Tentang Diskotek di Rutan Tanjung Gusta Medan
MEDAN-Keberadaan diskotek di Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung Gusta mengundang komentar tak sedap. Bahkan, fungsi Rutan sebagai tempat pembinaan mulai dipertanyakan.
“Hah, memang seperti itu? Aduh, gawat kali sudah. Harusnya Rutan atau Lapas itu, jadi tempat pembinaan, tapi malah seperti itu. Ini karena kuat adanya permainan antara petugas Rutan atau Lapas dengan para tahanan itu,” cetus Anggota Komisi A DPRD Sumut Syamsul Hilal kepada Sumut Pos, Minggu (15/1).
Keberadaan diskotek diketahui setelah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sumut melakukan penggeledahan pada Jumat (13/1) malam lalu. Saat itu, ditemukan alat hisap sabu-sabu dan kamar-kamar yang disinyalir, telah sudah disulap menjadi tempat hiburan ala dunia malam layaknya bar, pub ataupun tempat karaoke di Rutan Tanjung Gusta.
Meski begitu, Syamsul Hilal, tidak sekadar menyalahkan para tahanan. Politisi gaek asal Fraksi PDI P Sumut ini menyatakan dengan tegas, ada kemungkinan orang atau oknum yang membocorkan hal itu adalah orang-orang yang tidak mendapat ‘jatah’. “Birokrat kita ini korup, pejabat korup, semuanya korup.
Ya, bisa jadi ada orang yang membocorkan sehingga dilakukan razia itu. Orang itu kemungkinan besar adalah orang yang tidak dapat jatah. Atau malah pimpinan-pimpinan perwakilan Kemenkumham di Sumut itu sendiri tidak dapat jatah, jadinya dilakukan penggeledahan,” tegasnya. Apakah ada sinyalemen keterlibatan dari pihak Kemenkumham Sumut, dalam peredaran narkoba, penyediaan kamar-kamar yang dijadikan tempat hiburan dan sebagainya?
Mengenai hal itu, Syamsul Hilal menyatakan, tidak tertutup kemungkinan ke arah sana. Karena pola koruptif yang berkembang dan menjadi tren adalah setoran harus sampai ke pimpinan. “Saya bilang tadi, tidak mungkin petugas tidak tahu, pimpinan Rutan, Lapas atau pihak Kemenkumham Sumut tidak tahu. Dugaannya salah satu pihak itu, ada yang tidak dapat jatah. Jadi dibocorkan,” terangnya.
Apa sanksi yang harus diberikan, agar masalah ini tidak terulang? Menurutnya, tidak lain dan tidak bukan adalah sanksi pemecatan yang kemudian juga dikenakan sanksi pidana. “Dipecatlah. Proses hukumnya juga harus berjalan,” imbuhnya.
Sedangkan itu, pengamat hukum asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Farid Wajdi menilai, apa yang terjadi di Rutan dan Lapas Tanjung Gusta itu, merupakan isu seksi yang sebaiknya dijadikan bahan masukkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Pria yang juga Dekan Fakultas Hukum (FH) UMSU ini menyatakan, faktor yang membuat hal-hal seperti itu terjadi, pada prinsipnya dikarenakan adanya disorientasi pengelolaan Lapas dan Tanjung Gusta. “Disorientasinya, terlihat lebih dominannya uang dalam proses pengelolaan Lapas dan Rutan. Jadi, Lapas atau Rutan tidak lagi menjadi tempat yang ditakuti, melainkan menjadi tempat yang disenangi. Harusnya Lapas atau Rutan menjadi tempat rehabilitasi sosial dan rekonstruksi mental, saat ini telah berubah menjadi tempat yang sangat mudah digunakan untuk melakukan tindak kriminal lainnya atau disebut sekolah kejahatan,” ulasnya.
Lanjutnya, dari semua itu, orang-orang yang ada didalamnya saat ini sudah tidak lagi merasa dikucilkan, dan malah merasa lebih aman untuk melakukan tindak kejahatan.
“Rutan atau Lapas sekarang sudah menjadi kerajaan di dalam negara. Salah satu buktinya, pihak kepolisian saja sulit masuk ke sana,” pungkasnya. (ari)