30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hakim Gelar Sidang di Jalan

Sidang Sengketa Masjid Al Ikhlas

MEDAN- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan menggelar sidang lapangan atas gugatan pembongkaran paksa Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan, Rabu (16/11). Persidangan tersebut dimaksudkan untuk melihat langsung ukuran tanah, batas dan bangunannya.

Hadir dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Yarwan SH MH dan dua anggota majelis hakim Erly Suhermanto SH dan Ardoyo Wardana SH serta panitera Ben Hasmen’s SH. Tak hanya itu, juga hadir kuasa hukum penggugat, Hamdani Harahap, kuasa hukum tergugat I dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan Asmie dan tergugat II Departemen Pertahanan diwakili pihak intervensi satu Kodam I/BB M Ichrom dan Subiyatmo.

Yarwan menyampaikan, sidang lapangan digelar untuk melihat langsung objek yang diperkarakan. Hal ini penting dilakukan untuk mengecek objek yang diperkarakan dan mengumpulkan fakta-fakta. Seperti ukurannya dan batas wilayah serta bangunan  yang berada di atas objeknya.

Persidangan yang hanya digelar di jalan, tanpa dibolehkan masuk oleh pihak Kodam I/BB, tetap berjalan tanpa mengurangi makna dari persidangan. Dikarenakan utusan Kodam I/BB tak memiliki wewenang memberikan izin. “Persidangan tetap digelar, karena persoalan kondisi hakim memang tak dibenarkan masuk. Tapi sidang tetap digelar tanpa mengurangi makna dari persidangan. Terpenting kami kami sudah melihat objeknya,” kata Yarwan di pinggiran Jalan Timor.

Pada kesempatan yang sama, Hamdani menerangkan penggugat memperkarakan tentang luas objek tanah di lokasi Masjid Al Ikhlas Jalan Timor yang memiliki empat versi. Diantaranya, versi BPN Medan mengeluarkan sertifikat hak pakai No. 847/2006, disebutkan luasnya 9.825 meter persegi, versi Kodam I/BB luasanya 12 ribu meter persegi, versi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan seluas 8.958 meter persegi dan versi para pengugat atau atas ukuran masyarakat serta saksi-saksi seluas 12 meter persegi.

“Kami mintakan sidang lapangan supaya mengetahui jelas ukuran tanahnya, dan kami minta supaya hakim melihat langsung pertapakan masjid Al Ikhlas yang dirubuhkan,” ujarnya.

Dia berpendapat, bila ukuran tanahnya berbeda dengan ukuran sertifikat tanah, perubuhan masjid yang dilakukan beberapa waktu lalu merupakan tindakan ilegal. “Terpenting kami memperkarakan tentang ukuran dan luas tanahnya, kami minta ini supaya dibatalkan,” tegasnya.

Sementara itu, perwakilan BPN Medan Asmie tampak gugup saat menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. Saat pengukuran dilakukan, majelis hakim mempertanyakan, apakah sudah ada bangunan masjid atau bangunan lainnya. Asmie menjawab, mungkin ada, tapi bisa dilihat dari surat ukur. Ketika dilihat surat ukur, ternyata di dalam surat tersebut tercantum lima bangunan berada di wilayah tersebut. Kemudian, majelis hakim bertanya kembali saat dilakukan pengukuran tanah apakah termasuk bangunan masjid, Asmie kembali gugup. “Mungkin yang mulia,” sebutnya.

Sedangkan pihak Kodam/I BB tak banyak bicara, jawaban majelis hakim hanya dijawab lupa dan tak tahun pasti waktunya. Karena ketika itu hakim bertanya kapan dilaksanakannya pembangunan tembok, apakah dilakukan pihak Kodam atau pengembang? Selanjutnya hakim bertanya waktu pembongkaran titi. “Waktu tidak tahu pasti pak hakim,” jawab M Ichrom. Setelah dilaksanakan persidangan tersebut, majelis hakim akhirnya mengambil keputusan menunda persidangan satu minggu mendatang, Kamis (24/11). Dalam persidangan tersebut, majelis dan pengugagat serta tergugat menyepakatinya. Akhirnya sidang lapangan bubar dengan tertib.(mag-7)

Sidang Sengketa Masjid Al Ikhlas

MEDAN- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan menggelar sidang lapangan atas gugatan pembongkaran paksa Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan, Rabu (16/11). Persidangan tersebut dimaksudkan untuk melihat langsung ukuran tanah, batas dan bangunannya.

Hadir dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Yarwan SH MH dan dua anggota majelis hakim Erly Suhermanto SH dan Ardoyo Wardana SH serta panitera Ben Hasmen’s SH. Tak hanya itu, juga hadir kuasa hukum penggugat, Hamdani Harahap, kuasa hukum tergugat I dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan Asmie dan tergugat II Departemen Pertahanan diwakili pihak intervensi satu Kodam I/BB M Ichrom dan Subiyatmo.

Yarwan menyampaikan, sidang lapangan digelar untuk melihat langsung objek yang diperkarakan. Hal ini penting dilakukan untuk mengecek objek yang diperkarakan dan mengumpulkan fakta-fakta. Seperti ukurannya dan batas wilayah serta bangunan  yang berada di atas objeknya.

Persidangan yang hanya digelar di jalan, tanpa dibolehkan masuk oleh pihak Kodam I/BB, tetap berjalan tanpa mengurangi makna dari persidangan. Dikarenakan utusan Kodam I/BB tak memiliki wewenang memberikan izin. “Persidangan tetap digelar, karena persoalan kondisi hakim memang tak dibenarkan masuk. Tapi sidang tetap digelar tanpa mengurangi makna dari persidangan. Terpenting kami kami sudah melihat objeknya,” kata Yarwan di pinggiran Jalan Timor.

Pada kesempatan yang sama, Hamdani menerangkan penggugat memperkarakan tentang luas objek tanah di lokasi Masjid Al Ikhlas Jalan Timor yang memiliki empat versi. Diantaranya, versi BPN Medan mengeluarkan sertifikat hak pakai No. 847/2006, disebutkan luasnya 9.825 meter persegi, versi Kodam I/BB luasanya 12 ribu meter persegi, versi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan seluas 8.958 meter persegi dan versi para pengugat atau atas ukuran masyarakat serta saksi-saksi seluas 12 meter persegi.

“Kami mintakan sidang lapangan supaya mengetahui jelas ukuran tanahnya, dan kami minta supaya hakim melihat langsung pertapakan masjid Al Ikhlas yang dirubuhkan,” ujarnya.

Dia berpendapat, bila ukuran tanahnya berbeda dengan ukuran sertifikat tanah, perubuhan masjid yang dilakukan beberapa waktu lalu merupakan tindakan ilegal. “Terpenting kami memperkarakan tentang ukuran dan luas tanahnya, kami minta ini supaya dibatalkan,” tegasnya.

Sementara itu, perwakilan BPN Medan Asmie tampak gugup saat menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. Saat pengukuran dilakukan, majelis hakim mempertanyakan, apakah sudah ada bangunan masjid atau bangunan lainnya. Asmie menjawab, mungkin ada, tapi bisa dilihat dari surat ukur. Ketika dilihat surat ukur, ternyata di dalam surat tersebut tercantum lima bangunan berada di wilayah tersebut. Kemudian, majelis hakim bertanya kembali saat dilakukan pengukuran tanah apakah termasuk bangunan masjid, Asmie kembali gugup. “Mungkin yang mulia,” sebutnya.

Sedangkan pihak Kodam/I BB tak banyak bicara, jawaban majelis hakim hanya dijawab lupa dan tak tahun pasti waktunya. Karena ketika itu hakim bertanya kapan dilaksanakannya pembangunan tembok, apakah dilakukan pihak Kodam atau pengembang? Selanjutnya hakim bertanya waktu pembongkaran titi. “Waktu tidak tahu pasti pak hakim,” jawab M Ichrom. Setelah dilaksanakan persidangan tersebut, majelis hakim akhirnya mengambil keputusan menunda persidangan satu minggu mendatang, Kamis (24/11). Dalam persidangan tersebut, majelis dan pengugagat serta tergugat menyepakatinya. Akhirnya sidang lapangan bubar dengan tertib.(mag-7)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/