MEDAN, SUMUTPOS.CO- Tempat parkir sepeda motor yang dibangun Pemprovsu di Kantor Gubsu memang menelan biaya cukup fantastis, Rp5,8 miliar, namun area parkir itu tak dilengkapi CCTV (Closed Circuit Television) sebagai pengamanan. Informasi dihimpun wartawan, Selasa (16/6), proyek tempat parkir yang dikelola Biro Perlengkapan dan Aset ini, akan dibangun layaknya gedung parkir hingga 3 lantai.
Bahkan atap lantai 3 masih bisa dijadikan tempat parkir. Material baja dan besi akan mendominasi tempat parkir tersebut. Selain itu akan ada juga taman-taman kecil di dalamnya.
Menurut Kepala Subbagian Perawatan Gedung dan Kantor Biro Perlengkapan dan Aset, Syahril, pekerjaan baja akan mendominasi pembangunan tempat parkir itu.
“Nanti tiang bajanya yang agak besar pekerjaannya. Ada taman kecilnya juga,” ujarnya kepada wartawan, kemarin.
Saat ditanya soal keamanan tempat parkir berupa CCTV, Syahril mengakui tidak ada anggaran pengadaan CCTV dalam dokumen proyek itu. “Sepertinya tidak ada CCTV. Mungkin nanti ke depannya dianggarkan. Sementara pengamanan akan dilakukan seperti biasa. Ada petugas Satpol PP,” katanya.
Menanggapi hal ini, pengamat transparansi anggaran dan kebijakan publik, Elfenda Ananda, menegaskan, tidak ditampungnya pengadaan CCTV dalam proyek pembangunan tempat parkir tiga lantai ini, mengindikasikan perencanaan yang buruk dari Pemprovsu.
“Anggarannya hampir Rp6 miliar, tapi CCTV tidak ditampung. Indikasinya perencanaan tidak bagus. Bangunannya mau dibuat modern, tapi pengamanannya konvensional atau masih kuno. Seharusnya untuk tempat parkir seperti itu, mesti ada CCTV untuk mendukung sarana keamanannya,” sebutnya saat dihubungi Sumut Pos, Selasa (16/6).
Elfenda khawatir tempat parkir mahal tersebut akan menjadi sia-sia diawal penggunaannya. Sebab tanpa sarana pengamanan yang baik, sangat mungkin tidak akan digunakan pengguna sepeda motor untuk parkir. “Bisa jadi tidak ada yang mau parkir di sana. Karena keamanannya tak mendukung,” tukasnnya.
Pada konteks anggaran sebesar itu, Elfenda menilai Pemprovsu dalam hal ini kurang mencermati kebijakan politik anggaran. Di mana lebih banyak melihat persoalan pada kepentingan politik yang tidak mendukung penyelesaian masyarakat. Ia berharap Gubsu Gatot Pujo Nugroho lebih arif menyikapi pengalokasian APBD terutama soal kewajiban kurang bayar dana bagi hasil (DBH) kepada kabupaten kota.
“Pemprov tidak menjawab fungsi anggaran dengan maksimal. Seperti halnya penyertaan modal BUMD, atau juga diarahkan untuk kepentingan pembangunan terhadap masyarakat luas,” katanya.
Menurut dia, kebutuhan pembangunan parkir di Kantor Gubsu belumlah mendesak. Oleh sebab itu, ditengah belum tuntasnya kewajiban kurang bayar kepada kab/kota, Pemprovsu seolah mempertontonkan kemewahan. “Harusnya ada keseimbangan antara keuangan dan pembayaran. Artinya kebijakan yang sifatnya efisien harus dilakukan. Utang-utang juga harus diselesaikan karena itu bisa menghambat pembangunan di daerah,” ungkapnya.
Dia menambahkan, perbaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan mendapat Opini WTP seharusnya diikuti dengan perbaikan tata kelola keuangan dan pembanguan. “Opini WTP harus diikuti perbaikan pembangunan, khususnya tata kelola keuangan,” pungkasnya. (prn/adz)