28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Keterlibatan Mafia Tanah Terendus Poldasu

Ditambahkannya, penyidik saat ini tengah sibuk meneliti sejumlah dokumen dan berkas yang disita dari Kantor BPN Deliserdang. Tak hanya itu, penyidik juga masih menunggu laporan dari masyarakat yang merasa jadi korban pungli Malthus.

“Surat dari permohonan yang masuk ke BPN Deliserdang, cukup banyak jumlahnya,” ujar dia.

Jika diakumulasikan dalam waktu tiga hingga empat tahun, sambung Rina, jumlah pemohon yang mengajukan penerbitan sertifikat tanah ke BPN Deliserdang mencapai 20 ribu. Atas hal itu, dalih Rina, penyidik butuh waktu untuk melakukan pengembangan.

“Kalau ada masyarakat yang melapor, akan mempermudah proses sidik. Sebab, penyidik sudah bisa masuk ke pokok persoalan,” ujar dia.

Sementara, Pengamat Hukum, Hamdani Harahap menyarankan kepada masyarakat yang merasa dirugikan segera melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, PTUN berpeluang dapat membatalkan keputusan BPN Deliserdang yang telah menerbitkan sertifikat tanah.

“Bisa saja dibatalkan sertifikat tanah itu, dasarnya dari proses penyelidikan yang dilakukan Polda. Sebab, tidak boleh sertifikat tanah terbit, jika objek masih bersengketa,” ujar dia.

Oleh sebab itu, Hamdani menyarankan kembali kepada masyarakat untuk melakukan kroscek. Tak perlu takut mengajukan gugatan jika memang tidak jelas penerbitan surat tanah tersebut.

Dia menduga, dapat saja masyarakat enggan melaporkannya karena tahu akan berhadapan dengan mafia tanah atau oknum keluarga pejabat. Alhasil, terpaksa harus merelakan tanahnya diserobot yang kemudian oleh penggarap ini diterbitkan sertifikat.

Diketahui, Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan BPN Deliserdang, Malthus Hutagalung ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Tipikor Poldasu usai melakukan gelar perkara. Pria berkacamata ini diboyong ke Polda Sumut dengan delapan pegawai BPN lainnya.

Atas perbuatannya, Malthus Hutagalung disangkakan Pasal 12 huruf (e) UU RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagai diubah dengan UU RI No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang pemberantasan Tipikor. (ted/ala)

Ditambahkannya, penyidik saat ini tengah sibuk meneliti sejumlah dokumen dan berkas yang disita dari Kantor BPN Deliserdang. Tak hanya itu, penyidik juga masih menunggu laporan dari masyarakat yang merasa jadi korban pungli Malthus.

“Surat dari permohonan yang masuk ke BPN Deliserdang, cukup banyak jumlahnya,” ujar dia.

Jika diakumulasikan dalam waktu tiga hingga empat tahun, sambung Rina, jumlah pemohon yang mengajukan penerbitan sertifikat tanah ke BPN Deliserdang mencapai 20 ribu. Atas hal itu, dalih Rina, penyidik butuh waktu untuk melakukan pengembangan.

“Kalau ada masyarakat yang melapor, akan mempermudah proses sidik. Sebab, penyidik sudah bisa masuk ke pokok persoalan,” ujar dia.

Sementara, Pengamat Hukum, Hamdani Harahap menyarankan kepada masyarakat yang merasa dirugikan segera melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, PTUN berpeluang dapat membatalkan keputusan BPN Deliserdang yang telah menerbitkan sertifikat tanah.

“Bisa saja dibatalkan sertifikat tanah itu, dasarnya dari proses penyelidikan yang dilakukan Polda. Sebab, tidak boleh sertifikat tanah terbit, jika objek masih bersengketa,” ujar dia.

Oleh sebab itu, Hamdani menyarankan kembali kepada masyarakat untuk melakukan kroscek. Tak perlu takut mengajukan gugatan jika memang tidak jelas penerbitan surat tanah tersebut.

Dia menduga, dapat saja masyarakat enggan melaporkannya karena tahu akan berhadapan dengan mafia tanah atau oknum keluarga pejabat. Alhasil, terpaksa harus merelakan tanahnya diserobot yang kemudian oleh penggarap ini diterbitkan sertifikat.

Diketahui, Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan BPN Deliserdang, Malthus Hutagalung ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Tipikor Poldasu usai melakukan gelar perkara. Pria berkacamata ini diboyong ke Polda Sumut dengan delapan pegawai BPN lainnya.

Atas perbuatannya, Malthus Hutagalung disangkakan Pasal 12 huruf (e) UU RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagai diubah dengan UU RI No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang pemberantasan Tipikor. (ted/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/