27.8 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Pemko Minta Tambahan Rp2,5 T, Proyek LRT Medan Tak Cukup Rp10 T

Wiriya Alrahman
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan,

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Besarnya anggaran yang harus dikeluarkan untuk proyek pembangunan Light Rapid Transit (LRT) di Kota Medan, menjadi kendala utama. Sebab, suntikan dana yang akan digelontorkan oleh pemerintah pusat nantinya sebesar Rp10 triliun tidak cukup. Karenanya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan akan meminta bantuan dana tambahan Rp2,5 miliar.

Sekretaris Daerah Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan, bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan dalam proyek ini hanya Rp10 triliun. Pemko Medan tidak akan sanggup membangun proyek angkutan massal ini.

Sebab, kemampuan fiskal Kota Medan tidak cukup untuk mencicil kewajibann

yang harus dibayar dalam skema kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “Makanya, kita meminta kepada pemerintah pusat jangan hanya Rp10 triliun bantuan yang diberikan tetapi ditambah,” kata Wiriya yang dihubungi, kemarin.

Menurut dia, Pemko Medan sedang mengajukan kembali penambahan bantuan anggaran untuk proyek tersebut, paling tidak Rp2,5 triliun lagi. “Sudah kita ajukan dan sedang dalam proses. Kita berharap dan mudah-mudahan disetujui,” kata Wiriya.

Diutarakan Wiriya, Pemko Medan tidak mau menggadaikan APBD untuk proyek tersebut. Sebab, pembiayaan rolling stock atau sarana dan prasarana kereta api dan pendukungnya terlalu tinggi. “Pembiayaan (rolling stock) pokoknya harus pemerintah pusat yang membiayai. Kalau Pemko Medan tidak mampu,” tuturnya.

Wiriya mengaku, kalau kendala anggaran sudah diputuskan dan teratasi, maka selanjutnya masuk ke tahap transaksi. “Proses pengkajian proyek ini sudah hampir final, hanya tinggal struktur pembiayaannya saja. Kalau sudah menemukan solusi, tentu akan segera ditenderkan,” pungkas dia.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pengembangan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan Sumut, Agustinus Panjaitan mengatakan, menurut hitung-hitungan Kementerian Keuangan, fiskal Kota Medan mampu menyicil Rp220 miliar per tahun. Sementara yang harus ditutupi lebih dari itu, sekitar Rp400 miliar lebih kepada Badan Usaha Pelaksana Usaha (BUP), karena proyek ini diberlakukan skema KPBU.

“Setelah proyek berjalan, Kota Medan memiliki kewajiban mencicil kepada BPU sekitar Rp400 miliar lebih. Ini yang menjadi masalah karena kemampuan fiskal mereka tidak sanggup menutupi cicilan ke BUP pemenang tender. Apalagi, kalau mengandalkan hanya dari tarif penumpang saja,” ujarnya.

Ia menyebutkan, hasil studi sementara yang dilakukan, untuk membangun prasarana rel saja diperlukan biaya Rp10 triliun. Kemudian, untuk membeli sarana kereta api Rp2,4 triliun. Lalu, untuk bus sebagai fider (pengumpan) Rp1 triliun. Jadi totalnya sekitar Rp13,4 triliun anggaran yang dibutuhkan. “Sisa yang Rp3,4 triliun inilah yang harus kita tender dan cari, karena pusat cuma bantu Rp10 triliun saja,” pungkasnya. (ris)

Wiriya Alrahman
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan,

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Besarnya anggaran yang harus dikeluarkan untuk proyek pembangunan Light Rapid Transit (LRT) di Kota Medan, menjadi kendala utama. Sebab, suntikan dana yang akan digelontorkan oleh pemerintah pusat nantinya sebesar Rp10 triliun tidak cukup. Karenanya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan akan meminta bantuan dana tambahan Rp2,5 miliar.

Sekretaris Daerah Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan, bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan dalam proyek ini hanya Rp10 triliun. Pemko Medan tidak akan sanggup membangun proyek angkutan massal ini.

Sebab, kemampuan fiskal Kota Medan tidak cukup untuk mencicil kewajibann

yang harus dibayar dalam skema kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “Makanya, kita meminta kepada pemerintah pusat jangan hanya Rp10 triliun bantuan yang diberikan tetapi ditambah,” kata Wiriya yang dihubungi, kemarin.

Menurut dia, Pemko Medan sedang mengajukan kembali penambahan bantuan anggaran untuk proyek tersebut, paling tidak Rp2,5 triliun lagi. “Sudah kita ajukan dan sedang dalam proses. Kita berharap dan mudah-mudahan disetujui,” kata Wiriya.

Diutarakan Wiriya, Pemko Medan tidak mau menggadaikan APBD untuk proyek tersebut. Sebab, pembiayaan rolling stock atau sarana dan prasarana kereta api dan pendukungnya terlalu tinggi. “Pembiayaan (rolling stock) pokoknya harus pemerintah pusat yang membiayai. Kalau Pemko Medan tidak mampu,” tuturnya.

Wiriya mengaku, kalau kendala anggaran sudah diputuskan dan teratasi, maka selanjutnya masuk ke tahap transaksi. “Proses pengkajian proyek ini sudah hampir final, hanya tinggal struktur pembiayaannya saja. Kalau sudah menemukan solusi, tentu akan segera ditenderkan,” pungkas dia.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pengembangan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan Sumut, Agustinus Panjaitan mengatakan, menurut hitung-hitungan Kementerian Keuangan, fiskal Kota Medan mampu menyicil Rp220 miliar per tahun. Sementara yang harus ditutupi lebih dari itu, sekitar Rp400 miliar lebih kepada Badan Usaha Pelaksana Usaha (BUP), karena proyek ini diberlakukan skema KPBU.

“Setelah proyek berjalan, Kota Medan memiliki kewajiban mencicil kepada BPU sekitar Rp400 miliar lebih. Ini yang menjadi masalah karena kemampuan fiskal mereka tidak sanggup menutupi cicilan ke BUP pemenang tender. Apalagi, kalau mengandalkan hanya dari tarif penumpang saja,” ujarnya.

Ia menyebutkan, hasil studi sementara yang dilakukan, untuk membangun prasarana rel saja diperlukan biaya Rp10 triliun. Kemudian, untuk membeli sarana kereta api Rp2,4 triliun. Lalu, untuk bus sebagai fider (pengumpan) Rp1 triliun. Jadi totalnya sekitar Rp13,4 triliun anggaran yang dibutuhkan. “Sisa yang Rp3,4 triliun inilah yang harus kita tender dan cari, karena pusat cuma bantu Rp10 triliun saja,” pungkasnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/