Bule itu tertarik sketsa Museum Fatahillah karya anggota IS. Dia mengatakan, Museum Fatahillah merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda yang masih terpelihara dengan baik. Dia kemudian menawari IS untuk pameran di kantornya, Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.
’’Ternyata bule itu staf di Kedutaan Belanda,’’ kata Donald. Pameran tersebut adalah rangkaian acara 200 tahun Kerajaan Belanda yang dirayakan pada 2014 dan 2015. Kedutaan Belanda ingin menggelar pameran seni dengan nuansa khas Negeri Kincir Angin itu di Indonesia.
’’Akhirnya disepakati tema gambarnya adalah bangunan warisan Belanda yang masih fungsional di Indonesia,’’ jelas Donald.
Itulah pekerjaan besar pertama yang melibatkan para anggota IS dari berbagai daerah. Sejumlah anggota IS dari Jakarta, Surabaya, Jogja, Bogor, Bandung, Semarang, dan Medan diminta untuk membuat karya terbaik. Mereka diminta untuk menggambar bangunan warisan Belanda di daerahnya masing-masing. ’’Tidak hanya menggambar, mereka harus tahu cerita gedung itu.’’
Hasilnya, terkumpul 30 sketsa yang kemudian dipamerkan di Erasmus Huis, Kedubes Belanda, 2–30 April lalu. Ada kebanggaan tersendiri dari para anggota IS karena pameran pertama mereka mendapat apresiasi dari Kedubes Belanda. Bahkan, beberapa sketsa laku dibeli pengunjung. ”Lumayan, satu karya di atas tiga jutaan,” ujarnya.
Dampak lain, dari pameran itu, IS ingin segera merealisasikan salah satu cita-citanya, yakni membuat buku yang menggambarkan Indonesia melalui sketsa.
”Kami ingin suatu saat Sabang sampai Merauke bisa kami gambar dengan sketsa. Siapa tahu, dengan sketsa, kami bisa lebih memperkenalkan negeri elok kita ini kepada bangsa lain,” tandas Donald.(*/c10/ari)