30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Warga Palas Mulai Panas

Soal Tanah Register 40 Eks PT Torganda

MEDAN-Suasana kurang kondusif terjadi di Kabupaten Padang Lawas (Palas) terkait tanah register 40. Dua kelompok warga di kawasan itu memiliki pandangan yang berbeda, satu menolak eksekusi dan satunya lagi mendukung.

Tak pelak, kondisi ini rawan konflik terbuka antarwarga. Menyikapi itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut, Isma Fadly Arya Pulungan mengatakan, kini kondisinya sudah mulai aneh. Pasalnya, mafia tanah cenderung melakukan pembenturan antara masyarakat dengan masyarakat.
“Hal itu sudah sangat sering terjadi di Sumut, akibatnya ada korban jiwa dan tanah tidak berubah,” sebut politisi Partai Golkar.

Dia mengatakan, bukan tidak mungkin strategi itu mengarah ke Palas, yang dilakukan mafia tanah dan mafia setempat agar bisa dialihkan isunyan
dan tanah tetap menjadi satu penguasa.

Dia menyarankan, sebaiknya masyarakat sadar dan jangan mau diadu domba, persoalan yang ada bisa dicairkan jika kesemua pihak mengetahui haknya, bukan sebaliknya hanya menginginkan sesuai. “Jadi jangan mau diadu domba, kemudian pemerintah setempat harus memanggil kedua kubu warga tersebut,” sarannya.

Dari Palas, tokoh masyarakat dari 20 Desa di wilayah Kecamatan Huristak Palas menolak dilakukan eksekusi fisik terhadap register 40. Alasannya, banyak warga Huristak yang hidup dari lahan register 40 tersebut akan kehilangan mata pencarian.
“Karena kamilah masyarakat luat Huristak yang memiliki kerja sama dengan Koperasi Bukit Harapan PT Torganda dengan pola PIR, bukan kelompok-kelompok dari luar Huristak,” ujar tokoh masyarakat luat Huristak, Tongku Halik Hasibuan kepada Metro Tabagsel, Kamis (19/1) di Huristak.
Kemudian mereka juga meminta MA untuk meninjau ulang putusannya, mengingat 30 ribu masyarakat Palas hidup dari eksekusi register 40 Palas tersebut.

“Saat ini ada sejumlah koperasi di luar Kecamatan Huristak yang meminta segera dilakukan eksekusi fisik, padahal mereka tidak ada urusan dengan masyarakat Huristak dan register 40 Palas,” kata Tongku Halik Hasibuan.

Bahkan, Tongku Halik Hasibuan yang juga Kepala Desa Pasar Huristak siap melawan siapa saja yang mencoba menghadang. “Kami siap berhadapan dengan siapapun jika ada orang yang mencoba-coba mengganggu warga Huristak dan mengatasnamakan Huristak untuk eksekusi fisik register 40 Palas,” tegasnya yang diamini warga.

Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat dan pengurus koperasi dari lima kecamatan yang memiliki hubungan historis dengan areal register 40 tersebut di Sibuhuan, Selasa (17/1) termasuk Kecamatan Huristak, Barumun Tengah, Aeknabara Barumun, dan Sosa mengungkap hal yang berlawanan.
Mereka mendesak agar pemerintah pusat dan aparat penegak hukum, baik Poldasu maupun Kejaksaaan Tinggi Sumatera Utara agar segera merealisasikan pelaksanaan eksekusi fisik lahan perkebunan milik DL Sitorus dan Koperasi Parsub di register 40.

Hal itu sesuai keputusan MA RI Nomor: 2642/K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2006 antara lain penyitaan semua barang bukti berupa aset perkebunan kelapa sawit seluas lebih kurang 47.000 hektar yang terletak di kawasan hutan register 40, dan 23.000 hektar berada di wilayah Padang lawas.
“Masyarakat sangat menyesalkan ketidaktegasan aparat penegak hukum dan pemerintah yang sampai saat ini tidak mau melaksanakan eksekusi fisik di lapangan,” kata Syahrul Hasibuan, Ketua Koperasi Bumi Daya Tani, Kecamatan Hutaraja Tinggi.

Polres Tapsel Tetapkan 41 Tersangka Pengerusakan PT Tanjung Siram

Sementara itu, Polres Tapanulis Selatan (Tapsel) menetapkan 41 tersangka kasus pembakaran dan pengerusakan 17 rumah dan kantor PT Tanjung Siram dan 3 unit kendaraan yang dilakukan oleh warga Desa Aek Kanan dan Desa Padangmatinggi, Kecamatan Dolok Sigompulon, Kabupaten Paluta, Selasa (17/1) sekitar pukul 10.30 WIB lalu.

Kapolres Tapsel, AKBP Subandriya SH MH melalui Kasat Reskrim AKP Lukmin Siregar mengatakan 8 di antaranya ditahan di Mapolres Tapsel sedangkan 33 lagi tidak ditahan namun berkas kasusnya tetap dilanjutkan.

“Dari 129 warga yang kita periksa, kita perkirakan tersangkanya masih akan bertambah sebanyak 18 orang lagi yang saat ini menjalani penyidikan yang mendalam,” ujarnya.

Ketika ditanyakan bagaimana kondisi di lokasi kejadian saat ini, Kasat mengatakan kondisinya sudah relatif aman. Masih ada sekitar 15 warga dari dua desa tersebut yang berada di camp milik PT Tanjung Siram.

“Di lokasi kita tempatkan 8 personel dari Polsek Dolok untuk melakukan pengamanan,” sebutnya.

Aksi ini sendiri kata Kasat Reskrim adalah penolakan dari warga dua desa yang menentang keberadaan PT Tanjung Siram di wilayah mereka. Warga meminta agar lahan atau tanah ulayat seluas sekitar 450 hektar dikembalikan. Warga mengklaim bahwa HGU perusahaan yang sudah habis selama 30 tahun pada 31 Desember 2010 lalu. Namun pihak PT Tanjung Siram mengkalim sudah memperpanjang HGU mereka sejak tahun 2008 lalu atau 2 tahun sebelum masa HGU habis, namun prosesnya belum selesai.

Dari Jakarta, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut, Rahmat Shah, menilai, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Sumut tidak mampu bekerja secara baik, sehingga kasus-kasus sengketa lahan tak kunjung terselesaikan.

Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sama saja. Gatot telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan. “Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga bulan Mei 2012,” katanya, kemarin.

Rahmat Shah menyimpulkan, persoalan tanah di Sumut terjadi akibat tidak tegasnya BPN dalam menjalankan tugasnya. “Oknum BPN disinyalir banyak yang bekerjasama dengan para mafia tanah sehingga tanah-tanah yang selama ini telah dikuasasi oleh masyarakat, seenaknya saja dirampok dan dijarah, serta mendapatkan dukungan dari oknum petugas keamanan,” kata Rahmat.

Rahmat tidak membantah, potensi konflik lahan bisa pecah lebih besar lagi. Menurutnya, warga sudah turun-temurun tinggal di lahan itu, sebagai sumber penghidupan, termasuk untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. “Kalau mau diambil, mereka pasti siap nyawa melayang,” pungkasnya. (amr/phn/smg/ril/sam)

Soal Tanah Register 40 Eks PT Torganda

MEDAN-Suasana kurang kondusif terjadi di Kabupaten Padang Lawas (Palas) terkait tanah register 40. Dua kelompok warga di kawasan itu memiliki pandangan yang berbeda, satu menolak eksekusi dan satunya lagi mendukung.

Tak pelak, kondisi ini rawan konflik terbuka antarwarga. Menyikapi itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut, Isma Fadly Arya Pulungan mengatakan, kini kondisinya sudah mulai aneh. Pasalnya, mafia tanah cenderung melakukan pembenturan antara masyarakat dengan masyarakat.
“Hal itu sudah sangat sering terjadi di Sumut, akibatnya ada korban jiwa dan tanah tidak berubah,” sebut politisi Partai Golkar.

Dia mengatakan, bukan tidak mungkin strategi itu mengarah ke Palas, yang dilakukan mafia tanah dan mafia setempat agar bisa dialihkan isunyan
dan tanah tetap menjadi satu penguasa.

Dia menyarankan, sebaiknya masyarakat sadar dan jangan mau diadu domba, persoalan yang ada bisa dicairkan jika kesemua pihak mengetahui haknya, bukan sebaliknya hanya menginginkan sesuai. “Jadi jangan mau diadu domba, kemudian pemerintah setempat harus memanggil kedua kubu warga tersebut,” sarannya.

Dari Palas, tokoh masyarakat dari 20 Desa di wilayah Kecamatan Huristak Palas menolak dilakukan eksekusi fisik terhadap register 40. Alasannya, banyak warga Huristak yang hidup dari lahan register 40 tersebut akan kehilangan mata pencarian.
“Karena kamilah masyarakat luat Huristak yang memiliki kerja sama dengan Koperasi Bukit Harapan PT Torganda dengan pola PIR, bukan kelompok-kelompok dari luar Huristak,” ujar tokoh masyarakat luat Huristak, Tongku Halik Hasibuan kepada Metro Tabagsel, Kamis (19/1) di Huristak.
Kemudian mereka juga meminta MA untuk meninjau ulang putusannya, mengingat 30 ribu masyarakat Palas hidup dari eksekusi register 40 Palas tersebut.

“Saat ini ada sejumlah koperasi di luar Kecamatan Huristak yang meminta segera dilakukan eksekusi fisik, padahal mereka tidak ada urusan dengan masyarakat Huristak dan register 40 Palas,” kata Tongku Halik Hasibuan.

Bahkan, Tongku Halik Hasibuan yang juga Kepala Desa Pasar Huristak siap melawan siapa saja yang mencoba menghadang. “Kami siap berhadapan dengan siapapun jika ada orang yang mencoba-coba mengganggu warga Huristak dan mengatasnamakan Huristak untuk eksekusi fisik register 40 Palas,” tegasnya yang diamini warga.

Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat dan pengurus koperasi dari lima kecamatan yang memiliki hubungan historis dengan areal register 40 tersebut di Sibuhuan, Selasa (17/1) termasuk Kecamatan Huristak, Barumun Tengah, Aeknabara Barumun, dan Sosa mengungkap hal yang berlawanan.
Mereka mendesak agar pemerintah pusat dan aparat penegak hukum, baik Poldasu maupun Kejaksaaan Tinggi Sumatera Utara agar segera merealisasikan pelaksanaan eksekusi fisik lahan perkebunan milik DL Sitorus dan Koperasi Parsub di register 40.

Hal itu sesuai keputusan MA RI Nomor: 2642/K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2006 antara lain penyitaan semua barang bukti berupa aset perkebunan kelapa sawit seluas lebih kurang 47.000 hektar yang terletak di kawasan hutan register 40, dan 23.000 hektar berada di wilayah Padang lawas.
“Masyarakat sangat menyesalkan ketidaktegasan aparat penegak hukum dan pemerintah yang sampai saat ini tidak mau melaksanakan eksekusi fisik di lapangan,” kata Syahrul Hasibuan, Ketua Koperasi Bumi Daya Tani, Kecamatan Hutaraja Tinggi.

Polres Tapsel Tetapkan 41 Tersangka Pengerusakan PT Tanjung Siram

Sementara itu, Polres Tapanulis Selatan (Tapsel) menetapkan 41 tersangka kasus pembakaran dan pengerusakan 17 rumah dan kantor PT Tanjung Siram dan 3 unit kendaraan yang dilakukan oleh warga Desa Aek Kanan dan Desa Padangmatinggi, Kecamatan Dolok Sigompulon, Kabupaten Paluta, Selasa (17/1) sekitar pukul 10.30 WIB lalu.

Kapolres Tapsel, AKBP Subandriya SH MH melalui Kasat Reskrim AKP Lukmin Siregar mengatakan 8 di antaranya ditahan di Mapolres Tapsel sedangkan 33 lagi tidak ditahan namun berkas kasusnya tetap dilanjutkan.

“Dari 129 warga yang kita periksa, kita perkirakan tersangkanya masih akan bertambah sebanyak 18 orang lagi yang saat ini menjalani penyidikan yang mendalam,” ujarnya.

Ketika ditanyakan bagaimana kondisi di lokasi kejadian saat ini, Kasat mengatakan kondisinya sudah relatif aman. Masih ada sekitar 15 warga dari dua desa tersebut yang berada di camp milik PT Tanjung Siram.

“Di lokasi kita tempatkan 8 personel dari Polsek Dolok untuk melakukan pengamanan,” sebutnya.

Aksi ini sendiri kata Kasat Reskrim adalah penolakan dari warga dua desa yang menentang keberadaan PT Tanjung Siram di wilayah mereka. Warga meminta agar lahan atau tanah ulayat seluas sekitar 450 hektar dikembalikan. Warga mengklaim bahwa HGU perusahaan yang sudah habis selama 30 tahun pada 31 Desember 2010 lalu. Namun pihak PT Tanjung Siram mengkalim sudah memperpanjang HGU mereka sejak tahun 2008 lalu atau 2 tahun sebelum masa HGU habis, namun prosesnya belum selesai.

Dari Jakarta, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut, Rahmat Shah, menilai, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Sumut tidak mampu bekerja secara baik, sehingga kasus-kasus sengketa lahan tak kunjung terselesaikan.

Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sama saja. Gatot telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan. “Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga bulan Mei 2012,” katanya, kemarin.

Rahmat Shah menyimpulkan, persoalan tanah di Sumut terjadi akibat tidak tegasnya BPN dalam menjalankan tugasnya. “Oknum BPN disinyalir banyak yang bekerjasama dengan para mafia tanah sehingga tanah-tanah yang selama ini telah dikuasasi oleh masyarakat, seenaknya saja dirampok dan dijarah, serta mendapatkan dukungan dari oknum petugas keamanan,” kata Rahmat.

Rahmat tidak membantah, potensi konflik lahan bisa pecah lebih besar lagi. Menurutnya, warga sudah turun-temurun tinggal di lahan itu, sebagai sumber penghidupan, termasuk untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. “Kalau mau diambil, mereka pasti siap nyawa melayang,” pungkasnya. (amr/phn/smg/ril/sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/