Honorer K2 Galau
Dalam waktu dekat ini pemerintah akan segera menerbitkan PermenPAN-RB yang menjadi dasar hukum pengisian formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 yang kosong. Rencananya ada dua opsi yang akan dipilih yaitu, penurunan passing grade seleksi kompetensi dasar atau perangkingan.
Kemungkinan besar, pemerintah memilih sistem perangkingan.
Namun yang mejadi tanda tanya di kalangan masyarakat adalah, apakah kebijakan itu berlaku juga untuk honorer K2 (kategori dua) usia maksimal 35 tahun yang ikut tes? Karena dalam rekrutmen CPNS 2018, pemerintah membuka jalur umum dan khusus, termasuk honorer K2.
Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, yang dimintai komentarnya enggan membocorkan informasi terkait hal itu. Alasannya masih harus dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tunggu saja, saya belum berani bilang. Masih harus lapor presiden dulu. Nanti beliau yang putuskan apakah kebijakannya untuk pelamar umum saja atau juga dengan eks honorer K2,” kata Bima, Rabu (14/11).
Komentar berbeda disampaikan Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdhani. Dia mengatakan, kebijakan khusus ini hanya untuk pelamar umum. Informasi itu diungkapkan Benny usai audiensi dengan MenPAN-RB Syafruddin pada Selasa (13/11).
PermenPAN-RB yang baru diperuntukkan bagi pelamar umum. Sedangkan honorer K2 menggunakan mekanisme lain.
“PermenPAN-RB ini cuma untuk pelamar umum. Tidak ada untuk honorer K2. Masalah honorer K2 sudah selesai. Pemerintah sudah menyiapkan mekanisme lain lewat RPP Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja,” tandasnya.
Menanggapi kemungkinan itu, Ketua Komisi X DPR Djoko Udjianto mengatakan, dirinya setuju bila pemerintah memberikan formasi CPNS 2018 yang kosong kepada para honorer K2. Terutama para guru.
Hal itu mengingat banyaknya formasI CPNS 2018 yang kosong karena mayoritas peserta tes tidak mampu memenuhi passing grade SKD (seleksi kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Terutama di daerah. “Kami sangat mendukung (diisi honorer K2),” kata Djoko.
Hasil seleksi CPNS 2018, menurut legislator Partai Demokrat ini menunjukkan rendahnya mutu para lulusan SMA, SMK maupun perguruan tinggi. “Inilah fakta yang ada saat ini di dunia pendidikan kita, mutu para lulusan SMA, SMK maupun Perguruan Tinggi yang masih relatif rendah,” sebutnya. (prn/ian/esy/fat/jpnn)