ICW: ASN Terbanyak Terjerat Korupsi
Staff Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah menyatakan, ASN menjadi aktor yang paling sering melakukan korupsi. Hal itu dipaparkan Wana berdasarkan hasil pemantauan ICW pada semester I 2018 atau medio 1 Januari 2018 hingga 30 Juni 2018.
“ASN aktor paling banyak (korupsi) mereka adalah pelaksana dalam sejumlah kegiatan. Hal ini dimungkinkan atas ASN tidak melakukan yang diberikan oleh atasan akan dikenakan pemindahan,mutasi, dan sebagainya,” kata Wana di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (18/9).
Dari pemetaan yang dilakukan ICW, terdapat 10 kasus korupsi berdasarkan aktor yang melakukan. Aktor-aktor tersebut sebagai berikut yakni ASN sebanyak 101 orang, ketua atau anggota DPRD terdapat 68 orang, pihak swasta sebesar 61 orang.
Selanjutnya ada kepala desa dengan jumlah 29 orang, kepala daerah terdapat 22 orang, pejabat pengadaan ada 19 orang. Adapula, aparatus desa sejumlah 11 orang, ketua atau anggota koperasi sejumlah 9 orang, masyarakat sebanyak 6 orang serta ketua atau anggota kelompok atau organisasi sejumlah 6 orang.
“Ketua atau anggota DPRD paling banyak terjerat kasus korupsi pada semester I 2018 yakni anggota legislatif dari Sumatera Utara,” kata Wana. Metodologi yang digunakan ICW adalah tabulasi data dan menggunakan sumber sekunder yaitu, media daring, media massa, hingga siaran pers yang dikeluarkan oleh instansi penegakan hukum.
Sedangkan modus-modus yang digukana, ICW memetakan ada 12 modus yakni, penyalahgunaan anggaran (ada 39 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp86,5 miliar), mark up anggaran (ada 26 kasus dengan total kerugian negara Rp372 miliar), suap (24 kasus dengan total nilai suap Rp41,7 miliar), korupsi dengan pungutan liar (17 kasus dengan besaran nilai pungutan liar Rp32 juta), penggelapan (11 kasus dengan nilai penggelapan sebesar Rp11,3 miliar), laporan fiktif (111 kasus dengan nilai kerugian negara Rp52,2 miliar).
Kemudian ada juga modus penyalahgunaan wewenang (4 kasus dengan nilai kerugian negara Rp569 miliar), gratifikasi (2 kasus dengan nilai gratifikasi Rp435 juta), pemotongan anggaran (2 kasus dengan nilai Rp1,4 miliar), modus anggaran ganda (1 kasus dengan nilai Rp1,6 miliar), modus kegiatan atau proyek fiktif (1 kasus dengan nilai Rp810 juta), dan modus mark down (1 kasus dengan nilai kerugian negara Rp1,4 miliar).(ris/prn/bbs)