MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kabar bahwa Medan dinobatkan sebagai Kota Terkotor urutan teratas di Indonesia baru-baru ini, ternyata cukup mengganggu pikiran Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi.
Tidurnya bahkan sempat terganggu beberapa hari mendengar berita tersebut. “Terus terang, saya sangat kecewa sekali. Karena itu Kota Medan harus berubah. Gara-gara itu saya tidak bisa tidur selama tiga hari,” kata Gubsu menjawab wartawan usai pe-lantikan Pj Bupati Phakpak Barat Asren Nasution di Kantor Gubsu, JalanPangeran Diponegoro Medan, Kamis (17/1).
Menurut Edy, predikat kota terkotor dalam hal penilaian pengelolaan sampah yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Pemko Medan, jadi sinyal bahwa ibukota Provinsi Sumut harus segera berubah karena hal itu benar kenyataannya.“Pokoknya Kota Medan harus segera berubah. Hari ini saya sudah panggil wali kota. Kita mau Sumut is the best. Pokoknya jangan sampai kalah kita dengan daerah lain Apalagi Kota Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumut,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pemko Medan langsung mengklarifikasi kabar yang menyebutkan Kementerian LHK menobatkan Medan sebagai Kota Terkotor urutan teratas di Indonesia.
Yang ada hanya penilaian berdasarkan bobot yang ditentukan, salah satunya yang paling utama adalah pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dalam penilaian TPA tersebut, Kota Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping bukan sanitary landfill.
Secara khusus dan resmi dalam penyerahan Piala Adipura 2018 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (14/1), Pemko membantah bahwa Kementerian LHK tidak ada memberikan penilaian 10 kota terkotor, yang salah satunya Kota Medan.
Demikian hasil konsultasi yang dilakukan langsung Kadis Kebersihan ddan Pertamanan Kota Medan M Husni ke Kementrian LHK di Jakarta, Selasa (15/1). Kedatangan Husni diterima Kasubdin Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah Kementrian LHK RI Agus Saifudin didampingi Kepala Seksi TPA Arif Sugari S.
“Berdasarkan hasil konsultasi yang kita lakukan dengan pihak Kementrian LHK, penilaian Adipura yang dilakukan berdasarkan bobot yang ditentukan, pengelolaan TPA ternyata merupakan salah satu penilaian yang paling utama. Ternyata dalam pengelolaan TPA ini, kita (Kota Medan) mendapat nilai rendah karena masih menggunakan sistem open dumping, seharusnya menggunakan sistem sanitary landfill. Jadi bukan kota terkotor seperti yang dilansir sejumlah media,” kata Husni.
Sebenarnya Pemko Medan telah menggunakan sistem sanitary landfill dalam pengelolaan sampah di TPA Terjun Jalan Marelan Raya, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Hanya saja belum dilakukan sepenuhnya, sebab sebagian lagi pengelolaan yang dilakukan masih menggunakan sistem open dumping.
Namun yang dinilai Kementrian LHK justru pengelolaan yang menggunakan sistem open dumping sehingga nilai yang diperoleh Pemko Medan sangat rendah. “Penilaian Adipura ada beberapa kriteria, salah satunya menyangkut pengelolaan TPA yang termasuk faktor utama sehingga memiliki bobot nilai 60%. Lantaran kita masih menggunakan sistem open dumping di TPA Terjun, Kota Medan pun mendapat nilai rendah. Jadi bukan kota terkotor seperti yang diberitakan sejumlah media usai penyerahan Piala Adipura oleh Wapres Jusuf Kalla di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin kemarin,” kata Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution, Rabu (16/1).
Oleh karenanya paskapenilaian ini, Akhyar mengatakan pihaknya akan melakukan pengelolaan sampah berbasis sanitary landfill, termasuk juga di TPA Namo Bintang yang akan dioperasikan dalam waktu dekat. Selain akan menjadi lebih baik, ia juga optimis delivery sampah mulai dari hulu (rumah warga) sampai hilir (TPA) akan berjalan lebih lancar dan cepat dibandingkan yang selama ini dilakukan. (prn/ila)