25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Sektor Pendidikan & Kesehatan Terkorup di Sumut

Foto: Diva Suwanda/Sumut Pos
Para peserta seminar foto bersama usai acaea Diskusi Publik terkait Diseminasi ” Hasil Penelitian Sewindu Tren Korupsi di Sumatera Utara.

SUMUTPOS.CO – Berdasarkan penelitian Sentra Advokasi Untuk Hak Dasar Rakyat (Sahdar), kurun waktu 2010 hingga 2018 menemukan banyaknya praktik korupsi terjadi di sektor pendidikan dan kesehatan. Modusnya, dengan penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan anggaran yakni mark up dan pungutan liar (Pungli).

Menurut lembaga ini, sektor yang paling banyak terdampak perilaku koruptif aparat sipil negara (ASN), di antaranya dinas Pendidikan dan dinas kesehatan dengan tingkat yang sangat tinggi. Secara gradual ada 32 kasus di dinas kesehatan dan dinas pendidikan selama delapan tahun terakhir.

Koordinator Sahdar Sumut, Ibrahim menerangkan untuk tingkat kerugian delapan tahun terakhir kuranglebih Rp1.149 triliun dengan 700 terdakwa yang 56 persennya adalah ASN di birokrasi pemerintahan.

Menurutnya, bicara penindakan, ada beberapa kasus yang masih belum jelas juntrungnya, mandeg belum bermuara ke meja pengadilan.

“Sebelumnya kami juga sudah mengadakan forum dengan aparat penegah hukum (APH) terkait menanyakan data jumlah kasus dugaan korupsi yang mandeg. Menurut kami masih ada banyak jumlah kasus korupsi yang belum sampai ke pengadilan,” ungkap Ibrahim saat diwawancarai dalam seminar bertajuk Diskusi Publik terkait Diseminasi “Hasil Penelitian Sewindu Tren Korupsi di Sumatera Utara” yang berlangsung di Hotel Arya Duta, Medan, Selasa (17/7).

Hadir dalam seminar itu sejumlah perwakilan diantaranya PN Medan, inspektorat dan kepolisian, akademisi hukum untuk membahas permasalahan korupsi yang terjadi dan mandeg di tangan aparat penegak hukum.

Ibrahim mengatakan, menurut aparat kepolisian mereka tidak mau disebut mandeg dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang terjadi di institusi mereka. “Dari hasil diskusi tadi, seperti yang kita dengar mereka tidak mau disebut mandeg, tetap lambat karena adanya conflict of interest di internal mereka sehingga terkadang penyidikan kasus dugaan korupsi itu menjadi lamban,” terangnya.

Dari hasil penelitian yang mereka lakukan, tingginya tindak pidana korupsi di dua sektor tersebut terjadi akibat besarnya anggaran di sana. “Jadi makin banyak anggarannya makin banyak pelaku korupsi. Hal ini jelas sangat berdampak terhadap pelayanan publik,” terangnya.

Dia membeberkan kasus dugaan korupsi tertinggti banyak terjadi di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebanyak 33 kasus sejak 2010-2018. Kemudian di Kota Medan ada 29 kasus. “Jadi dua instansi pemerintahan yang paling korupsi di Provinsi Sumut adalah di Pemprov dan Pemko Medan. Berbeda tipis dengan Provinsi Jawa Timur (Jatim),” ungkapnya.

Foto: Diva Suwanda/Sumut Pos
Para peserta seminar foto bersama usai acaea Diskusi Publik terkait Diseminasi ” Hasil Penelitian Sewindu Tren Korupsi di Sumatera Utara.

SUMUTPOS.CO – Berdasarkan penelitian Sentra Advokasi Untuk Hak Dasar Rakyat (Sahdar), kurun waktu 2010 hingga 2018 menemukan banyaknya praktik korupsi terjadi di sektor pendidikan dan kesehatan. Modusnya, dengan penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan anggaran yakni mark up dan pungutan liar (Pungli).

Menurut lembaga ini, sektor yang paling banyak terdampak perilaku koruptif aparat sipil negara (ASN), di antaranya dinas Pendidikan dan dinas kesehatan dengan tingkat yang sangat tinggi. Secara gradual ada 32 kasus di dinas kesehatan dan dinas pendidikan selama delapan tahun terakhir.

Koordinator Sahdar Sumut, Ibrahim menerangkan untuk tingkat kerugian delapan tahun terakhir kuranglebih Rp1.149 triliun dengan 700 terdakwa yang 56 persennya adalah ASN di birokrasi pemerintahan.

Menurutnya, bicara penindakan, ada beberapa kasus yang masih belum jelas juntrungnya, mandeg belum bermuara ke meja pengadilan.

“Sebelumnya kami juga sudah mengadakan forum dengan aparat penegah hukum (APH) terkait menanyakan data jumlah kasus dugaan korupsi yang mandeg. Menurut kami masih ada banyak jumlah kasus korupsi yang belum sampai ke pengadilan,” ungkap Ibrahim saat diwawancarai dalam seminar bertajuk Diskusi Publik terkait Diseminasi “Hasil Penelitian Sewindu Tren Korupsi di Sumatera Utara” yang berlangsung di Hotel Arya Duta, Medan, Selasa (17/7).

Hadir dalam seminar itu sejumlah perwakilan diantaranya PN Medan, inspektorat dan kepolisian, akademisi hukum untuk membahas permasalahan korupsi yang terjadi dan mandeg di tangan aparat penegak hukum.

Ibrahim mengatakan, menurut aparat kepolisian mereka tidak mau disebut mandeg dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang terjadi di institusi mereka. “Dari hasil diskusi tadi, seperti yang kita dengar mereka tidak mau disebut mandeg, tetap lambat karena adanya conflict of interest di internal mereka sehingga terkadang penyidikan kasus dugaan korupsi itu menjadi lamban,” terangnya.

Dari hasil penelitian yang mereka lakukan, tingginya tindak pidana korupsi di dua sektor tersebut terjadi akibat besarnya anggaran di sana. “Jadi makin banyak anggarannya makin banyak pelaku korupsi. Hal ini jelas sangat berdampak terhadap pelayanan publik,” terangnya.

Dia membeberkan kasus dugaan korupsi tertinggti banyak terjadi di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebanyak 33 kasus sejak 2010-2018. Kemudian di Kota Medan ada 29 kasus. “Jadi dua instansi pemerintahan yang paling korupsi di Provinsi Sumut adalah di Pemprov dan Pemko Medan. Berbeda tipis dengan Provinsi Jawa Timur (Jatim),” ungkapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/