi uang palsu hingga ke bagian dalam unsur dari uang,” beber Wiwiek.

Oleh karena itu, untuk mencegah peredaran uang palsu meluas maka dilakukan salah satunya pembelajaran kepada masyarakat. Pembelajaran untuk mengetahui uang palsu secara fisik, yaitu melalui ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan 3D yakni Dilihat, Diraba dan Diterawang.

“Sekali lagi saya sampaikan, uang diduga palsu belum bisa dinyatakan palsu sebelum melalui proses penelitian keaslian melalui peralatan di BI-CAC,” tukasnya.

Adapun wilayah peredaran uang palsu ditengarai paling banyak di daerah-daerah pusat perekonomian dengan ukuran perekonomian yang besar. (ris)

BAKAR: Kakanwil BI Perwakilan Sumut, Wiwiek Sisto Widayat (kiri) menyaksikan Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto membakar uang palsu di Mapoldasu, Rabu (14/8).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dari tahun ke tahun, peredaran pecahan Rupiah palsu di Sumatera Utara meningkat. Tahun 2016 ditemukan hampir 4 ribuan lembar. Tahun berikutnya meningkat lebih seribu lembar. Tahun 2018, naik lagi 200-an lembar dari tahun 2017. Seluruh uang palsu itu ditemukan oleh pihak perbankan, hasil setoran masyarakat.

TEMUAN uang palsu itu terungkap saat pemusnahan 21.632 lembar uang Rupiah palsu berbagai pecahan di halaman Mapolda Sumut, Rabu (14/8). Uang palsu senilai Rp1,5 miliar lebih (jika dirupiahkan) itu dimusnahkan dengan cara dibakar, oleh aparat Direktorat Reskrimsus Polda Sumut dan Kantor Perwakilan Wilayah (KPW) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumut, dipimpin oleh Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto.

Turut menyaksikan stake holder terkait, seperti Kejatisu, Pengadilan Negeri Medan, Bea & Cukai serta perbankan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara, Wiwiek Sisto Widayat mengatakan ke-21.632 lembar uang rupiah palsu yang dibakar terdiri dari pecahan Rp100.000 (8.974 lembar), Rp50.000 (11.850 lembar), Rp20.000 (636 lembar), Rp10.000 (88 lembar), Rp5.000 (83 lembar), dan Rp2.000 (1 lembar).

“Tahun 2016, uang palsu ditemukan sebanyak 3,902 lembar. Tahun 2017 sebanyak 5.236 lembar. Dan tahun 2018 sebanyak 5.480 lembar. Selebihnya temuan tahun 2014 dan 2015,” jelas Wiwiek.

Uang Rupiah palsu tersebut ditemukan dari setoran masyarakat ke perbankan, yang kemudian diklarifikasi bank bersangkutan ke Bank Indonesia. Artinya, temuan ini merupakan hasil klarifikasi Bank Indonesia terhadap uang setoran perbankan selama 5 tahun terakhir.

Wiwiek menjelaskan prosedurnya, yakni apabila setoran uang Rupiah dari perbankan ke Bank Indonesia ternyata ditemukan ada yang palsu, maka langsung diinformasikan kepada bank bersangkutan. Uang palsu tersebut menjadi kerugian pihak perbankan, dan uang itu ditarik.

Selain dari setoran perbankan, temuan uang palsu juga berdasarkan hasil laporan masyarakat yang membawa uang Rupiah diduga palsu, kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, BI melakukan penelitian keaslian ke laboratorium.

“Apabila uang itu terbukti palsu, maka uang yang dibawa masyarakat yang terindikasi palsu itu diganti oleh Bank Indonesia dengan yang asli. Biasanya, laporan dari masyarakat ini jumlahnya sedikit. Paling satu atau dua lembar,” sebut Wiwiek.

Berbagai upaya terus dilakukan BI untuk mencegah pemalsuan uang Rupiah. Tetapi tetap saja ada oknum-oknum yang mencoba memalsukan.

“Tahun 2019 ini mulai Januari hingga Juli, masih ditemukan sekitar 380 lembar uang Rupiah palsu berbagai pecahan. Nanti pada waktunya akan dimusnahkan. Tahun 2019 ini, tren pemalsuan nampaknya mengalami penurunan,” katanya.

Ia menyebutkan, temuan ribuan lembar uang Rupiah palsu ini diserahkan Bank Indonesia ke Direktorat Reskrimsus Polda Sumut untuk diamankan sementara, sebelum dilakukan pemusnahan.

“Temuan uang palsu ini telah melewati penelitian keaslian atas uang rupiah di Laboratorium Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC),” ungkap Wiwiek.

Sedangkan pemusnahan rupiah palsu ini telah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Nomor 01/PEN. PlD/P MUS/2019/PN. MEDAN, tanggal 1 Maret 2019.

Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto mengatakan, dalam memerangi peredaran uang palsu, pihaknya dan jajaran telah melakukan penanganan kasus uang rupiah palsu sebanyak 27 kasus pada periode 2017 sampai dengan 2019.

Dari 27 kasus tersebut, dapat terselesaikan 24 kasus dan 3 kasus masih dalam tahap penyidikan. “Perlindungan terhadap uang rupiah dimuat dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pada Pasal 35, 36 dan 37 diatur tentang kejahatan terhadap mata uang rupiah dalam hal pemalsuan uang rupiah, menyimpan secara fisik, mengedarkan atau membelanjakan, membawa atau memasukkan ke dalam atau ke luar wilayah NKRI serta mengimpor atau mengekspor rupiah palsu, dengan ancaman pidana mulai 10 tahun hingga seumur hidup,” tegasnya.

Agus menambahkan, dalam kasus uang palsu ini terdapat beberapa hal penting tentang penanggulangannya. Antara lain, minimnya pemahaman masyarakat terkait ciri keaslian rupiah.

Selain itu, wilayah peredaran uang palsu yang berada di daerah-daerah pusat perekonomian dengan ukuran perekonomian yang besar dan rendahnya putusan tindak pidana rupiah palsu.

ATM Tidak Mampu Deteksi Upal

Lebih lanjut Wiwiek mengakui, hingga kini seluruh mesin ATM yang dioperasikan oleh perbankan tak mampu mendeteksi uang palsu. Meski demikian, para pelaku pemalsu uang tak bisa menggunakan mesin ATM sebagai salahsatu modus menyebarkan uang palsu, karena akan langsung terlacak.

“Para pengedar uang palsu akan sulit menggunakan mesin-mesin ini untuk mengedarkan uang palsu karena rekening pelaku akan langsung terlacak,” katanya.

Selama ini, uang palsu yang ditemukan telah lebih dahulu beredar ke masyarakat.

Ditanya mengenai modus penggunaan mesin tarik tunai, hingga kini pihaknya belum mendapat laporan dari masyarakat ada uang palsu yang ditarik dari ATM.

“Sebelum diisi ke ATM, uang-uang tersebut lebih dahulu diidentifikasi oleh perbankan yang bersangkutan. Tidak ada penemuan seperti itu di Sumatera Utara. Laporan dari masyarakat juga belum ada,” katanya.

Dijelaskannya, uang yang masuk ke perbankan melalui mesin setor tunai akan diolah dan diidentifikasi, apakah terindikasi palsu atau tidak. Jika perbankan menemukan ada indikasi uang palsu, mereka tidak bisa langsung memutuskan temuan itu sebagai uang palsu.

“Jadi, uang yang terindikasi palsu itu diserahkan ke Bank Indonesia. Lantas dianalisis di laboratorium BI untuk dipastikan apakah uang itu palsu atau tidak,” cetus Wiwiek.

Menurut dia, uang palsu teksturnya sangat licin sedangkan yang asli pasti kasar.

“Perbankan tidak memiliki alat yang canggih, hanya ada alat ultra violet. Sedangkan BI memiliki alat yang dapat benar-benar mendeteksi uang palsu hingga ke bagian dalam unsur dari uang,” beber Wiwiek.

Oleh karena itu, untuk mencegah peredaran uang palsu meluas maka dilakukan salah satunya pembelajaran kepada masyarakat. Pembelajaran untuk mengetahui uang palsu secara fisik, yaitu melalui ciri-ciri keaslian uang rupiah dengan 3D yakni Dilihat, Diraba dan Diterawang.

“Sekali lagi saya sampaikan, uang diduga palsu belum bisa dinyatakan palsu sebelum melalui proses penelitian keaslian melalui peralatan di BI-CAC,” tukasnya.

Adapun wilayah peredaran uang palsu ditengarai paling banyak di daerah-daerah pusat perekonomian dengan ukuran perekonomian yang besar. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/