MEDAN-Hari terakhir ujian nasional (UN) tak lengkap tanpa corat-coret baju seragam. Mungkin inilah yang ada di benak para siswa di Medan mungkin di seluruh Indonesia. Fenomena ini pun sudah menjadi tradisi yang tidak bisa dibasmi.
Guru lepas tangan. Para pengamat pun akhirnya harus memaklumi hal itu.
“Susah kita mengontrol itu. Yang pasti imbauan selalu kita sampaikan. Bahkan tadi kita merazia kalau ada siswa yang membawa spidol dan cat pilox,” kata Kepala Sekolah SMKN 3 Medan, Usman Lubis.
Bahkan, di Tebingtinggi, para kepala sekolah di Kota Rambutan itu tak mampu menghalau aksi corat-coret tersebut. Ya, tetap saja para siswa tumpah ruah di jalanan dengan baju yang telah berganti warna. “Kami coret-coret baju kan ingin merayakan perpisahan sesama kawan, baju ini menjadi kenang-kenangan untuk masa SMA,” jelas s Nita, siswa di Tebingtinggi.
Apa yang terjadi di Tebingtinggi tak jauh berbeda dengan Medan. Siswa dari beragam sekolah memenuhi jalanan kota. Mereka berkendara roda dua dan roda empat. Bahkan, ada kumpulan siswa yang terlihat menyewa angkot. Mereka berkonvoi, menjual keceriaan.
Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Suwardi Lubis MA mengungkapkan fenomena akhir UN ini adalah buah dari budaya prakmatis yang nyawan dalam pikiran siswa. “Pola pikir mereka terlalu praktis. Jadi bukan datang dari budaya mana. Makanya, di sinilah letak peranan guru dan wali kelas untuk ngumpulkan mereka sehabis ujian. Jangan dilepas begitu saja,” jelasnya.
Pendapat berbeda justru dikatakan pengamat pendidikan Kota Medan, Musyitho Solin. Menurutnya, aksi coret-coret seragam itu bukan merupakan suatu pelanggaran. “Hanya saja ketika masyarakat melihat itu terkesan menjadi suatu perbuatan yang kurang pas. Jadi saya melihat tidak ada masalah dengan itu,” katanya.
Bahkan menurut dia, aksi tersebut sebagai wadah mengekspresikan diri para siswa usai melewati ujian. “Jadi saya sudah lama mengamati ini. Tetap tidak ada cara untuk mengantisipasinya. Sehingga mari kita pahami saja kenapa ini kerap dilakukan para siswa,” ujarnya.
Dia mengungkapkan pernah mendapat pengalaman terkait tradisi aneh tersebut. Di mana, ada sekolah yang menyediakan kain berukuran panjang sebagai media ekspresi para siswa. Selain itu, pihak sekolah juga meminta siswa mengumpulkan seragam sekolahnya untuk kemudian disumbangkan ke panti asuhan. “Bagus memang. Instruksi sekolah itu memang mereka kerjakan, namun tetap saja tradisi coret-coret mereka lakukan. Jadi, siswa pintar sekali dengan menyiapkan dua seragam, satu buat disumbangkan, serta satunya untuk dicoret-coret. Jadi, ya kita juga harus berusaha memahami fenomena tersebut,” imbuhnya.
Lalu, bagaimana sikap pihak sekolah? Kepala Sekolah SMKN 3 Medan, Usman Lubis, kembali mengatakan pihaknya kesulitan untuk menghalau hal itu. Pasalnya, siswa cenderung melakukan corat-coret di luar sekolah.”Di luar itu bukan kewenangan kami dan pastinya menjadi urusan polisi,” ungkapnya.
Nah kemarin, polisi ternyata sudah siaga. Satuan Lalu Lintas dan jajaran Satuan Shabara Polresta Medan berhasil mengamankan ratusan pelajar SMA yang berkonvoi di beberapa ruas Jalan di Kota Medan.
Selain mengamankan sepeda motor dan mobil, para pelajar yang tidak memiliki dokumen kendaraan lengkap, para pelajar tersebut dikumpulkan di Lapangan Merdeka Medan untuk diberikan penyuluhan dan imbauan tentang pentingnya tertib berlalu lintas. Kasat Lantas Polresta Medan, Kompol Budi Hendrawan mengatakan, dari hasil kegiatan razia yang dilakukan ada sebanyak 235 pelanggaran, yang terdiri dari 190 roda dua dan 45 roda empat. Untuk rincian pelanggaran roda empat ada 35 pelanggaran. Kemudian, roda dua ada 40 pelanggaran, tidak menggunakan helm 95, melanggar marka dan rambu lalu lintas 40 dan pelanggaran lainnya sebanyak 35.
“Para pelajar yang diamankan itu dari kawasan seputaran Lapangan Merdeka, Ring Road, Jalan Sudirman, Tengku Amir Hamzah, Djamin Ginting, Setia Budi dan seputaran wilayah Kota Medan,” sebut Budi.
Tak ketinggalan, Polres Deliserdang pun melakukan hal yang sama. Hasilnya, 137 set surat tilang dikeluarkan untuk pengendara berpakaian SMA penuh coretan yang melanggaran peraturan lalu lintas, Rabu (16/4) sore. Bahkan, sebanyak 48 unit sepeda motor tidak memiliki kelengkapan surat kepemilikan kendaraan diamankan dan ditahan di Mapolres Deliserdang.
886 Siswa SMK di Medan UN Susulan
Di sisi lain, sebanyak 886 siswa swasta dan negeri di Kota Medan terpaksa mengikuti ujian susulan yang dilaksanakan pada 22-24 April 2014 mendatang. “Sekolah yang sudah melapor sampai hari ini (kemarin) sebanyak 886 siswa, baik SMK swasta dan negeri di Medan. Jumlah tersebut terdiri dari 14 SMK yang ada di kota Medan,” ujar Sekertaris Pelaksana UN Medan, Zulhanif saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (16/4) di kantor Dinas Pendidikan Kota Medan Jalan Pelita IV Medan.
Disebutkan, 14 SMK itu adalah SMK Medan Area, Alfatah, Markus, Yapim I Medan, Eria, SMK Negeri 13 Medan, Budi Agung, Yasti Labuhan Deli, Harapan Mekar 2, SMK Yapim Taruna Belawan, SMK Muhammadiyah 04, SMK PGRI 8 Medan, dan SMK IRA.
“Sebelumnya ada 13 sekolah yang kami terima tidak sesuai naskah ujiannya. Khusus SMK IRA baru masuk di hari ini. Jadi hari ini juga terakhir laporan masuk. Kalau tidak, berarti kan tidak ada masalah di sekolah tersebut,” tegas Kepala Seksi Kurikulum SMK Dinas Pendidikan Kota Medan ini. Ditambahkannya, pihaknya segera melaporkan ke Balitbang Pusat apabila tidak ada lagi sekolah yang melapor guna mengikuti UN susulan. Selain Medan, tiga kabupaten/kota lainnya seperti Paluta, Batubara dan Padangsidimpuan belum bisa dipastikan pihak pelaksana UN Sumatera Utara.
Selain masalah soal yang tertukar, pada UN tahun ini juga ditemukan berbagai kecurangan. Ketua Komunitas Air Mata Guru Abdi Surya Saragih mengatakan bocornya kunci jawaban masih sama modusnya seperti sebelumnya. Pagi sekira pukul 5.20 siswa berkumpul di sebuah masjid dan gedung sekolah. Ada juga yang berkumpul di tempat fotokopi. Berbeda dengan tahun sebelumnya untuk mendapatkan kunci jawaban siswa harus bayar Rp150.000.
Namun, ketika ditanya dimana tempat kejadiannya komunitas ini tak bersedia menjawab dengan alasan takut dikriminalitaskan. “Seperti pengalaman kami sebelumnya. Kami sempat dipenjarakan,” kata Dewan Pembina Komunitas Air Mata Guru, Resita SPd. “Pokoknya semua kejadiannya di Medan,” timpal salah seorang rekan mereka.
Ketika wartawan menanyakan mana naskah soal agar bisa disesuaikan dengan kunci jawabannya, lagi-lagi mereka menjawab tidak ada. Padahal naskah soal tidak dikembalikan ke Disdik Medan diserahkan untuk sekolah saja. “Tapi biasanya, cocok itu,” kata Reasita.
Terkait temuan pelanggaran tidak disegelnya lembar jawaban oleh Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) saat melakukan pengawasan di SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5 dan SMKN 10 masih didalami dan diselidiki satuan pengawas UN.
“Kita akan melakukan identifikasi di sekolah itu (SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5 dan SMKN 10) siapa pengawas satuan pendidikan kita yang berada di sana. Kenapa bisa dibiarkan di ruangan,” kata koordinator pengawas satuan pendidikan UN Sumut, Prof DR Khairil Anshari MPd kepada wartawan, Rabu (16/4).
Dikatakan, pihaknya tidak ada mendapatkan informasi dari satuan pengawas pendidikan kepada koordinator pengawas UN Sumut. “Tetapi kalau ada hal-hal yang lain, misalnya yang salah mengerjakan dan lain sebagainya itu ada,” sebutnya.
Disinggung tindakan pihaknya atas temuan Ombudsman, Pembantu Rektor (PR) I Universitas Negeri Medan (Unimed) itu mengatakan, kepala sekolah SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, dan SMKN 10 harus Bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
“Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan juga bertanggungjawab atas temuan Ombudsman tersebut. Sebab, Kepala Dinas Pendidikan yang meng SK kan mereka disitu,” tegasnya.(mag-6/mag-8/ian/ain/rbb)