Politisi Demokrat ini pesimis proyek pembangunan skybridge belum dapat difungsikan tahun ini. “Apalagi beberapa komponen bangunan sudah ada yang rusak,” kata Parlaungan.
Ia juga mengkritisi pada tahun anggaran yang sama, Pemko melalui Dinas Perhubungan membangun beberapa unit halte, di antaranya ada di Jalan Putri Hijau dan di Pusat Pasar Medan menelan anggaran sekitar Rp1,2 miliar. Halte itu dibangun untuk mendukung kehadiran angkutan massal bus.
Sayangnya, lanjutnya, bus belum diluncurkan malah halte sudah rusak hingga belum digunakan. Bahkan, halte di lokasi Pusat Pasar digunakan pedagang untuk menumpuk sayur dan buah dagangan mereka.”Pembangunan kios-kios buku bekas di Jalan Pegadaian menggunakan lahan milik PT KAI tahun 2013. Para pedagang buku semula berjualan di Lapangan Merdeka. Kios-kios itu dibangun oleh Wali Kota Abdillah untuk membersihkan pedagang dari Titi Gantung karena dianggap kumuh,” kata Parlaungan.
Tak hanya itu, kata Parlaungan, lalu muncul kebijakan Wali Kota Medan sebelumnya Rahudman Harahap memindahkan pedagang buku di Jalan Pegadaian dengan dana APBD sekitar Rp1,8 miliar. Kios di Lapangan Merdeka dibongkar dengan alasan untuk membangun lahan parkir sebagai pendukung pembangunan skybridge.
Parlaungan juga menyebutkan, baru saja pedagang buku menyesuaikan diri di Jalan Pegadaian, sudah digusur kembali. Dengan menggunakan APBD 2016 sebesar Rp9 miliar, dibangun kembali kios buku besar berlantai 2 sebanyak 180 kios.
“Ini Kota Medan lho, kota yang berada di luar Pulau Jawa yang menjadi perhatian nasional, tapi pejabatnya tidak memiliki perencanaan matang untuk membangun kotanya. Puluhan miliar uang negara habis sia-sia. Kalau digunakan untuk mendukung program kesehatan, pendidikan warga kurang mampu, bedah rumah, membantu UMKM sudah sangat tertolong warga Kota Medan ini,” katanya.
Pihaknya menyesalkan Pemko terlalu terburu-buru melakukan MoU dengan PT KAI. “Kalau memang kios buku akan dibangun lagi di Lapangan Merdeka kenapa dulu digusur,” pungkasnya. (prn/ila)