32.8 C
Medan
Tuesday, June 11, 2024

Sukses Jadi Perajin Rumah Barbie

Jika Anda menyusuri Jalan Karang Sari, Sukadamai, Polonia, Medan atau biasanya dikenal dengan Jalan Avros, maka Anda akan menemukan sebuah tempat perajin rumah boneka Barbie. Tapi siapa sangka, kalau pemilik kerajinan tersebut adalah Monang Siagian, seorang tunadaksa (cacat pada bagian kakinya). 

Tengku Putri, Medan

KARYA MANTAN ATLET: Monang Siagian memamerkan rumah Barbie hasil karyanya.//tengku putri/jpnn
KARYA MANTAN ATLET: Monang Siagian memamerkan rumah Barbie hasil karyanya.//tengku putri/jpnn

Ya, meski cacat, pria kelahiran 15 Juli 1962 tak mau dianggap hina apalagi dikasihani. Dan, kecelakaan saat usianya beranjak 7 tahun yang menyebabkan kakinya cacat, membuatnya lebih memahami arti hidup. Dia sadar bahwa dia akan terus hidup tanpa menyusahkan siapapun.

Lalu, di usia remajanya, dia merantau ke Jakarta dan sempat berkarya untuk bangsa dengan menjadi atlit tenis di atas kursi roda. Tak hanya itu, dia juga sempat Go-Internasional perwakilan Indonesaia ke Eropa dan meraih juara ke 22 dari ratusan peserta dunia.

Tapi, menjelang masa-masa krisis moneter dan reformasi, Monang hanya bermain di tingkat nasional. Tahun 1996 dia meraih medali emas Kejuaraan Nasional Tenis

Berkursi Roda di Jakarta. Tahun 2001 dia mengikuti PON 2001 di Palembang, membela Sumatera Utara. Ia meraih juara III perseorangan tenis roda lapangan dan mendapat bonus Rp50 juta dari KONI Medan. Ia kemudian memanfaatkan bonus itu untuk modal memboyong keluarga dan membuka usaha di Medan.

Ayah dari tiga anak ini pun mulai merintis usaha kerajinan rumah Barbie. Keterampilan membuat rumah Barbie dipelajarinya dari seorang teman yang juga penyandang disabilitas ketika masih tinggal di Jakarta. Karena usaha itu tergolong baru di Medan, usaha Monang merangkak perlahan. Di Medan, Monang tetap menggeluti olahraga. Terakhir ia mengikuti Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas) XII tahun 2004 di Palembang.

Hingga kini di usianya lebih dari setengah abad, dia sudah mempunyai usaha boneka Berbie, yang mampu menghidupi dirinya serta seluarganya. Diakui Monang, bisnis kerajinan rumah boneka Barbie yang ditekuninya sejak tahun 2002 ini tapi cukup menjanjikan karena ramai pelanggan.

Sebuah rumah Barbie ukuran kecil dijual Rp350 ribu hingga Rp750 ribu. Rumah ukuran besar, berbentuk lemari pajang, dibanderol Rp1,5 juta. Dalam sebulan, ia mampu menjual rumah Barbie sekitar 15 hingga 20 buah.

“Biasanya paling laris saat usai pembagian rapor, karena kebanyakan pembeli yang datang membeli sebagai kado untuk anaknya karena mendapat ranking bagus. Biasanya pada saat seperti itu bisa laris hingga sepuluh buah per hari,” ujar Monang.

Pembeli yang berdatangan dari berbagai kota, seperti Aceh, Jakarta, Riau, Batam, dan lainnya. Pembeli seperti ini hanya yang kebetulan lewat. Biasanya mereka sedang melakukan liburan atau kunjungan ke tempat sanak family di Medan dan biasanya mereka akan beli ketika memang mampir.
Dalam pengerjaannya, ia dibantu seorang pekerja. Dalam pembuatan memang butuh kesabaran ekstra karena untuk sebuah rumah ukuran besar yang sudah siap serta dicat rapi bisa menghabiskan waktu tiga hari.

Seakan tak pernah kehabisan ide untuk berusaha, di depan tempat kerajinannya dimanfaatkan oleh istrinya untuk berjualan kerupuk jangek dan keripik lainnya. Usaha ini hanya sebagai penghilang bosan sang istri yang selalu menemani suaminya membuat kerajinan.
Diusianya yang semakin menua dia tetap gigih menjalankan bisnisnya. Kini dia sudah mempunyai berbagai usaha lainnya, sebuah rumah yang layak dna mobil.(*)

Jika Anda menyusuri Jalan Karang Sari, Sukadamai, Polonia, Medan atau biasanya dikenal dengan Jalan Avros, maka Anda akan menemukan sebuah tempat perajin rumah boneka Barbie. Tapi siapa sangka, kalau pemilik kerajinan tersebut adalah Monang Siagian, seorang tunadaksa (cacat pada bagian kakinya). 

Tengku Putri, Medan

KARYA MANTAN ATLET: Monang Siagian memamerkan rumah Barbie hasil karyanya.//tengku putri/jpnn
KARYA MANTAN ATLET: Monang Siagian memamerkan rumah Barbie hasil karyanya.//tengku putri/jpnn

Ya, meski cacat, pria kelahiran 15 Juli 1962 tak mau dianggap hina apalagi dikasihani. Dan, kecelakaan saat usianya beranjak 7 tahun yang menyebabkan kakinya cacat, membuatnya lebih memahami arti hidup. Dia sadar bahwa dia akan terus hidup tanpa menyusahkan siapapun.

Lalu, di usia remajanya, dia merantau ke Jakarta dan sempat berkarya untuk bangsa dengan menjadi atlit tenis di atas kursi roda. Tak hanya itu, dia juga sempat Go-Internasional perwakilan Indonesaia ke Eropa dan meraih juara ke 22 dari ratusan peserta dunia.

Tapi, menjelang masa-masa krisis moneter dan reformasi, Monang hanya bermain di tingkat nasional. Tahun 1996 dia meraih medali emas Kejuaraan Nasional Tenis

Berkursi Roda di Jakarta. Tahun 2001 dia mengikuti PON 2001 di Palembang, membela Sumatera Utara. Ia meraih juara III perseorangan tenis roda lapangan dan mendapat bonus Rp50 juta dari KONI Medan. Ia kemudian memanfaatkan bonus itu untuk modal memboyong keluarga dan membuka usaha di Medan.

Ayah dari tiga anak ini pun mulai merintis usaha kerajinan rumah Barbie. Keterampilan membuat rumah Barbie dipelajarinya dari seorang teman yang juga penyandang disabilitas ketika masih tinggal di Jakarta. Karena usaha itu tergolong baru di Medan, usaha Monang merangkak perlahan. Di Medan, Monang tetap menggeluti olahraga. Terakhir ia mengikuti Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas) XII tahun 2004 di Palembang.

Hingga kini di usianya lebih dari setengah abad, dia sudah mempunyai usaha boneka Berbie, yang mampu menghidupi dirinya serta seluarganya. Diakui Monang, bisnis kerajinan rumah boneka Barbie yang ditekuninya sejak tahun 2002 ini tapi cukup menjanjikan karena ramai pelanggan.

Sebuah rumah Barbie ukuran kecil dijual Rp350 ribu hingga Rp750 ribu. Rumah ukuran besar, berbentuk lemari pajang, dibanderol Rp1,5 juta. Dalam sebulan, ia mampu menjual rumah Barbie sekitar 15 hingga 20 buah.

“Biasanya paling laris saat usai pembagian rapor, karena kebanyakan pembeli yang datang membeli sebagai kado untuk anaknya karena mendapat ranking bagus. Biasanya pada saat seperti itu bisa laris hingga sepuluh buah per hari,” ujar Monang.

Pembeli yang berdatangan dari berbagai kota, seperti Aceh, Jakarta, Riau, Batam, dan lainnya. Pembeli seperti ini hanya yang kebetulan lewat. Biasanya mereka sedang melakukan liburan atau kunjungan ke tempat sanak family di Medan dan biasanya mereka akan beli ketika memang mampir.
Dalam pengerjaannya, ia dibantu seorang pekerja. Dalam pembuatan memang butuh kesabaran ekstra karena untuk sebuah rumah ukuran besar yang sudah siap serta dicat rapi bisa menghabiskan waktu tiga hari.

Seakan tak pernah kehabisan ide untuk berusaha, di depan tempat kerajinannya dimanfaatkan oleh istrinya untuk berjualan kerupuk jangek dan keripik lainnya. Usaha ini hanya sebagai penghilang bosan sang istri yang selalu menemani suaminya membuat kerajinan.
Diusianya yang semakin menua dia tetap gigih menjalankan bisnisnya. Kini dia sudah mempunyai berbagai usaha lainnya, sebuah rumah yang layak dna mobil.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/