Soal Keberadaan Bakteri E-Coli di Air Isi Ulang
MEDAN-Keberadaan bakteri Essester Coli (E-Coli) di air isi ulang disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari kemampuan alat yang memproses air, kebersihan depot, hingga asal sumber air. Untuk sumber air, ditengarai kemunculan bakteri E-Coli karena tercemar (terkontaminasi) tinja (kotoran manusia).
Setidaknya hal ini diungkapkan seorang pakar kesehatan Universitas Sumatera Utara yang namanya tak ingin disebutkan. “Bakteri E-Coli ini biasanya merupakan tanda kontaminasi feses manusia (kotoran manusia) pada sumber air minum,” papar dia secara khusus pada Sumut Pos, belum lama inin
Kemudian, lanjutnya, ada tidaknya kontaminasi oleh bakteri pada air minum sebenarnya tergantung tempat pengambilan air yang dilakukan depot air minum tersebut. Misalnya, depot air minum yang sumber airnya dari air PDAM dan air sumur yang galiannya dekat dengan septi tank, jumlah kuantitas bakterinya akan jauh sangat berbeda. “Jadi sebelum membeli air minum, terlebih dahulu mengecek sumber airnya,” saran dia.
Selain itu, kehadiran bakteri E-Coli juga bisa dipicu karena penggunaan ultraviolet yang tidak sesuai antara kapasitas dan kecepatan air yang melewati penyinaran ultraviolet tersebut. Akibat air terlalu cepat, maka bakterinya tidak mati. Idealnya, untuk depot air minum isi ulang, kapasitas ultraviolet minimal adalah tipe 5 GPM atau daya lampu 30 watt dan kecepatan air yang melewati UV tersebut adalah 19 liter (1 galon ) per 1 menit 15 detik dan jangan lebih cepat dari itu. “Penyebab lain adalah kurangnya kebersihan depot dan lingkungan sekitar,” ujar sang dokter.
Tak hanya itu, sambungnya, karena keterbatasan modal, banyak yang membeli paket depot air yang harganya murah sehingga peralatan di bawah standar minimum. Harusnya, minimal menggunakan tabung berisi media pasir silika, karbon aktif, ultraviolet minimal tiype 5 GPM dan penyaringan micro filter/filter sedimen berukuran mulai 10 mikron sampai 01 mikron.
“Penyebab tambahan karena kurangnya kesadaran pemilik depot memeriksakan depotnya dalam 3 bulan sekali ke Dinas kesehatan setempat. Kontaminasi bakteri E-Coli ini biasanya merupakan tanda kontaminasi feses manusia (kotoran manusia) pada sumber air minum,” papar dia sembari mengatakan kalau tubuh manusia memiliki sistem pertahanan yang dapat menghalau bakteri-bakteri patogen yang masuk, sehingga jangan begitu khawatir mengkonsumsi air isi ulang tersebut.
Dan apa yang diungkapkan sang dokter sejalan dengan data milik Dinas Kesehatan Kota Medan. Dinas ini menemukan adanya 48 depot air isi ulang terkontaminasi bakteri E-Coli berdasarkan data sample yang diambil tahun 2010. Ini tak terlepas dari kurangnya pengawasan yang mereka lakukan terhadap 248 depot air minum isi ulang di Medan.
“Memang sih pemeriksaan tidak rutin dilakukan karena alasan anggaran. Fokus kita selama ini memang lebih kepada kegiatan yang urgent. Sementara untuk depot, fokus kita lebih kepada pembinaan baik dari alat yang digunakan, sanitasinya, hingga seluruh proses yang harus sesuai dengan prosedur,” jelas Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan Dr Mardohar Tambunan.
Namun, Mardohar memastikan jika bakteri E-Coli masih dalam kapasitas yang tercover alias belum dianggap bermasalah. “Karena di dalam perut kita juga ada E-Coli untuk proses pembusukan. Selama masih dalam ambang batas tertentu, tentunya masih bisa ditoleransi. Dinas Kesehatan akan menindaklanjuti dengan melakukan pembinaan melalui kerja sama dengan petugas laboratorium untuk mengatasi masalah tersebut,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan (Kadinkes) Medan Edwin Effendi juga mengatakan hal yang sama kalau bakteri E-Coli masih di bawah ambang batas dan tidak membahayakan bila dikomsumsi.
Di sisi lain, para pengusaha depot air minum isi ulang mengakui kalau pihak Dinas Kesehatan Medan jarang memeriksa depot mereka. Seperti yang dikatakan seorang pedagang air minum isi ulang, Ilham Water di Jalan Medan Denai.
Menurut Ilham, depot air minum isi ulang miliknya diperiksa Dinas Kesehatan Medan hanya setahun sekali. “Depot air milik saya sudah diuji, menggunakan air yang berkualitas baik,” akunya.
Dirinya mengaku membeli air langsung dari air pegunungan dengan harga Rp300 ribu per mobil tangki ukuran sedang. “Alhamdulillah, sejak membuka air minum isi ulang, belum ada konsumen saya yang komplain dengan mutu air kami, apalagi sampai diare,” kata dia.
Bermodal Izin Laboratorium dari Jakarta
Pengusaha depot lainnya, Ida di Jalan Letda Sujono Medan ini mengaku, tak terganggu dengan pemberitaan di media massa terkait bakteri E-Coli tercemar dalam air minum isi ulang. “Bakteri E-Coli di dalam air minum isi ulang itu biasanya karena menggunakan air yang kualitas tidak baik. Misalnya saja, mengambil air dari sumut bor,” kata dia, sedangkan dirinya menggunakan air isi ulang yang langsung dibeli dari pihak agen air yang berasal dari air pegunungan.
Pengusaha depot lainnya, Asrul di Jalan Serdang Medan mengaku, Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan pemeriksaan depot air miliknya hanya setahun sekali. “Tapi air isi ulang yang saya jual dari pegunungan dan bebas bakteri,” katanya.
Sedangkan Bobi, karyawan Bonus Water yang membuka depotnya di Jalan Muchtar Basri No 10 A Medan Timur mengaku, air dapot yang mereka jual bukan dari gunung. Tapi, menggunakan air bawah tanah dan izinnya dari Laboratorium Jakarta. “Tapi cabangnya di sini,” ucap Bobi.
Ia menjelaskan, dalam pembersihan air agar menjadi layak diminum melalui beberapa tahapan. Antara lain, kata Bobi, penyaringannya langsung dari mesin penyedot yang juga langsung ke dua tangki yang masing-masing dengan berat dua ton. Dari dua tangki itu, satu tangki untuk air minum dan satu lagi yang untuk kotoran air dipakai untuk menyuci piring atau yang lainnya. “Tangki depot air isi ulang ini semuanya ada lima, dua untuk membersihkan air dan dan tiga untuk air yang sudah kotor dalam pembersihan,” papar Bobi. Saat Bobi menunjukkan mesin penyedot tersebut ia kurang mengetahui berapa ke dalaman bor yang pasti. Akan tetapi menurutnya dipastikan puluhan meter ke dalam.
Sedangkan, Ana pemilik depot air di Jalan Bilal Medan Barat mengatakan, air yang dijualkannya tersebut berasal dari air pegunungan Sibolangit. “Tangki air yang ada didapot ini ada tiga dan juga ada mesin penyaringnya. Harga mesinnya sekarangnya Rp25 juta, lebih murah dari pada yang dulu,” ucapnya.
Per Hari Raup Rp450 Ribu
Lanjut Ana, saat membuka depot air minum isi ulang, sudah ada surat Dinas Kesehatan Medan. “Baru ini dinas kesehatan mengecek air ini,” katanya.
Sambungnya, untuk membeli air pegunungan tersebut satu tangki Rp300 ribu atau 6.500 liter dengan. “Satu hari bisa dapat Rp150 ribu dan dapat menghabiskan minimal satu hari itu tiga tangki,” ucap Ana.
Sedangkan Doni, pemilik depot air di Jalan Karya No 29 A Medan Barat mengatakan, sudah dari lima tahun membuka air isi ulang ini. Awalnya, ia mengatakan untuk membeli mesin depot ini harganya Rp20 juta per paketnya. “Per paket itu sudah ada tangki dan pembersihnya, seperti ada dua tangki yang kapasitasnya dua ton dan juga mempunyai saringan ozon (mematikan kuman) dan juga ada mesin untuk steril air tangki,” katanya.
Dalam sistem kerjanya, Doni menjelaskan, dua mesin ozon dan steril itu untuk membersihkan dan ada lampu yang menyinari dalam waktu produksi yang berfungsi matikan kuman dan sterilnya air minum tersebut. “Saya punya izin dari laboratorium Dinkes Medan dan dulu pernah dites airnya sekarang tidak pernah lagi,” ucapnya.
Pengonsumsi air depot, Wahyu Fahmi, warga Jalan Bambu Medan mengatakan, untuk membeli air isi ulang tersebut lebih mudah dan tidak lagi memasak. Tapi, akunya, terkadang air yang dibelinya terasa pahit dan tidak enak ditenggorokan. “Ada juga saat diminum tidak enak ditenggorokan dan terasa pahit, tapi untuk saat ini aku belum ada merasakan sakit perut,” ucapnya.
Hal yang tak jauh berbeda yang diungkapkan oleh Nani yang tinggal di Karya. Katanya, jika membeli air minum yang tidak langganannya terkadang tidak enak dirasakan. “Tapi, mau bagaimana lagi, kalau masak air repot. Kalau beli kan murah dan banyak airnya,” kata dia. (uma/omi/mag-19)