Kisah Ibu yang Bayinya Tewas Usai Ditangani di Rumah Bersalin Martua Sudarlis
Setelah belasan tahun mendambakan seorang anak laki-laki harus berakhir dengan kesedihan. Pasalnya, bidan yang menangani persalinan dianggap tidak profesional mengakibatkan anaknya tewas usai proses persalinan.
Pengalaman pahit ini dialami Lenny Br Silitonga (35), warga Jalan Pelikan 7 Perumnas Mandala, Percut seituan. Anak lelaki pertamanya itu harus tewas setelah gagal dalam persalinan, Selasa (25/9) lalu sekitar pukul 11.00 WIB.
Lenny mengisahkan, proses persalinan saat itu dilakukan Novalina Sijabat, anak dari bidan Lisnur Sinaga pemilik rumah bersalin Martua Sudarlis Jalan Tiung Raya Perumnas Mandala, tempat Lenny menjalani proses kelahiran buah hatinya.
Saat itu tepatnya Selasa (25/9) sekitar pukul 11.00 WIB, di usia kandungannya 9 bulan lebih, Lenny dibawa oleh amang borunya M Br Sehite (44) dan ibunya Ida Tobing (61) ke rumah bersalin Martua Sudarlis.
Saat itu air ketubannya sudah keluar. Sampai di depan rumah bersalin, Lenny disambut para bidan muda di sana.
Lenny disuruh tiduran dan dipasangkan infus yang tidak beraturan pemasangannya. Namun, pukul 04.30 WIB, Lenny dipaksa ngeden agar persalinan segera dilakukan. Keluarga saat itu heran, karena perjanjian sebelumnya yang megang persalinan itu langsung Bidan Lisnur Sinaga, bukan anaknya Novalina.
“Dia (Novalina) sudah tahu anak di dalam perut Lenny tidak berada pada posisi normal (sunsang). Namun saat itu Novalina memaksa persalinan tanpa merujuk ke rumah sakit,”ungkap Lenny.
Alhasil persalinan kacau mengakibatkan kondisi Lenny semakin lemah.
“Saya rasa saya sudah mati saat itu, sudah dua anakku baru kali ini kurasakan persalinan yang sakit luar biasa. Tanpa tahu maksudnya, kelima jarinya (Novi) masuk ke kelamin saya. Saat itu terasa rabaan yang kasar di dalam, hingga sampai saya tidak sanggup menahan sakit. Dan saya juga menjadi heran saya dengar dari pembicaraan perawat itu, dia kasih saya infus cairan untuk anak karena alasan stok infus habis,” kenang Lenny, sedih saat ditemui dikediamannya belum lama ini.
Amang borunya, M Sehite mengatakan, proses persalinan yang dialami keponakannya itu sangat tidak wajar.
“Dari saya punya beberapa anak baru persalinan ini saya lihat ngeri. Tangan bidan itu dengan berulangkali masuk
merogoh kelamin keponakan saya. Dan saat rogohan pertama bidan itu mengeluarkan tangannya lagi dan mendapati cairan kental kuning. Pas saya tanya cairan apa itu, bidan itu dengan enaknya mengatakan itu lemak. Jadi ngeri saya lihatnya,” ujar Sehite.
Bahkan menurut Sehite, rogohan itu diulang kembali hingga keluarlah tali pusat si anak dan saat ditanya kembali, bidan itu mengatakan bokongnya (bayi) yang keluar dan tali pusatnya. Saat itu tampaklah raut ketakutan dan panik di wajahnya (Novalina). Lalu Novalina mencoba menelepon ibunya bidan Lisnur Sinaga yang katanya saat itu keluar.
“Saat itu dia (Novalina) betul-betul panik,” ucapnya.
Suasana rumah bersalin itu kian menjadi ramai. Kebingungan para bidan yang masih sekolah pun mewarnai kecemasan keluarga Lenny. Hingga akhirnya bidan Lisnur Sinaga datang. Dan melihat ketidakwajaran itu, langsung memerintahkan pada anaknya agar Lenny dirujuk segera ke rumah sakit Bakti Jalan HM Jhoni. Dengan mobil pribadi milik Lisnur Lenny dibawa ke RS swasta itu. Disana saat itu dr Hulman yang memegang Lenny, dan menurutnya leni harus di operasi. Operasi pun sukses dilakukan. Namun bayi laki-laki yang sudah didambakan selama 14 tahun oleh Lenny tidak terselamatkan, dan meninggal di dalam kandungan.
Mirisnya, selain bayi tidak bisa diselamatkan Lenny masih ditangih oleh Novalina biaya persalinan Rp300 ribu. Serta tambahan uang operasi Rp3 juta untuk RS Bakti.
Setelah proses kelahiran, keluarga sempat mepertanyakan legalitas Novalina Sejabat tentang regestrasi SIKB (Surat Izin Kerja Bidan) dan SIPB (Surat Izin Praktek Bidan) setelah apa yang dilakukannya pada Lenny.
“Seharusnyakan Bidan Lisnur Sinaga yang memiliki wewenang persalinan mengapa anaknya yang menangani,” ujar tulang korban, Tobing pada wartawan.
Sementara Bidan Lisnur Sinaga saat dikonfirmasi tidak dapat memberikan alasan jelas terkait persalinan yang dilakukan anaknya. “Bukan urusan kalian itu, jangan ikut campur. Kalau mau dinaikkan ke koran silahkan aja,” kata Lisnur kesal.
Sementara dr spesialis Obgyn, atau ahli kandungan, Christofel saat ditanya perihal persalinan yang benar, dirinya menjelaskan jika proses persalinan yang dilakukan seorang bidan ketika memeriksa kondisi anak di dalam kandungan tidak menunjukan kondisi baik atau tidak normal, seharusnya langsung dirujuk ke dokter spesialis kandungan.
“Itu sudah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1464 / MENKES / PER/ X/ 2010. Bagi ibu yang sudah mengalami gawat darurat pada kandungannya dengan arti, letak dan ukuran si bayi tidak normal saat diperiksa, seharusnya bidan yangmenangani harus segera merujuk ke dokter tanpa melakukan persalinan karena itu sudah tidak wewenangnya lagi. Bidan hanya dapat melakukan persalinan dengan secara normal,” jelasnya.
Disinggung terkait legalitas bidan, dr Christofel menjelaskan. Apabila pelaku (Bidan) persalinan yang tidak memiliki SIKB/SIPB bisa dapat sangsi. “Bila terbukti ada bidan yang tidak memiliki SIKB/ SIPB bisa dilaporkan ke Dinas Kesehatan,” tegasnya. (uma)