MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masih ingat dengan Kompol Fahrizal, yang terjerat kasus penembakan terhadap adik iparnya? Saat ini dia masih menjalani proses persidangan. Seperti apa kesehariannya menjalani masa penahanan di sel Mapolda Sumut?
KABAR tentang Fahrizal yang ditahan di sel Direktorat Tahanan dan Titipan (Dit Tahti) ini, tidak seperti yang diceritakan selama ini. Bahwa ia mengalami gangguan kejiwaan akut, sehingga nekat menembak adik iparnya sendiri, Jumingan, warga Jalan Tirtosari, Gang Keluarga, Medan Tembung, 4 April 2018 lalu. Ia masih bisa diajak berkomunikasi layaknya manusia normal.
Hal itu terungkap saat Sumut Pos mencari tahu kabar Fahrizal selama menjadi tahanan di Mapolda Sumut. Di dalam sel, mantan Kasat Reskrim Polrestabes Medan ini berbaur dengan tahanan lainnya. Tak dispesialkan layaknya orang yang mengalami gangguan jiwa.
“Kondisinya biasa saja, tidak ada yang aneh-aneh selama di sini Karena tak ada yang aneh selama di sini, ya ngapain dipisahkan,” ungkap seorang petugas perempuan yang enggan namanya dikorankan, Jumat (18/1).
Ia menyebut, selama di dalam tahanan Dit Tahti Polda, menurutnya Fahrizal tak berbuat yang aneh. Tahanan lainnya juga tidak keberatan satu sel tahanan dengan mantan Wakapolres Lombok ini. Menurut petugas, mereka tetap waspada apabila sewaktu-waktu penyakit Fahrizal kambuh. “Lagi pula kan dia rutin minum obat, itulah yang buat dia tenang gak kambuh setresnya. Petugas yang berjaga juga selalu awas sewaktu-waktu nantinya Fahrizal kambuh penyakitnya,” terangnya.
Cerita lain soal Fahrizal, datang dari mereka yang pernah kenal dan dekat dengannya. Bangun, seorang jurnalis yang dulunya akrab dengannya mengatakan, saat dia menjenguk Fahrizal kondisinya tampak biasa. Ia berbaur dengan tahanan lainnya seperti orang yang tak sedang mengalami penyakit.
“Waktu itu pernah aku ketemu dengan dia (Fahrizal). Kondisinya biasa saja, tak ada yang aneh. Pakaiannya rapi. Tapi ya itu, masih nampak memang pandangannya lebih banyak menerawang. Kelihatan dari sorotan mata Fahrizal sewaktu menonton televisi. Kasihan lah pokoknya,” sebut Bangun.
Begitupun, katanya, apa yamg diterangkan petugas soal Fahrizal tak dibantah. Bangun mengutarakan kalau pria yang pernah menduduk jabatan penting di Polrestabes Medan dan Polres Lombok, NTB itu mendapat julukan, lebih tepatnya sebutan penghargaan. “Tak ada yang komplain sih setahuku, bahkan dia pun masih dipanggil komandan sama tahanan di Dit Tahti. Bahkan petugas jaga juga. Ya seperti penghargaan jugalah sama dia,” ungkapnya.
Sementara itu, Jos Marlin Tambunanan, wartawan yang juga rekan Fahrizal lainya mengatakan kalau selama di tahanan, tak tampak ia seperti sedang dalam kondisi tak waras. Pakaiannya rapi, layaknya manusia normal. “Pernah saya melintasi sel tahanan Dit Tahti itu. Kebetulan baru turun dari lantai dua. Pas di tangga dia tegur saya, wah masih ingat (Fahrizal) rupanya. Di situlah saya lihat kondisi Fahrizal, pakaiannya rapi kayak kita ini. Tapi kasihan juga lihatnya, karena saya pernah kenal dia saat masih menjabat, kan,” ungkapnya.
Diketahui dalam persidangan November 2018 lalu, Dokter Riki Wijaya Tarigan menyatakan penyakit Kompol Fahrizal sewaktu-waktu bisa kambuh kembali. Dalam sidang itu, Riki menerangkan Fahrizal masih bisa sembuh kalau dia bisa jaga makan obat, keluarga terus menjaga pikirannya. Fahrizal bisa kembali stabil dengan rentang waktu yang tak bisa ditentukan, bisa 8 tahun, 1 tahun bahkan ada yang 1 tergantung kondisi fisik.
Lebih lanjut, Dokter Riki menjelaskan, di bidang medis, penyakit yang menimpa Kompol Fahrizal disebutkan karena ada ketidakstabilan nero transmiter di dalam otak. Penyebabnya biasa masalah pikiran. Seperti kehilangan orang yang dikasihi, rumah tangga, masalah pekerjaan, pindah rumah, jumpa orang baru. Rata-rata penyakit yang dialami seperti Kompol Fahrizal bisa tidak tampak, tapi kapanpun bisa kambuh. (dvs)