MEDAN, SUMUTPOS.CO -Klinik yang menjadi provider Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, harus terakredtasi seluruhnya di 2017. Hal itu diungkapkan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Utama Medan Sudarto, Kamis (17/11).
Menurutnya, klinik yang menjadi provider BPJS harus sudah terakreditasi sejak 3 tahun dari berlakunya BPJS, yakni 2014.
“Jadi harusnya tahun depan klinik provider BPJS harus sudah terakreditasi semuanya,” ungkap Sudarto.
Namun, Sudarto mengaku, jika hal tersebut belum ditetapkan untuk diterapkan atau masih ditoleransi. Karena itu, disebutnya masih akan melihat perkembangan. Terlebih, dikatakan Sudarto sudah ada peraturan soal Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 99 Tahun 2016, tentang Peraturan Akreditasi.
Disinggung soal klinik provider BPJS di Kota Medan, belum ada yang terakreditasi, Sudarto mengakuinya. Sementara, ketika ditanya jumlah klinik, ia mengaku tidak mengingat, sehingga harus melihat data terlebih dahulu.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, drg Usma Polita juga mengaku, ke depan klinik harus terakreditasi, bila ingin menjadi provider BPJS. Namun, ia mengaku belum mengetahui waktu pasti peraturan itu. Menurutnya, belum ada pembicaraan soal itu, terlebih hal tersebut merupakan wewenang BPJS. “Kami tidak bisa memaksa. Tergantung kemampuan klinik itu, karena mereka swasta. Memang untuk akreditasi itu perlu biaya cukup mahal, karena pengawas dan penilai untuk akreditasi dari eksternal. Untuk kita saja, baru dua yang sudah dipersiapkan mendapat akreditasi,” jelasnya.
Dijelaskannya, akreditasi merupakan penilaian untuk mutu pelayanan. Menurutnya, dalam proses akreditasi itu, ada 776 elemen yang dinilai, di antaranya ketersediaan fasilitas, kesiapan tenaga, dan perkembangan program. Namun Usma mengaku, pihaknya tidak dapat memaksakan hal itu, meski pihaknya memiliki wewenang dalam pengaturan dan pengawasan klinik. “Jadi kalau klinik tidak bisa menangani, karena keterbatasan fasilitas atau yang lainnya, harus dirujuk ke Puskesmas atau rumah sakit, itu namanya intraksi jejaring. Namun, tidak bisa dipaksakan kalau klinik tidak memiliki fasilitas, karena mereka swasta. Terlebih, klinik lebih pada pelayanan rawat jalan,” jelas Usma.
Semenatara saat ditelisik ke Klinik Harapan Bunda 3, Jalan Brigjen Katamso, Medan Maimun, yang merupakan provider BPJS, beberapa waktu lalu, tak didapati fasilitas pemeriksaan gula-darah. Namun, saat diminta rujukan, petugas medis dan dokter yang ada di klinik menyebut belum dapat dirujuk. Mereka menyarankan agar melakukan
pemeriksaan di apotik, lalu membawa hasilnya kembali pada mereka untuk diketahui dan ditentukan penanganan selanjutnya.
Sementara itu, kendati BPJS terus melakukan pembenahan untuk memaksimalkan layanan yang diberikan, persoalan layanan kesehatan yang disediakan memang masih menuai banyak keluahan dari masyarakat. Untuk itu, sepatutnya BPJS dievaluasi secara konkret.
Hal ini disampaikan pengamat sosial Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Mujahiddin, Kamis (17/11). “Sudah seharusnya dievaluasi konkret. Bukan hanya persoalan defisit saja, tapi juga dari segi pelayanannya,” jelasnya.
Ia menjelaskan, evaluasi itu dilakukan berdasarkan teknis di lapangan, atas kasus-kasus yang pernah terjadi. Selanjutnya, dengan evaluasi tersebut, harapannya bisa dihasilkan regulasi baru yang bisa lebih mengedepankan kepentingan pasien. “Tujuan awal BPJS ini kan untuk mengakomodir layanan kesehatan bagi masyarkat. Tapi sekarang, apakah kepentingannya itu untuk pasien atau malah bagi kepentingan administrasi?” tambahnya.
Lebih lanjut akademisi FISIP UMSU itu, program BPJS masih banyak hal yang perlu dibenahi. Disebutnya secara umum pelayanan yang disajikan masih jauh dari memuaskan. Terlebih, sebut Mujahidin, dalam program BPJS, masyarakat tidak dapat melakukan klaim seperti asuransi swasta.
Dengan begitu, Mujahidin mengatakan, pelayanan dengan BPJS diharapakan dapat memiliki perbaikan regulasi, sehingga pelayanan yang didapat tidak lagi hanya terjebak pada pola administrasi saja. (ain/saz)