24 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Buka ’Dompet Peduli’, Media Massa Harus Akuntabel

MEDAN – Kegiatan kedermawanan masyarakat yang biasa disebut filantropi, di media massa di Indonesia semakin marak semenjak kejadian gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004. Media massa saat itu banyak mendapatkan ‘titipan’ sumbangan dari masyarakat untuk disalurkan kepada korban bencana.

SOSIALISASI : Peserta Sosialisasi Filantropi foto bersama, Kamis (18/4).//istimewa
SOSIALISASI : Peserta Sosialisasi Filantropi foto bersama, Kamis (18/4).//istimewa

“Sumbangan yang diterima oleh media massa menjadi amanah yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan dengan mengelola sumbangan secara profesional dan akuntabel,” kata Antonius Eddy Sutedja, Ketua Tim Perumus Kode Etik Filantropi Media massa, pada acara sosialisasi Kode Etik Filantropi Media massa di Soechi Hotel, Medan, Kamis (18/4).

Masing-masing media massa dalam mengelola dan menyalurkan sumbangan masyarakat menggunakan metode dan aturan masing-masing. Selama ini belum ada aturan main yang baku yang bisa menjadi acuan dan dihormati oleh semua media massa. Padahal kebutuhan tersebut sudah cukup mendesak mengingat dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan hal-hal yang bisa mengganggu kredibilitas media massa yang bersangkutan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dirumuskan dan disepakatilah suatu kode etik sebagai perwujudan tanggung jawab kepada masyarakat, penyumbang, mitra dan diri sendiri. Kode Etik tersebut disebut Kode Etik Filantropi Media massa.

Penelitian yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan PFI (Perhimpunan Filantropi Indonesia) mencatat 147 media massa yang mengelola sumbangan masyarakat, baik yang bersifat tetap maupun insidentil/temporer. Namun, pada saat yang sama juga ditemui beragam persoalan akuntabillitas, mulai dari penggunaan rekening perusahaan dan pribadi untuk menampung sumbangan, tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban.

Kode Etik Filantropi Media massa memuat beberapa prinsip dan ketentuan yang harus ditaati media massa. Misalnya, penggalangan sumbangan harus dilakukan secara sukarela, terbuka, etis, nonpartisan dan sesuai hukum yang berlaku. Media massa pengelola sumbangan juga harus menyediakan rekening khusus untuk menampung sumbangan masyarakat.

Media massa pengelola sumbangan harus membuat sistem dan prosedur pengelolaan sumbangan secara profesional dan menyampaikan laporan kepada publik. Kode etik juga melarang pemanfaatan dan penyalahgunaan sumbangan masyarakat untuk keperluan promosi atau program CSR perusahaan .

ode Etik Filantropi Media massa merupakan salah satu Peraturan Dewan Pers Nomor 2/Peraturan-DP/III/2013 Tentang Kode Etik Filantropi Media massa, disahkan Ketua Dewan Pers Bagir Manan tanggal 15 Maret 2013. (rel)

MEDAN – Kegiatan kedermawanan masyarakat yang biasa disebut filantropi, di media massa di Indonesia semakin marak semenjak kejadian gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004. Media massa saat itu banyak mendapatkan ‘titipan’ sumbangan dari masyarakat untuk disalurkan kepada korban bencana.

SOSIALISASI : Peserta Sosialisasi Filantropi foto bersama, Kamis (18/4).//istimewa
SOSIALISASI : Peserta Sosialisasi Filantropi foto bersama, Kamis (18/4).//istimewa

“Sumbangan yang diterima oleh media massa menjadi amanah yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan dengan mengelola sumbangan secara profesional dan akuntabel,” kata Antonius Eddy Sutedja, Ketua Tim Perumus Kode Etik Filantropi Media massa, pada acara sosialisasi Kode Etik Filantropi Media massa di Soechi Hotel, Medan, Kamis (18/4).

Masing-masing media massa dalam mengelola dan menyalurkan sumbangan masyarakat menggunakan metode dan aturan masing-masing. Selama ini belum ada aturan main yang baku yang bisa menjadi acuan dan dihormati oleh semua media massa. Padahal kebutuhan tersebut sudah cukup mendesak mengingat dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan hal-hal yang bisa mengganggu kredibilitas media massa yang bersangkutan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dirumuskan dan disepakatilah suatu kode etik sebagai perwujudan tanggung jawab kepada masyarakat, penyumbang, mitra dan diri sendiri. Kode Etik tersebut disebut Kode Etik Filantropi Media massa.

Penelitian yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan PFI (Perhimpunan Filantropi Indonesia) mencatat 147 media massa yang mengelola sumbangan masyarakat, baik yang bersifat tetap maupun insidentil/temporer. Namun, pada saat yang sama juga ditemui beragam persoalan akuntabillitas, mulai dari penggunaan rekening perusahaan dan pribadi untuk menampung sumbangan, tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban.

Kode Etik Filantropi Media massa memuat beberapa prinsip dan ketentuan yang harus ditaati media massa. Misalnya, penggalangan sumbangan harus dilakukan secara sukarela, terbuka, etis, nonpartisan dan sesuai hukum yang berlaku. Media massa pengelola sumbangan juga harus menyediakan rekening khusus untuk menampung sumbangan masyarakat.

Media massa pengelola sumbangan harus membuat sistem dan prosedur pengelolaan sumbangan secara profesional dan menyampaikan laporan kepada publik. Kode etik juga melarang pemanfaatan dan penyalahgunaan sumbangan masyarakat untuk keperluan promosi atau program CSR perusahaan .

ode Etik Filantropi Media massa merupakan salah satu Peraturan Dewan Pers Nomor 2/Peraturan-DP/III/2013 Tentang Kode Etik Filantropi Media massa, disahkan Ketua Dewan Pers Bagir Manan tanggal 15 Maret 2013. (rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/