Menurut Akhyar, pihaknya dalam hal ini tidak bisa berbuat banyak karena regulasi tersebut berasal dari pusat. Dimana semua ketentuan sudah diatur dalam Permenhub 108/2017, sebagai regulasi terbaru atas Permenhub sebelumnya. “Kewenangan kami sungguh terbatas. Bicara kuota, pajak dan sistem rekrutmennya diberikan dari provinsi. Paling tidak sesuai kewenangan pengawasan, secara bersama-sama dapat kami lakukan,” katanya.
Diketahui kemarin, kelompok driver taksi online melakukan aksi unjuk rasa serentak di 11 daerah di Indonesia termasuk Kota Medan. Itu merupakan aksi balasan dimana sebelumnya ribuan sopir angkutan umum melakukan kegiatan mogok massal.
Dalam rilis yang disampaikan kelompok yang tergabung pada Asosiasi Driver Online (ADO) itu, ada enam butir tuntutan mereka yakni antaranya mendesak kepada presiden agar tiga kementrian yakni Kemenkominfo, Kemenhub dan Kemenaker membentuk dan menetapkan MoU tiga menteri yang mengatur payung hukum driver online roda dua dan empat secara adil, kemudian menindaklanjutinya agar di ke depan hari dapat membentuk UU driver online yang harus diperjuangkan DPR RI. Mereka mendesak pemerintah bersikap tegas dan adil dalam mengatur kerjasama kemitraan antara perusahaan aplikasi dengan driver online.
Kemudian mendesak pemerintah dan penegak hukum agar bersikap adil dan memberikan rasa aman bagi driver online dalam menjalankan usaha ekonominya. Mendesak seluruh gubernur dan Kemenhub agar memprioritaskan driver online mendapatkan kuota driver secara adil, tidak dimonopoli oleh pengusaha kapitalis driver online. Mendesak pemerintah daerah mengatur ojek online dengan adil dan tidak membatasi ruang gerak dengan memperkecil wilayah operasi.
Terakhir ADO sebagai organisasi pergerakan untuk driver online di Indonesia, mendesak pemerintah tidak melakukan pembiaran terhadap berbagai masalah yang dihadapi driver online dan segera melakukan upaya-upaya hukum, untuk membela driver online di Indonesia. (bal/dvs/prn/adz)
Menurut Akhyar, pihaknya dalam hal ini tidak bisa berbuat banyak karena regulasi tersebut berasal dari pusat. Dimana semua ketentuan sudah diatur dalam Permenhub 108/2017, sebagai regulasi terbaru atas Permenhub sebelumnya. “Kewenangan kami sungguh terbatas. Bicara kuota, pajak dan sistem rekrutmennya diberikan dari provinsi. Paling tidak sesuai kewenangan pengawasan, secara bersama-sama dapat kami lakukan,” katanya.
Diketahui kemarin, kelompok driver taksi online melakukan aksi unjuk rasa serentak di 11 daerah di Indonesia termasuk Kota Medan. Itu merupakan aksi balasan dimana sebelumnya ribuan sopir angkutan umum melakukan kegiatan mogok massal.
Dalam rilis yang disampaikan kelompok yang tergabung pada Asosiasi Driver Online (ADO) itu, ada enam butir tuntutan mereka yakni antaranya mendesak kepada presiden agar tiga kementrian yakni Kemenkominfo, Kemenhub dan Kemenaker membentuk dan menetapkan MoU tiga menteri yang mengatur payung hukum driver online roda dua dan empat secara adil, kemudian menindaklanjutinya agar di ke depan hari dapat membentuk UU driver online yang harus diperjuangkan DPR RI. Mereka mendesak pemerintah bersikap tegas dan adil dalam mengatur kerjasama kemitraan antara perusahaan aplikasi dengan driver online.
Kemudian mendesak pemerintah dan penegak hukum agar bersikap adil dan memberikan rasa aman bagi driver online dalam menjalankan usaha ekonominya. Mendesak seluruh gubernur dan Kemenhub agar memprioritaskan driver online mendapatkan kuota driver secara adil, tidak dimonopoli oleh pengusaha kapitalis driver online. Mendesak pemerintah daerah mengatur ojek online dengan adil dan tidak membatasi ruang gerak dengan memperkecil wilayah operasi.
Terakhir ADO sebagai organisasi pergerakan untuk driver online di Indonesia, mendesak pemerintah tidak melakukan pembiaran terhadap berbagai masalah yang dihadapi driver online dan segera melakukan upaya-upaya hukum, untuk membela driver online di Indonesia. (bal/dvs/prn/adz)