25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Muryanto Dituduh Self Plagiarisme, MWA: Putusan Plagiat di Tangan Kemendikbud

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tuduhan melakukan self plagiarisme (memplagiat diri sendiri) terhadap rektor terpilih Universitas Sumatera Utara (USU), DR. Muryanto Amin, saat ini menunggu keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Keputusan Kemendikbud akan menentukan, apakah Muryanto akan dilantik sebagai Rektor USU pada 28 Januari 2021atau ditunda.

Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara, DR. Muryanto Amin, yang dituduh melakukan self plagiarisme.
Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara, DR. Muryanto Amin, yang dituduh melakukan self plagiarisme.

“Tentang plagirisme, tunggu keputusan Kemendikbud karena syarat menjadi rektor adalah jangan pernah melakukan plagiarisme. Karena barang haram itu. Pak Mury ‘kan dituduh (plagiat) oleh orang lain. Nah, tuduhan plagiarisme harus tuntas di Kemendikbud sebelum Rektor dilantik oleh MWA USU,” jelas Sekretaris Majelis Wali Amanat (MWA) USU, Prof. Guslihan Dasatjipta kepada wartawan di Kantor MWA USU di komplek Kampus USU, Senin (18/1).

Ia menyampaikan, saat ini kasusnya ditangani Kemendikbud setelah kubu Muryanto melakukan upaya banding administrasi, atas SK Rektor USU yang menyebut dirinya bersalah melakukan self plagiarisme.

Ia menyebut, bila Kemendikbud melakukan investigasi terkait kasus itu, potensi pelantikan bisa saja ditunda menunggu ada keputusan selanjutnya. “Setelah ada keputusan tidak melakukan plagiat, barulah dia dilantik. Kalau tidak, cemmana kita melantik? Persyaratan sebagai rektor tidak terpenuhi,” tutur Guslihan.

Ditanya apakah kasus Muryanto bisa berdampak dilakukan pemilihan Rektor USU ulang? Guslihan mengaku tidak bisa menjawab. “Saya tidak bisa memutuskan itu. MWA ini kolektif kolegial. Semua mempunya hak yang sama. Rektor ini dilantik atau tidak, nanti dibicarakan di rapat MWA. Keputusan boleh berdasar voting. Tapi soal plagiat, tidak boleh voting, karena menyangkut etik keputusan di Kemendikbud,” sebutnya.

Jika hingga 28 Januari belum ada keputusan dari Kemendikbud, pelantikan akan ditunda dan MWA bisa menunjuk pelaksana tugas (PLT) Rektor USU sampai ada keputusan dari Kemendikbud. “Lewat tanggal 28 Januari, terjadi kekosongan rektor. Untuk Plt Rektor, keputusan tidak mesti dari Jakarta. Dari USU pun bisa. Wakil Rektor bisa naik jadi Plt Rektor,” ungkap Guslihan.

Terkait salinan SK Rektor USU nomor : 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang ditandatangani Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu, pada Kamis 14 Januari 2021, Guslihan mengatakan, sudah diterima pada hari dikeluarkan. Sekretariat FISIP USU juga sudah menerima salin tersebut.

Ia menyebutkan, kasus self plagiarisme mesti segera dituntaskan dengan keputusan Kemendikbud. Karena SK Rektor USU bersifat final dan mengikat. “Putusan Rektor USU (yang meyebut ada plagiat) final dan mengikat. Kalau mau banding, harus ada tim indipenden. Selanjutnya, Kemendikbud harus memutuskan tidak ada plagiat. Lebih baik jelek sekarang daripada jelek sepanjang tahun. Plagiarisme harus dibersihkan, “ tegas Guslihan.

Guslihan mengakui, telah menerima laporan yang menyebut tim penelusuran kasus Muryanto yang dibentuk Rektor USU, tidak independen. Tapi menurutnya, anggota tim adalah sejumlah guru besar, termasuk guru besar UGM. “ Tim tidak semua dari USU. Karena mesti legal opinian,” katanya.

WR Harus Memahami Statuta USU

Guslihan juga menyayangkan sikap tiga Wakil Rektor USU, yakni Wakil Rektor I, Prof Dr Ir Rosmayati, Wakil Rektor II, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar, dan Wakil Rektor V, Ir Luhut Sihombing, MP, yang dinilainya ikut dalam lingkaran polemik ini.

“Baca statuta USU. Jika aku punya pembantu 5 orang, masa aku tanya-tanya sama pembantu? Rektor itu pemimpin USU. Wakil Rektor sebagai pembantu Rektor. Semua tanggung jawab ada di Rektor, bukan wakil rektor. Yang mengajukan wakil rektor ke MWA adalah rektor,” tandasnya.

Senada, Wakil Rektor III USU, Prof. Mahyuddin K.M Nasution, menjelaskan seharusnya tiga WR USU yang membela Muryanto Amin, mestinya memahami Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta USU.

“Saya mengungkapkan tugas fungsi beberapa pihak di dalam statuta. Rektor itu, siapa dan wakil rektor itu, siapa? Memposisikan sebagai guru besar saja, boleh. Tapi kalau sudah masuk (kasus ini) artinya sudah mencampuri urusan Rektor,” sebut Mahyuddin kepada wartawan di Kampus USU.

Ia menjelaskan, tugas Wakil Rektor adalah membantu tugas Rektor. Bukan sebaliknya. Untuk itu, ia ketiganya diminta menjalani tugas masing-masing sebagai Wakil Rektor USU.

Ia menjelaskan, pembentukan tim komite etik adalah hak dan tanggung jawab Rektor. Guru besar tidak mesti memberi rekomendasi. “Saya saja tidak dipilih sebagai tim oleh Pak Rektor,” katanya.

Ia juga menyebutkan, jika ada isu (plagiat), tentu harus telusuri. Jangan ada pembiaran oleh rektor. “Rektor telah menelusuri dan membuat keputusan atas isu itu. Itu sah,” katanya.

Menurut Mahyuddin, Rektor mengizinkan wakil rektor untuk berpihak pada pemilihan rektor USU. Tapi jangan menyerang pribadi terang-terangan, melainkan tetap menjaga demokrasi pemilihan Rektor USU ini. “Harapan beliau (Runtung), serahkan kepada MWA dan Kemendikbud untuk mengambil keputusan. Keputusan ini sanksinya akademik, bukan pidana dan masuk penjara,” jelas Mahyuddin.

Prof. Bismar: Bukan Plagiat

Terpisah, Guru Besar Ilmu Hukum Ekonomi USU, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, mengatakan kasus Muryanto Amin tidak dapat dikategorikan sebagai kasus plagiat. Bahkan dia menyebutkan, Tim Penelusuran yang dibentuk oleh Rektor USU, telah melampui batas kewenangan dalam mengusut kasus ini.

“Dr. Muryanto Amin tidak dapat dikategorikan plagiat. Karena semua alat bukti yang dipaparkan oleh Tim Penelusuran Dugaan Plagiat Yang Dilakukan Oleh Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, tidak memenuhi elemen plagiat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi,” jelas Bismar yang juga salah seorang anggota Dewan Guru Besar USU ini kepada wartawan, Senin (18/1).

Jika Laporan Hasil Tim Penelusuran diteliti berdasarkan Permendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, menurutnya, dapat disimpulkan tidak ada satupun dari hasil penelusuran dan telaah atas semua karya ilmiah Dr. Muryanto Amin, yang dapat dikategorikan plagiat sebagaimana diduga oleh Tim Penelusuran.

Menurutnya, salahsatu alat bukti yang dipaparkan adalah publikasi jamak (dulicate publication) dan masalah penambahan penulis, yang tak satupun termasuk dalam kategori plagiat. “Dapat dikatakan, bahwa dugaan plagiat tersebut secara konseptual tidak terang atau isinya gelap. Seharusnya dalam pemeriksaan dugaan plagiat tersebut, fakta-fakta yang dikumpulkan harus show beyond reasonable doubt,” bebernya.

Bismar juga menilai, Tim Penelusuran telah melampaui batas kewenangannya. Karena hanya penyidik yang dapat menduga adanya pelanggaran UU Hak Cipta dan dugaan tersebut diperiksa oleh Pengadilan Niaga.

“Dugaan Tim Penelusuran bahwa Muryanto Amin melakukan pelanggaran UU Hak Cipta, tidak dapat dijustifikasi. Apalagi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta status deliknya adalah delik aduan. Sementara Dr. Muryanto Amin tetap memegang hak ciptanya sebagai hak eksklusif,” ungkap salahsatu pakar hukum di Sumut ini.

Bismar juga menyoroti adanya cacat prosedural sesuai Pasal 11 ayat (1) Pemendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010. Di mana, Dr. Muryanto Amin belum melakukan pembelaan atas dugaan plagiat atas dirinya, di hadapan Rapat Pleno Dewan Guru Besar USU.

“Padahal dalam melaksanakan prinsip due process of law, tidak boleh terdapat cacat prosedur. Apabila terdapat cacat prosedur, maka semua yang dihasilkan prosedur tersebut adalah batal,”urai Bismar.

Konkritnya, tegas Bismar, secara teknis Komisi I Komisi Pembinaan Suasana Akademik dan Etika Keilmuan Dewan Guru Besar USU harus menghentikan penuntutan dugaan plagiat tehadap Dr. Muryanto Amin. Karena tidak terdapat cukup bukti dan ternyata bukan plagiat. “Semua pertimbangan ini sudah saya sampaikan secara lisan pada Rapat Dewan Guru Besar USU tanggal 22 Desember 2020,” tandasnya.(gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tuduhan melakukan self plagiarisme (memplagiat diri sendiri) terhadap rektor terpilih Universitas Sumatera Utara (USU), DR. Muryanto Amin, saat ini menunggu keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Keputusan Kemendikbud akan menentukan, apakah Muryanto akan dilantik sebagai Rektor USU pada 28 Januari 2021atau ditunda.

Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara, DR. Muryanto Amin, yang dituduh melakukan self plagiarisme.
Rektor terpilih Universitas Sumatera Utara, DR. Muryanto Amin, yang dituduh melakukan self plagiarisme.

“Tentang plagirisme, tunggu keputusan Kemendikbud karena syarat menjadi rektor adalah jangan pernah melakukan plagiarisme. Karena barang haram itu. Pak Mury ‘kan dituduh (plagiat) oleh orang lain. Nah, tuduhan plagiarisme harus tuntas di Kemendikbud sebelum Rektor dilantik oleh MWA USU,” jelas Sekretaris Majelis Wali Amanat (MWA) USU, Prof. Guslihan Dasatjipta kepada wartawan di Kantor MWA USU di komplek Kampus USU, Senin (18/1).

Ia menyampaikan, saat ini kasusnya ditangani Kemendikbud setelah kubu Muryanto melakukan upaya banding administrasi, atas SK Rektor USU yang menyebut dirinya bersalah melakukan self plagiarisme.

Ia menyebut, bila Kemendikbud melakukan investigasi terkait kasus itu, potensi pelantikan bisa saja ditunda menunggu ada keputusan selanjutnya. “Setelah ada keputusan tidak melakukan plagiat, barulah dia dilantik. Kalau tidak, cemmana kita melantik? Persyaratan sebagai rektor tidak terpenuhi,” tutur Guslihan.

Ditanya apakah kasus Muryanto bisa berdampak dilakukan pemilihan Rektor USU ulang? Guslihan mengaku tidak bisa menjawab. “Saya tidak bisa memutuskan itu. MWA ini kolektif kolegial. Semua mempunya hak yang sama. Rektor ini dilantik atau tidak, nanti dibicarakan di rapat MWA. Keputusan boleh berdasar voting. Tapi soal plagiat, tidak boleh voting, karena menyangkut etik keputusan di Kemendikbud,” sebutnya.

Jika hingga 28 Januari belum ada keputusan dari Kemendikbud, pelantikan akan ditunda dan MWA bisa menunjuk pelaksana tugas (PLT) Rektor USU sampai ada keputusan dari Kemendikbud. “Lewat tanggal 28 Januari, terjadi kekosongan rektor. Untuk Plt Rektor, keputusan tidak mesti dari Jakarta. Dari USU pun bisa. Wakil Rektor bisa naik jadi Plt Rektor,” ungkap Guslihan.

Terkait salinan SK Rektor USU nomor : 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang ditandatangani Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu, pada Kamis 14 Januari 2021, Guslihan mengatakan, sudah diterima pada hari dikeluarkan. Sekretariat FISIP USU juga sudah menerima salin tersebut.

Ia menyebutkan, kasus self plagiarisme mesti segera dituntaskan dengan keputusan Kemendikbud. Karena SK Rektor USU bersifat final dan mengikat. “Putusan Rektor USU (yang meyebut ada plagiat) final dan mengikat. Kalau mau banding, harus ada tim indipenden. Selanjutnya, Kemendikbud harus memutuskan tidak ada plagiat. Lebih baik jelek sekarang daripada jelek sepanjang tahun. Plagiarisme harus dibersihkan, “ tegas Guslihan.

Guslihan mengakui, telah menerima laporan yang menyebut tim penelusuran kasus Muryanto yang dibentuk Rektor USU, tidak independen. Tapi menurutnya, anggota tim adalah sejumlah guru besar, termasuk guru besar UGM. “ Tim tidak semua dari USU. Karena mesti legal opinian,” katanya.

WR Harus Memahami Statuta USU

Guslihan juga menyayangkan sikap tiga Wakil Rektor USU, yakni Wakil Rektor I, Prof Dr Ir Rosmayati, Wakil Rektor II, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar, dan Wakil Rektor V, Ir Luhut Sihombing, MP, yang dinilainya ikut dalam lingkaran polemik ini.

“Baca statuta USU. Jika aku punya pembantu 5 orang, masa aku tanya-tanya sama pembantu? Rektor itu pemimpin USU. Wakil Rektor sebagai pembantu Rektor. Semua tanggung jawab ada di Rektor, bukan wakil rektor. Yang mengajukan wakil rektor ke MWA adalah rektor,” tandasnya.

Senada, Wakil Rektor III USU, Prof. Mahyuddin K.M Nasution, menjelaskan seharusnya tiga WR USU yang membela Muryanto Amin, mestinya memahami Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta USU.

“Saya mengungkapkan tugas fungsi beberapa pihak di dalam statuta. Rektor itu, siapa dan wakil rektor itu, siapa? Memposisikan sebagai guru besar saja, boleh. Tapi kalau sudah masuk (kasus ini) artinya sudah mencampuri urusan Rektor,” sebut Mahyuddin kepada wartawan di Kampus USU.

Ia menjelaskan, tugas Wakil Rektor adalah membantu tugas Rektor. Bukan sebaliknya. Untuk itu, ia ketiganya diminta menjalani tugas masing-masing sebagai Wakil Rektor USU.

Ia menjelaskan, pembentukan tim komite etik adalah hak dan tanggung jawab Rektor. Guru besar tidak mesti memberi rekomendasi. “Saya saja tidak dipilih sebagai tim oleh Pak Rektor,” katanya.

Ia juga menyebutkan, jika ada isu (plagiat), tentu harus telusuri. Jangan ada pembiaran oleh rektor. “Rektor telah menelusuri dan membuat keputusan atas isu itu. Itu sah,” katanya.

Menurut Mahyuddin, Rektor mengizinkan wakil rektor untuk berpihak pada pemilihan rektor USU. Tapi jangan menyerang pribadi terang-terangan, melainkan tetap menjaga demokrasi pemilihan Rektor USU ini. “Harapan beliau (Runtung), serahkan kepada MWA dan Kemendikbud untuk mengambil keputusan. Keputusan ini sanksinya akademik, bukan pidana dan masuk penjara,” jelas Mahyuddin.

Prof. Bismar: Bukan Plagiat

Terpisah, Guru Besar Ilmu Hukum Ekonomi USU, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, mengatakan kasus Muryanto Amin tidak dapat dikategorikan sebagai kasus plagiat. Bahkan dia menyebutkan, Tim Penelusuran yang dibentuk oleh Rektor USU, telah melampui batas kewenangan dalam mengusut kasus ini.

“Dr. Muryanto Amin tidak dapat dikategorikan plagiat. Karena semua alat bukti yang dipaparkan oleh Tim Penelusuran Dugaan Plagiat Yang Dilakukan Oleh Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, tidak memenuhi elemen plagiat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi,” jelas Bismar yang juga salah seorang anggota Dewan Guru Besar USU ini kepada wartawan, Senin (18/1).

Jika Laporan Hasil Tim Penelusuran diteliti berdasarkan Permendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, menurutnya, dapat disimpulkan tidak ada satupun dari hasil penelusuran dan telaah atas semua karya ilmiah Dr. Muryanto Amin, yang dapat dikategorikan plagiat sebagaimana diduga oleh Tim Penelusuran.

Menurutnya, salahsatu alat bukti yang dipaparkan adalah publikasi jamak (dulicate publication) dan masalah penambahan penulis, yang tak satupun termasuk dalam kategori plagiat. “Dapat dikatakan, bahwa dugaan plagiat tersebut secara konseptual tidak terang atau isinya gelap. Seharusnya dalam pemeriksaan dugaan plagiat tersebut, fakta-fakta yang dikumpulkan harus show beyond reasonable doubt,” bebernya.

Bismar juga menilai, Tim Penelusuran telah melampaui batas kewenangannya. Karena hanya penyidik yang dapat menduga adanya pelanggaran UU Hak Cipta dan dugaan tersebut diperiksa oleh Pengadilan Niaga.

“Dugaan Tim Penelusuran bahwa Muryanto Amin melakukan pelanggaran UU Hak Cipta, tidak dapat dijustifikasi. Apalagi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta status deliknya adalah delik aduan. Sementara Dr. Muryanto Amin tetap memegang hak ciptanya sebagai hak eksklusif,” ungkap salahsatu pakar hukum di Sumut ini.

Bismar juga menyoroti adanya cacat prosedural sesuai Pasal 11 ayat (1) Pemendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010. Di mana, Dr. Muryanto Amin belum melakukan pembelaan atas dugaan plagiat atas dirinya, di hadapan Rapat Pleno Dewan Guru Besar USU.

“Padahal dalam melaksanakan prinsip due process of law, tidak boleh terdapat cacat prosedur. Apabila terdapat cacat prosedur, maka semua yang dihasilkan prosedur tersebut adalah batal,”urai Bismar.

Konkritnya, tegas Bismar, secara teknis Komisi I Komisi Pembinaan Suasana Akademik dan Etika Keilmuan Dewan Guru Besar USU harus menghentikan penuntutan dugaan plagiat tehadap Dr. Muryanto Amin. Karena tidak terdapat cukup bukti dan ternyata bukan plagiat. “Semua pertimbangan ini sudah saya sampaikan secara lisan pada Rapat Dewan Guru Besar USU tanggal 22 Desember 2020,” tandasnya.(gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/