29 C
Medan
Wednesday, December 18, 2024
spot_img

Pemberdayaan Perempuan Memutus Mata Rantai Kekerasan Terhadap Anak

SUMUTPOS.CO – Sering kali orangtua melakukan tindak kekerasan terhadap anak, meskipun tujuannya mendidik tapi kebanyakan orangtua salah langkah. Akibatnya banyak anak yang justru mengalami trauma dan perkembangan anak menjadi memburuk akibat kekerasan yang diterima saat mereka masih kecil.

Banyak kebiasaan yang sering membahayakan bagi anak akan tetapi orangtua sering tidak menyadarinya. Orangtua harus lebih hati-hati bersikap terhadap anak karena sangat berpengaruh bagi perkembangan anak kedepan. Kebanyakan orangtua tidak sadar bahwa apa yang diberikan terhadap anak, sangat berpengaruh baik dari segi mental maupun fisik.

Perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi perlu dilakukan peningkatan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak.

Dosen dari Institut Kesehatan Helvetia Bd Riska Maulidanita SST MKM bergerak memberikan informasi melalui pemberian informasi dan edukaksi melalui berbagai situasi yang menimbulkan frustasi pada anak di Kelurahan Padang Merbau Kecamatan Padanghulu, Kota Tebing Tinggi.

Faktor-faktor risiko terhadap kejadian child abuse, menurut Bd Riska Maulidanita SST MKM, dapat ditinjau dari tiga faktor yaitu sosial, orangtua dan anak. Faktor pertama adalah masyarakat atau sosial dimana tingkat kriminalitas yang tinggi, layanan sosial yang rendah, kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh anak, pengaruh pergeseran budaya, stres pada para pengasuh, budaya memberikan hukuman badan kepada anak dan pengaruh media massa.

Faktor kedua adalah orangtua atau situasi keluarga dimana riwayat orangtua dengan kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil cenderung akan melakukan hal yang sama ketika sudah memiliki anak. ”Faktor ketiga adalah anak dengan memiliki keadaan seperti faktor pertama dan kedua,” jelas Bd Riska Maulidanita SST MKM.

Kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) laporan pelaksanaan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menggambarkan situasi kekerasan terhadap anak laki-laki dan perempuan rentang usia 13-17 tahun baik di perdesaan dan perkotaan di Indonesia dalam masa 12 bulan terakhir dan sepanjang hidupnya.

Sedangkan hasil survei bagi anak usia dibawah lima tahun diperoleh 3,73 persen dengan pola asuh tidak layak. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orangtua yang sebenarnya belum mampu mengatasi perilaku anak sehingga mudah emosi dan marah sampai melakukan kekerasan fisik.

”Dengan pemberian informasi dan edukasi diharapkan orangtua peka untuk mengetahui beberapa tanda umum kekerasan pada anak. Antara lain tanda fisik dengan luka-luka yang tidak dapat dijelaskan, memar, patah tulang, atau cedera lain,” jelas Bd Riska Maulidanita SST MKM.

Tanda psikologis berupa perubahan perilaku yang drastis. Seperti penurunan prestasi sekolah, ketakutan berlebihan, kecemasan, atau sikap menghindar, dan tanda emosional seperti depresi, menarik diri dari lingkungan sosial atau kehilangan minat terhadap kegiatan yang biasanya disukai. (dmp)

SUMUTPOS.CO – Sering kali orangtua melakukan tindak kekerasan terhadap anak, meskipun tujuannya mendidik tapi kebanyakan orangtua salah langkah. Akibatnya banyak anak yang justru mengalami trauma dan perkembangan anak menjadi memburuk akibat kekerasan yang diterima saat mereka masih kecil.

Banyak kebiasaan yang sering membahayakan bagi anak akan tetapi orangtua sering tidak menyadarinya. Orangtua harus lebih hati-hati bersikap terhadap anak karena sangat berpengaruh bagi perkembangan anak kedepan. Kebanyakan orangtua tidak sadar bahwa apa yang diberikan terhadap anak, sangat berpengaruh baik dari segi mental maupun fisik.

Perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi perlu dilakukan peningkatan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak.

Dosen dari Institut Kesehatan Helvetia Bd Riska Maulidanita SST MKM bergerak memberikan informasi melalui pemberian informasi dan edukaksi melalui berbagai situasi yang menimbulkan frustasi pada anak di Kelurahan Padang Merbau Kecamatan Padanghulu, Kota Tebing Tinggi.

Faktor-faktor risiko terhadap kejadian child abuse, menurut Bd Riska Maulidanita SST MKM, dapat ditinjau dari tiga faktor yaitu sosial, orangtua dan anak. Faktor pertama adalah masyarakat atau sosial dimana tingkat kriminalitas yang tinggi, layanan sosial yang rendah, kemiskinan yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, adat istiadat mengenai pola asuh anak, pengaruh pergeseran budaya, stres pada para pengasuh, budaya memberikan hukuman badan kepada anak dan pengaruh media massa.

Faktor kedua adalah orangtua atau situasi keluarga dimana riwayat orangtua dengan kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil cenderung akan melakukan hal yang sama ketika sudah memiliki anak. ”Faktor ketiga adalah anak dengan memiliki keadaan seperti faktor pertama dan kedua,” jelas Bd Riska Maulidanita SST MKM.

Kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) laporan pelaksanaan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menggambarkan situasi kekerasan terhadap anak laki-laki dan perempuan rentang usia 13-17 tahun baik di perdesaan dan perkotaan di Indonesia dalam masa 12 bulan terakhir dan sepanjang hidupnya.

Sedangkan hasil survei bagi anak usia dibawah lima tahun diperoleh 3,73 persen dengan pola asuh tidak layak. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orangtua yang sebenarnya belum mampu mengatasi perilaku anak sehingga mudah emosi dan marah sampai melakukan kekerasan fisik.

”Dengan pemberian informasi dan edukasi diharapkan orangtua peka untuk mengetahui beberapa tanda umum kekerasan pada anak. Antara lain tanda fisik dengan luka-luka yang tidak dapat dijelaskan, memar, patah tulang, atau cedera lain,” jelas Bd Riska Maulidanita SST MKM.

Tanda psikologis berupa perubahan perilaku yang drastis. Seperti penurunan prestasi sekolah, ketakutan berlebihan, kecemasan, atau sikap menghindar, dan tanda emosional seperti depresi, menarik diri dari lingkungan sosial atau kehilangan minat terhadap kegiatan yang biasanya disukai. (dmp)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/