25.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

KPAID: Pengaruh Sinetron Abal-abal

Foto: Gatha Ginting/PM Bu Sri (45), orang tua NA (9) korban tindak asusila di sekolahnya di SD N Percobaan Jalan Sei Petani, saat membuat laporan ke Polresta Medan, Selasa (14/10/2014).
Foto: Gatha Ginting/PM
Bu Sri (45), orang tua NA (9) korban tindak asusila di sekolahnya di SD N Percobaan Jalan Sei Petani, saat membuat laporan ke Polresta Medan, Selasa (14/10/2014).

SUMUTPOS.CO – Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut mengahadiri mediasi antara pihak sekolah dengan beberapa pihak terkait lainnya. Hadir dalam kesempatan itu Muslim Harahap, selaku Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAIDSU.

Muslim saat dihubungi lewat telepon mengatakan pihaknya bertujuan untuk melindungi anak-anak. Dalam pertemuan tersebut pihaknya meminta agar korban dan anak yang diduga sebagai pelaku segera direhabilitasi jika mereka mengalami trauma. Pihaknya bersama tim psikologi USU siap melakukan rehabilitasi.

“Kami bersama tim siap mengawali anak-anak ini. Kami akan selamatkan hak anak-anak ini. Karena itu lah tujuan kami,” ungkapnya. Pihaknya pun sangat menyesalkan hal ini terjadi. Sehingga dia meminta agar pihak sekolah lebih cermat dalam melakukan pengawasan kepada anak didiknya.

“Kalau anak izin keluar gak kembali dalam 5 menit harus segera disusul. Bila perlu diikuti ke mana dia pergi. Jangan dibiarkan saja,” ungkapnya.

Perilaku kekerasan di kalangan anak-anak pun diduga pihaknya akibat tontonan televisi yang sudah tidak mendidik. Dirinya pun mempertanyakan kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam memberikan izin kepada industri film.

Dirinya bercerita, beberapa waktu lalu mendapat laporan dari orangtua murid di salah sekolah terpadu di Medan yang mengaku anaknya telah dicakar temannya. Setelah ditelusuri, pelaku terobsesi dengan tontonan sinetron di televisi.

“Judul film sekarang pun aneh-aneh. Semuanya kebanyakan tentang kekerasan. Kok bisa diloloskan oleh KPI. Jangan hanya gara-gara uang seperak dua perak, masa depan anak bangsa terancam,” ujarnya.

Sementara, pengamat psikolog, Suhartini menyayangkan tindakan pihak sekolah yang tidak terbuka kepada awak media. Seharusnya pihak sekolah mengambil sisi positif dari pemberitaan kasus ini sebagai kewaspadaan bagi sekolah lainnya dan para orangtua.

“Jangan karena takut nama sekolah jelek mereka jadi bungkam sama media. Padahal keterbukaan mereka dalam menyampaikan informasi akan menjadi kewaspadaan bagi masyarakat luas. Seharusnya ambil sisi positifnya jangan negatifnya. Jadi orangtua bisa belajar dari kasus ini. Misalnya memilih dan mengawasi tontonan terbaik untuk anak. Bisa saja anak itu terpengaruh sinetron sekarang yang gak tidak mendidik. Jangan memandang negatif pada awak media,” ujarnya. (win/deo)

Foto: Gatha Ginting/PM Bu Sri (45), orang tua NA (9) korban tindak asusila di sekolahnya di SD N Percobaan Jalan Sei Petani, saat membuat laporan ke Polresta Medan, Selasa (14/10/2014).
Foto: Gatha Ginting/PM
Bu Sri (45), orang tua NA (9) korban tindak asusila di sekolahnya di SD N Percobaan Jalan Sei Petani, saat membuat laporan ke Polresta Medan, Selasa (14/10/2014).

SUMUTPOS.CO – Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut mengahadiri mediasi antara pihak sekolah dengan beberapa pihak terkait lainnya. Hadir dalam kesempatan itu Muslim Harahap, selaku Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAIDSU.

Muslim saat dihubungi lewat telepon mengatakan pihaknya bertujuan untuk melindungi anak-anak. Dalam pertemuan tersebut pihaknya meminta agar korban dan anak yang diduga sebagai pelaku segera direhabilitasi jika mereka mengalami trauma. Pihaknya bersama tim psikologi USU siap melakukan rehabilitasi.

“Kami bersama tim siap mengawali anak-anak ini. Kami akan selamatkan hak anak-anak ini. Karena itu lah tujuan kami,” ungkapnya. Pihaknya pun sangat menyesalkan hal ini terjadi. Sehingga dia meminta agar pihak sekolah lebih cermat dalam melakukan pengawasan kepada anak didiknya.

“Kalau anak izin keluar gak kembali dalam 5 menit harus segera disusul. Bila perlu diikuti ke mana dia pergi. Jangan dibiarkan saja,” ungkapnya.

Perilaku kekerasan di kalangan anak-anak pun diduga pihaknya akibat tontonan televisi yang sudah tidak mendidik. Dirinya pun mempertanyakan kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam memberikan izin kepada industri film.

Dirinya bercerita, beberapa waktu lalu mendapat laporan dari orangtua murid di salah sekolah terpadu di Medan yang mengaku anaknya telah dicakar temannya. Setelah ditelusuri, pelaku terobsesi dengan tontonan sinetron di televisi.

“Judul film sekarang pun aneh-aneh. Semuanya kebanyakan tentang kekerasan. Kok bisa diloloskan oleh KPI. Jangan hanya gara-gara uang seperak dua perak, masa depan anak bangsa terancam,” ujarnya.

Sementara, pengamat psikolog, Suhartini menyayangkan tindakan pihak sekolah yang tidak terbuka kepada awak media. Seharusnya pihak sekolah mengambil sisi positif dari pemberitaan kasus ini sebagai kewaspadaan bagi sekolah lainnya dan para orangtua.

“Jangan karena takut nama sekolah jelek mereka jadi bungkam sama media. Padahal keterbukaan mereka dalam menyampaikan informasi akan menjadi kewaspadaan bagi masyarakat luas. Seharusnya ambil sisi positifnya jangan negatifnya. Jadi orangtua bisa belajar dari kasus ini. Misalnya memilih dan mengawasi tontonan terbaik untuk anak. Bisa saja anak itu terpengaruh sinetron sekarang yang gak tidak mendidik. Jangan memandang negatif pada awak media,” ujarnya. (win/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/