28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Kini Hidup dengan Satu Ginjal

Fahri, Korban Salah Tembak Oknum Polisi Ngadu ke Propam Poldasu

T Fahri (27), merasa masa depannya sudah hancur dan tak berguna akibat kecorobahan oknum polisi yang bertindak ala koboy. Kini, Fahri hanya berharap dari tegaknya hukum dengan melaporkan personel Sat Sabhara Polresta yang bertindak ala koboy ke Propam Polda.

Rusdi Nasution, Medan

Fahri yang seharusnya bisa meringankan beban orang tuanya, kini tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kini Fahri malah tergantung kepada kedua orang tuanya dan dia harus menerima nasibnya hidup dengan satu ginjal.

Kepada wartawan Sumut Pos, TM Abzal Azad (63), ayah Fahri menceritakan, mereka terpaksa membawa Fahri keluar dari rumah sakit dengan usus masih terburai.

“Saya takut biaya makin bertambah dan utang saya semakin banyak di rumah sakit itu. Soalnya yang jadi jaminan kepada pihak rumah sakit adalah surat tanah keluarga saya,” keluh Abzad yang mengaku masih berhutang Rp44 juta di RS Mata Friska.

Sementara Fahri yang ditemui Sumut Pos setelah membuat pengaduan di Propam Polda Sumut, terlihat keletihan. Tangan kirinya memegang perut. Sesekali Fahri  terlihat sulit untuk menarik nafas.

Fahri mengaku, akibat luka tembak yang dialaminya, hidupnya menjadi serba salah. Bila duduk, pinggang merasa sakit. Bila berjalan, nafas terasa sesak dan kepala terasa pusing.

“Nggak tahu harus bagaimana Bang. Semuanya nggak bisa kulakukan. Kalau duduk tidak bisa lama. Pinggang terasa sakit. Kalau jalan tak bisa jauh, terasa capek, nafas sesak. Tidur hanya bisa telentang. Miring Sedikit, sakit,” ujar Fahri sambil memperlihatkan bekas operasi di perutnya dan nampak usus terlihat terburai  dibungkus dengan plastik.

Fahri mengaku sangat menyesalkan dengan penegakan hukum di negara ini. Karena polisi yang dianggap Fahri telah membuat hidupnya menderita. Tidak sedikitpun tersentuh hukum.

Lebih lanjut, Fahri mengatakan, ia dan keluarganya merasa telah dibohongi oleh polisi yang menembak dirinya. “Kami telah dibohongi dengan janji manisnya. Katanya nanti biaya rumah sakit dia yang nanggung. Tapi kenyataannya apa? Terpaksa ayahku minjam surat tanah orang untuk jaminan utang di rumah sakit,” keluh Fahri. Sambil menunjukan surat pengaduannya dengan Nomor STPL/164/X/2011/Propam.

Akibat ulah polisi ala koboy itu, ayah Fahri mengaku, hingga saat ini keluarga sudah menghabiskan uang kurang lebih Rp100 juta. Karenanya, mereka berharap ada dermawan yang mau meringankan beban mereka.

Menurut Fahri petaka ini berawal pada 5 Juni 2011 lalu, sekira pukul 03.30 WIB bersama tiga orang temannya yang pulang dari warkop dengan mengendarai mobil.  di Jalan Putri Hijau, tepatnya di depan Gedung Capital Building, mobil mereka menyenggol pengendara sepeda motor.

Melihat teman-teman pengendara sepeda motor itu ramai dan ngamuk. Rekan Fahri yang membawa mobil tancap gas. Mereka langsung diteriaki rampok. Hingga petugas polisi mengejar mereka dan menembak ban mobil yang ditumpangi Fahri. Mobil pun berhenti. Seketika itu juga, saat Fahri turun dari mobil bersama teman-temannya suara tembakan pun terdengar.

“Aku dengar suara tembakannya, tapi saat itu aku hanya merasakan seperti ada benda yang masuk di pinggangku. Terus aku coba lari dan baru beberapa langkah aku jatuh,” terang Fahri.(*)

Fahri, Korban Salah Tembak Oknum Polisi Ngadu ke Propam Poldasu

T Fahri (27), merasa masa depannya sudah hancur dan tak berguna akibat kecorobahan oknum polisi yang bertindak ala koboy. Kini, Fahri hanya berharap dari tegaknya hukum dengan melaporkan personel Sat Sabhara Polresta yang bertindak ala koboy ke Propam Polda.

Rusdi Nasution, Medan

Fahri yang seharusnya bisa meringankan beban orang tuanya, kini tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kini Fahri malah tergantung kepada kedua orang tuanya dan dia harus menerima nasibnya hidup dengan satu ginjal.

Kepada wartawan Sumut Pos, TM Abzal Azad (63), ayah Fahri menceritakan, mereka terpaksa membawa Fahri keluar dari rumah sakit dengan usus masih terburai.

“Saya takut biaya makin bertambah dan utang saya semakin banyak di rumah sakit itu. Soalnya yang jadi jaminan kepada pihak rumah sakit adalah surat tanah keluarga saya,” keluh Abzad yang mengaku masih berhutang Rp44 juta di RS Mata Friska.

Sementara Fahri yang ditemui Sumut Pos setelah membuat pengaduan di Propam Polda Sumut, terlihat keletihan. Tangan kirinya memegang perut. Sesekali Fahri  terlihat sulit untuk menarik nafas.

Fahri mengaku, akibat luka tembak yang dialaminya, hidupnya menjadi serba salah. Bila duduk, pinggang merasa sakit. Bila berjalan, nafas terasa sesak dan kepala terasa pusing.

“Nggak tahu harus bagaimana Bang. Semuanya nggak bisa kulakukan. Kalau duduk tidak bisa lama. Pinggang terasa sakit. Kalau jalan tak bisa jauh, terasa capek, nafas sesak. Tidur hanya bisa telentang. Miring Sedikit, sakit,” ujar Fahri sambil memperlihatkan bekas operasi di perutnya dan nampak usus terlihat terburai  dibungkus dengan plastik.

Fahri mengaku sangat menyesalkan dengan penegakan hukum di negara ini. Karena polisi yang dianggap Fahri telah membuat hidupnya menderita. Tidak sedikitpun tersentuh hukum.

Lebih lanjut, Fahri mengatakan, ia dan keluarganya merasa telah dibohongi oleh polisi yang menembak dirinya. “Kami telah dibohongi dengan janji manisnya. Katanya nanti biaya rumah sakit dia yang nanggung. Tapi kenyataannya apa? Terpaksa ayahku minjam surat tanah orang untuk jaminan utang di rumah sakit,” keluh Fahri. Sambil menunjukan surat pengaduannya dengan Nomor STPL/164/X/2011/Propam.

Akibat ulah polisi ala koboy itu, ayah Fahri mengaku, hingga saat ini keluarga sudah menghabiskan uang kurang lebih Rp100 juta. Karenanya, mereka berharap ada dermawan yang mau meringankan beban mereka.

Menurut Fahri petaka ini berawal pada 5 Juni 2011 lalu, sekira pukul 03.30 WIB bersama tiga orang temannya yang pulang dari warkop dengan mengendarai mobil.  di Jalan Putri Hijau, tepatnya di depan Gedung Capital Building, mobil mereka menyenggol pengendara sepeda motor.

Melihat teman-teman pengendara sepeda motor itu ramai dan ngamuk. Rekan Fahri yang membawa mobil tancap gas. Mereka langsung diteriaki rampok. Hingga petugas polisi mengejar mereka dan menembak ban mobil yang ditumpangi Fahri. Mobil pun berhenti. Seketika itu juga, saat Fahri turun dari mobil bersama teman-temannya suara tembakan pun terdengar.

“Aku dengar suara tembakannya, tapi saat itu aku hanya merasakan seperti ada benda yang masuk di pinggangku. Terus aku coba lari dan baru beberapa langkah aku jatuh,” terang Fahri.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/