26.7 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Saksi Ngaku Pinjam Perusahaan dari Calo

Sidang Ardjoni Munir

MEDAN-Enam orang saksi dihadirkan dalam persidangan lanjutan perkara kasus dugaan korupsi 19 paket pekerjaan dan kegiatan pemeliharaan rutin tahun anggaran 2008, dengan terdakwa mantan Kadispora Sumut Ardjoni Munir.

Dalam sidang yang digelar di Ruang Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (15/8) tersebut, dihadapan majelis hakim yang diketuai M Nur, para saksi mengaku meminjamkan perusahaannya kepada seorang calo bernama Asnani untuk mengikuti proyek tersebut.

Enam saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Netty Silaen dari Kejatisu untuk dimintai keterangannya masing-masing Asnani selaku Direktur CV Khairani, Sumarni selaku Dirut CV Ariyanda, Beni Napoleon Sihombing selaku Komisaris CV Arthur, Syaiful Akhyar Nasution selaku Direktur CV Syaifadhira, Mardianto selaku driver di Dispora Sumut dan Inanda selaku driver pengantar surat Asnani.

Dalam kesaksiannya, Asnani selaku Direktur CV Khairani mengaku, perusahaan miliknya yang bergerak dibidang konstruksi tersebut dipinjamkan kepada Nanda Berdikari Batubara untuk ikut dalam kegiatan pemasangan tutup paret Dispora Sumut di Asrama PPLP. Dari anggaran sebesar Rp80 juta lebih yang masuk ke rekening perusahaannya, saksi Asnani mendapat bagian Rp1 juta.

“Perusahaan saya pinjamkan ke Nanda. Lalu saya diberitahu bahwa perusaahan saya ditunjuk langsung sebagai rekanan dalam proyek Dispora tersebut. Uang Rp80 juta sebesar nilai kontrak memang masuk ke rekening perusahaan. Tapi setelah itu uangnya saya serahkan langsung kepada Nanda. Dari situ Nanda dan anggotanya datang kekantor saya untuk memberi fee,” jelas saksi.

Menurut saksi, dirinya tidak mengetahui terkait proyek tersebut. Sebab saksi hanya menandatangani berkas proyek. Namun pelaksanaan dilapangan dikerjakan seluruhnya oleh Nanda. “Karena percaya, saya meminjamkan perusahaan kepada Nanda. Saya samasekali tidak tahu mengenai proyek itu.

Saya cuma menandatangai berkas. Sedangkan pengerjaannya seluruhnya dilakukan Nanda,” terang saksi.

Dalam persidangan tersebut, saksi terbukti meminjamkan empat perusahaan lainnya untuk mengikuti lima paket proyek Dispora. Perusahaan tersebut diantaranya CV Ariyanda, CV Syaifadhira, CV Khairani dan CV Arthur. “Saya memang mencari perusahaan lain untuk dipinjamkan. Dalam proyek Dispora ini, empat perusahaan ditunjuk langsung mengerjakan lima paket proyek Dispora,” sebutnya.

Namun, pernyataan saksi Asnani berbeda dengan keterangan tiga saksi lainnya. Dimana ketiga saksi lainnya menyatakan bahwa Asnani selaku calo yang harus bertanggungjawab karena meminjamkan perusahaan milik mereka untuk mengikuti proyek di Dispora Sumut tersebut.

Dalam persidangan itu, saksi Sumarni selaku Dirut CV Ariyanda mengatakan perusahaan miliknya yang bergerak dibidang jasa umum tersebut dipinjamkan kepada Asnani. Dirinya hanya menandatangani berkas kontrak. Kemudian uang sebesar Rp85 juta lebih sesuai nilai kontark masuk ke rekening perusahaannya.

Selanjutnya saksi memperoleh fee sebesar Rp800 ribu. Namun saksi mengaku tidak tahu mengenai pengerjaan proyek tersebut saat Majelis Hakim menanyakannya dan mengaku semua urusan tersebut adalah tanggungjawab Asnani.

“Apakah Anda mengetahui proyek tersebut bermasalah? Tidak, saya tidak tahu. Perusahaan saya hanya dipinjam. Semua berkas sebelumnya sudah diminta Asnani. Saya hanya tandatangan kontrak saja. Semua urusannya dengan Asnani, Majelis Hakim. Uang kontrak itu memang masuk ke rekening perusahaan saya, tapi semuanya sudah saya berikan kepada Asnani. Saya tidak tahu soal proyek ini, karena semua menjadi tanggungjawab Asnani,” ucapnya.

Selanjutnya saksi Syaiful Akhyar Nasution selaku Direktur CV Syaifadhira juga mengaku bahwa perusahaan miliknya yang bergerak dibidang kontaktor dipinjam oleh Asnani. Dimana dari nilai kontrak sebesar Rp60 juta, dirinya memperoleh fee Rp800 ribu. Saksi menyatakan hanya menandatangani berkas kontrak yang diberikan Asnani. Sedangkan seluruh pengerjaannya dilakukan oleh Asnani.

“Perusahaan saya dipinjam oleh Asnani yang juga ibuk saya. Semua pengerjaannya dilakukan oleh ibu Asnani. Saya hanya disuruh menandatangani kontrak. Semua uangnya diberikan kepada ibu Asnani. Saya juga tidak tahu itu kontrak apa. Karena saya tidak membaca isi kontrak itu,” sebutnya.

Sedangkan keterangan saksi Beni Napoleon Sihombing selaku Komisaris CV Arthur juga tidak jauh beda. Dirinya mengaku perusahaannya dipinjam oleh Asnani untuk mengikuti tender di Dispora. Dalam kontrak tersebut, perusahaanya memenangkan dua paket proyek Dispora Sumut dengan nilai kontrak Rp300 juta yang masuk ke rekening perusahaannya. Namun dirinya samasekali tidak memperoleh fee dari proyek tersebut.

“Saya tidak dapat fee. Padahal sebenarnya saya dijanjikan mendapat 2,5 persen dari nilai kontrak. Selanjutnya teman saya Wong Kim Po alias Apo menghubungi saya. Dia meminta agar uang itu diserahkan kepada seorang perempuan. Belakangan saya mengetahui proyek ini bermasalah setelah dipanggil penyidik Poldasu,” bebernya.

Setelah mendengarkan keterangan empat orang saksi, Majelis Hakim selanjutnya menunda persidangan hingga pekan depan, dengan mendengarkan keterangan dua orang saksi lainnya. (far)

Sidang Ardjoni Munir

MEDAN-Enam orang saksi dihadirkan dalam persidangan lanjutan perkara kasus dugaan korupsi 19 paket pekerjaan dan kegiatan pemeliharaan rutin tahun anggaran 2008, dengan terdakwa mantan Kadispora Sumut Ardjoni Munir.

Dalam sidang yang digelar di Ruang Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (15/8) tersebut, dihadapan majelis hakim yang diketuai M Nur, para saksi mengaku meminjamkan perusahaannya kepada seorang calo bernama Asnani untuk mengikuti proyek tersebut.

Enam saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Netty Silaen dari Kejatisu untuk dimintai keterangannya masing-masing Asnani selaku Direktur CV Khairani, Sumarni selaku Dirut CV Ariyanda, Beni Napoleon Sihombing selaku Komisaris CV Arthur, Syaiful Akhyar Nasution selaku Direktur CV Syaifadhira, Mardianto selaku driver di Dispora Sumut dan Inanda selaku driver pengantar surat Asnani.

Dalam kesaksiannya, Asnani selaku Direktur CV Khairani mengaku, perusahaan miliknya yang bergerak dibidang konstruksi tersebut dipinjamkan kepada Nanda Berdikari Batubara untuk ikut dalam kegiatan pemasangan tutup paret Dispora Sumut di Asrama PPLP. Dari anggaran sebesar Rp80 juta lebih yang masuk ke rekening perusahaannya, saksi Asnani mendapat bagian Rp1 juta.

“Perusahaan saya pinjamkan ke Nanda. Lalu saya diberitahu bahwa perusaahan saya ditunjuk langsung sebagai rekanan dalam proyek Dispora tersebut. Uang Rp80 juta sebesar nilai kontrak memang masuk ke rekening perusahaan. Tapi setelah itu uangnya saya serahkan langsung kepada Nanda. Dari situ Nanda dan anggotanya datang kekantor saya untuk memberi fee,” jelas saksi.

Menurut saksi, dirinya tidak mengetahui terkait proyek tersebut. Sebab saksi hanya menandatangani berkas proyek. Namun pelaksanaan dilapangan dikerjakan seluruhnya oleh Nanda. “Karena percaya, saya meminjamkan perusahaan kepada Nanda. Saya samasekali tidak tahu mengenai proyek itu.

Saya cuma menandatangai berkas. Sedangkan pengerjaannya seluruhnya dilakukan Nanda,” terang saksi.

Dalam persidangan tersebut, saksi terbukti meminjamkan empat perusahaan lainnya untuk mengikuti lima paket proyek Dispora. Perusahaan tersebut diantaranya CV Ariyanda, CV Syaifadhira, CV Khairani dan CV Arthur. “Saya memang mencari perusahaan lain untuk dipinjamkan. Dalam proyek Dispora ini, empat perusahaan ditunjuk langsung mengerjakan lima paket proyek Dispora,” sebutnya.

Namun, pernyataan saksi Asnani berbeda dengan keterangan tiga saksi lainnya. Dimana ketiga saksi lainnya menyatakan bahwa Asnani selaku calo yang harus bertanggungjawab karena meminjamkan perusahaan milik mereka untuk mengikuti proyek di Dispora Sumut tersebut.

Dalam persidangan itu, saksi Sumarni selaku Dirut CV Ariyanda mengatakan perusahaan miliknya yang bergerak dibidang jasa umum tersebut dipinjamkan kepada Asnani. Dirinya hanya menandatangani berkas kontrak. Kemudian uang sebesar Rp85 juta lebih sesuai nilai kontark masuk ke rekening perusahaannya.

Selanjutnya saksi memperoleh fee sebesar Rp800 ribu. Namun saksi mengaku tidak tahu mengenai pengerjaan proyek tersebut saat Majelis Hakim menanyakannya dan mengaku semua urusan tersebut adalah tanggungjawab Asnani.

“Apakah Anda mengetahui proyek tersebut bermasalah? Tidak, saya tidak tahu. Perusahaan saya hanya dipinjam. Semua berkas sebelumnya sudah diminta Asnani. Saya hanya tandatangan kontrak saja. Semua urusannya dengan Asnani, Majelis Hakim. Uang kontrak itu memang masuk ke rekening perusahaan saya, tapi semuanya sudah saya berikan kepada Asnani. Saya tidak tahu soal proyek ini, karena semua menjadi tanggungjawab Asnani,” ucapnya.

Selanjutnya saksi Syaiful Akhyar Nasution selaku Direktur CV Syaifadhira juga mengaku bahwa perusahaan miliknya yang bergerak dibidang kontaktor dipinjam oleh Asnani. Dimana dari nilai kontrak sebesar Rp60 juta, dirinya memperoleh fee Rp800 ribu. Saksi menyatakan hanya menandatangani berkas kontrak yang diberikan Asnani. Sedangkan seluruh pengerjaannya dilakukan oleh Asnani.

“Perusahaan saya dipinjam oleh Asnani yang juga ibuk saya. Semua pengerjaannya dilakukan oleh ibu Asnani. Saya hanya disuruh menandatangani kontrak. Semua uangnya diberikan kepada ibu Asnani. Saya juga tidak tahu itu kontrak apa. Karena saya tidak membaca isi kontrak itu,” sebutnya.

Sedangkan keterangan saksi Beni Napoleon Sihombing selaku Komisaris CV Arthur juga tidak jauh beda. Dirinya mengaku perusahaannya dipinjam oleh Asnani untuk mengikuti tender di Dispora. Dalam kontrak tersebut, perusahaanya memenangkan dua paket proyek Dispora Sumut dengan nilai kontrak Rp300 juta yang masuk ke rekening perusahaannya. Namun dirinya samasekali tidak memperoleh fee dari proyek tersebut.

“Saya tidak dapat fee. Padahal sebenarnya saya dijanjikan mendapat 2,5 persen dari nilai kontrak. Selanjutnya teman saya Wong Kim Po alias Apo menghubungi saya. Dia meminta agar uang itu diserahkan kepada seorang perempuan. Belakangan saya mengetahui proyek ini bermasalah setelah dipanggil penyidik Poldasu,” bebernya.

Setelah mendengarkan keterangan empat orang saksi, Majelis Hakim selanjutnya menunda persidangan hingga pekan depan, dengan mendengarkan keterangan dua orang saksi lainnya. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/