Sebagaimana diketahui, kekuatan giok di Nagan Raya termasuk yang terbaik di dunia. Tingkat kekerasan batunya hanya dua atau tiga grade di bawah diamond yang mencapai 10 skala Moh”s (skala kekerasan untuk batu).
Kekerasan batu giok Nagan jenis jade (jadid) yang berwarna hitam pekat atau lebih dikenal dengan blackjade dan nefrid kehijauan mencapai 7″8 skala Moh”s. Dengan tingkat kekerasan seperti itu, batu giok asal Nagan bisa dipakai untuk mengiris dan membelah kaca.
Kekuatan batu giok Nagan tersebut, kata Naufal, sudah dites tim ahli dari Korea yang pernah datang ke Nagan. Karena itulah, mereka mau langsung membeli batu giok dari Nagan. Tim Korea tersebut sempat membagikan 20 alat untuk mendeteksi kekuatan batu giok yang ditemukan.
Dengan alat sederhana itu, batu giok bisa dilihat jenis-jenisnya. Mulai topas (terbatas) hingga jenis nefrid yang bisa dibedakan lagi menjadi solar (kualitas paling bagus), neon, biosolar, indocrase, biosankis, dan cempaka madu. Dua batu terakhir tidak terdapat di Nagan, tetapi lebih banyak di tebing-tebing sepanjang Desa Lamno dan Teunom, Aceh Jaya, yang bertetangga dengan Nagan.
Kini kelompok Tengku Naufal sudah menjadi langganan para kolektor Korea. Mereka sudah memiliki agen khusus di Medan.
“Orang Korea atau Singapura membeli giok bukan untuk aksesori atau perhiasan, tapi untuk industri. Salah satunya untuk bahan pembuatan campuran senjata api,” tutur Naufal.
“Bahkan, mereka yakin batu giok di Nagan ada yang berkualitas diamond (berlian) yang bisa untuk bahan pembuat hulu rudal,” tambahnya.
Karena itu, Naufal yakin booming gemstone di Indonesia saat ini tidak terlalu memengaruhi bisnis giok di Aceh, terutama di Nagan Raya. Sebab, harga giok bisa dipermainkan para tengkulak.
“Melihat kandungan batu di Nagan yang tidak habis sampai 50 tahun, saya yakin giok tetap laku kapan pun, asal pemerintah membantu masyarakat untuk meningkatkan pemanfaatan giok. Tidak hanya untuk aksesori, tapi juga untuk kebutuhan industri,” tandas dia. (*/c10/ari)