SUMUTPOS.CO, MEDAN- Kasus kekerasan seksual yang terjadi di SD Negeri Percobaan di Jalan Sei Petani, Medan Baru, mendapat perhatian serius dari Wali Kota Medan HT Dzulmi Eldin. Wali Kota menilai, kejadian ini bukanlah tindakan yang disengaja oleh pelaku. Pasalnya, kejadian ini bermula ketika sesama murid melakukan perlombaan dan yang kalah diberikan sanksi.
Karena dilakukan tidak sengaja, Eldin mengaku, pelaku yang melakukan pelecehan seksual tidak akan dikeluarkan dari sekolah. “Sanksinya hanya kita berika peringatan, tapi jika dikemudian hari kejadian ini terulang, maka siswa yang bersangkutan akan dikeluarkan dari sekolah,” ujar Eldin di Balai Kota, Kamis (15/10).
Dijelaskannya, setelah kasus ini mencuat, dirinya langsung menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan untuk terjun langsung melakukan pemeriksaan. “Dan hari ini (kemarin) Inspektorat yang turun ke SD Sei Petani,” katanya.
Kepala sekolah SD Sei Petani, kata dia, juga diberikan sanksi tegas berupa teguran karena lalai dalam menjalankan tugasnya. “Sanksinya bukan pencopotan, hanya kita berikan teguran keras,” tandasnya.
Sementara, dari pertemuan yang digelar di SD Negeri Percobaan Jl Sei Petani Nomor 19 Medan yang dihadiri Kepala Sekolah Dra Elly Zarahmi Simatupang, Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Marasutan Siregar, perwakilan Inspektorat Pemko Medan, anggota DPRD Medan Ratna Sitepu, Kepala UPT Effendi Sipayung serta pengawas sekolah di ruang kepala sekolah, Kamis (16/10) siang, belum ditemukan titik temu. Karenanya, pihak sekolah harus memutar otak untuk mencari solusi atas persoalan tersebut. Pasalnya, kedua belah pihak masih mempertahankan argumen masing-masing, sehingga penuntasan masalah menjadi berlarut-larut.
Rapat yang berlangsung kurang lebih tiga jam itu menghasilkan kesimpulan, akan dilakukan mediasi kembali antara pihak-pihak terkait. Kepala sekolah diminta menyurati berbagai pihak itu dan mengagendakan pertemuan pada Sabtu (18/10) besok.
Kepala SDN Percobaan Elly Zarahmi Simatupang mengaku, pihaknya masih melakukan upaya mediasi dengan pihak-pihak terlibat. Bahkan dikatakan Elly, rapat mengenai hal itu sejak kemarin sore hingga malam sudah dibahas dengan melibatkan komite sekolah.
“Hanya itu yang bisa saya sampaikan kepada kawan-kawan wartawan, karena sejak Rabu kemarin kami sudah membahas ini dengan berbagai pihak. Kita harap mediasi pada Sabtu mendatang dapat membuahkan kesepakatan,” ungkapnya kepada Sumut Pos usai rapat, Kamis (16/10). Elly lantas enggan memberi jawaban lagi dengan alasan sudah capek meladeni tamu yang datang pascaterkuaknya kasus tersebut.
Kepala UPT sekolah, Effendy Sipayung mengatakan hal senada. Menurutnya kedua belah pihak masih ego dan enggan menerima masukan dari pihak lain. “Alhasil diambil langkah mediasi kembali untuk penyelesaian masalah ini. Kalaupun tetap tidak ketemu, ya terserah masing-masing pihak sajalah mengambil sikap apa,” ujarnya. “Jadi tadi Pak Kadis bilang agar disurati seluruh pihak terkait untuk bertemu pada Hari Sabtu ini, dan diambil solusi terbaik,” terangnya.
Dia juga mengatakan kalau anak yang jadi korban bakal direhabilitasi. Itu pun menurut penuturan orangtua siswi yang menjadi korban kekerasan. Pun begitu pihaknya akan melakukan kunjungan untuk melihat kondisi terkini si anak, di mana sampai saat ini pihak keluarga masih enggan menerima.
Saat disinggung adanya tekanan yang didapat pihak sekolah dari keluarga pelaku, di mana disebut-sebut dari LSM, pihaknya menepis anggapan tersebut. “Enggak benar itu dek. Kita merasa gak ada tekanan apapun dari orangtua yang terduga anaknya sebagai pelaku,” kata Effendy. Ia menambahkan bahwa tidak mengetahui pasti pekerjaan orangtuapelaku tersebut, di mana berdasarkan database sekolah yang bersangkutan memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta.
Terpisah, keluarga dekat korban, Sasa, saat dihubungi Sumut Pos mengatakan sudah melayangkan pengaduan ke DPRD Medan, Kamis (16/10). Pihaknya meminta agar anggota dewan turut bersikap dalam persoalan ini. “Kami sudah capek bulak-balik dimediasi, toh hasilnya gak ada juga. Permintaan kami agar anak itu dipindahkan dari sekolah juga tak direspon. Jangankan dikeluarkan dari sekolah, diberi skorsing pun tidak,” bebernya.
Sebelumnya, kaukus Perempuan DPRD Kota Medan meminta Wali Kota Dzulmi Eldin menindaklanjuti kasus kekerasan yang menimpa siswa di Sekolah Dasar (SD) Percontohan dan sekolah lainnya. Ketua Kaukus perempuan DPRD Medan, Ratna Sitepu menyebutkan, mencuatnya kasus kekerasan terhadap anak khususnya pelajar, tidak terlepas dari lemahnya pengawasan Dinas Pendidikan Kota Medan, seperti siswa tidak diperbolehkan membawa handphone dan kendaraan ke sekolah.
Disamping itu, kebebasan HAM yang terus digaungkan sejumlah elemen, sudah disalahartikan oleh masyarakat. Akibatnya, Undang-undang HAM yang sejatinya untuk mengarahkan hidup manusia menjadi lebih baik, harus ternodai akibat ulah oknum.
“Kalau saja Disdik Medan tegas dalam menerapkan aturan di institusinya, kami yakin pelecehan seksual, kekerasan antar sesama siswa yang terjadi di SD Percontohan itu tidak terjadi. Karena, kejadian itu diawali pelaku kekerasan lantaran melihat video porno melalui ponselnya,” tegas Ratna.
Sementara, Vice Chairman KPAI, Dr Budiharjo Bsc MSi mengatakan, persoalan anak seperti kekerasan fisik, psikis, kekerasan seksual dan keterlantaran di Indonesia semakin meningkat, khususnya di Sumut.
“Kekerasan psikis mencapai 25 juta ke atas, karena setiap rumah tangga pasti ada kekrasan psikis ini. Misalnya, memaki, mengejek anak itu juga sudah termaksud di dalamnya. Sementara keterlantaran mencapai 5,4 juta,” ujar Budiharjo didampingi Komisioner KPAI, Putu Elfina Gani kepada Sumut Pos di sela-sela kesibukannya dalam acara rapat koordinasi KPAID se-Indonesia bagian Barat di Hotel Madani, Kamis (16/10).
Masalah pada anak di Kota Medan baru-baru ini pun kembali terjadi. Namun, sayangnya pemerintah tampak belum memberi perhatian yang lebih. KPAI yang menjadi lembaga paling intens untuk mengurusi persoalan anak pun masih ditempatkan di belakang.
“Kami masih berada di belakang, ibaratnya cuma untuk mencuci piring. Pemerintah belum memposisikan kelembagaan KPAI. KPAI di daerah pun belum terbentuk dan Perda kita baru di buat April lalu. Padahal UU Perlindungan anak sudah ada lama,” ujar Ketua KPAID Sumut, Zahrin Piliang.
Lanjutnya, pemerintah, pemangku kepentingan, SKPD terkait dan pemangku kebijakan lainnya termaksud dunia usaha, masyarakat dan keluarga juga harus memperhatikan kasus persoalan anak. “Ini tanggungjawab kita bersama, bagaimana orang bila melihat anak-anak itu mindsetnya yah harus melindungi. Seperti saat orang melihat larangan masuk ke areal tanah orang, KUHP 551, begitu,” katanya.(dik/prn/put/adz/ram)