30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Akui Terima ‘Uang Ketok’

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus korupsi penyuapan Pimpinan dan Anggota DPRD Sumut, dengan total mencapai Rp61 miliar dengan terdakwa mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjo Nugroho, digelar di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/1) siang.

Dari fakta persidangan terungkap, seluruh pimpinan dan anggota DPRD Sumut menerima suap tersebut atau disebut dengan ‘Uang Ketok’. Suap itu dinikmati seluruh anggota DPRD Sumut periode 2009-2014. ‘Uang ketok’ untuk memuluskan proses pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Sumut tahun anggara (TA) 2014.

Dari sejumlah saksi, yang hadir dalam sidang menyebutkan uang suap itu diterima bervariasi atau berbeda-beda. Uang suap yang dinikmati para wakil rakyat di Sumut itu, mencapai Rp 61 miliar.

Perbedaan yang diterima uang suap itu, menjadi pertanyaan tajam oleh majelis hakim yang menyidangkan perkara ini. Namun, para saksi dari anggota DPRD Sumut tidak mengetahui sistem perbedaan penerimaan ‘uang ketok’ tersebut.”Mengapa berbeda-beda ‘uang ketok’ yang diterima dari setiap anggota dewan,”  tanya Majelis Hakim yang diketuai Didik, SH.

Namun dari kesepuluh saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman, Brilian Mokhtar, Iman Bandaharu Nasution, Andi Arba, Oloan Simbolon, Rudy Kurniawan, Tunggul Siagian, dan pegawai di Sekretaris Dewan (Sekwan) Beny Wiraldi, dan M Rasadi tidak mengetahui mengapa ada perbedaan.

Dalam kesaksian, Brilian Mokhtar mengaku hanya menerima saja dari Ali Nafiah, hanya belakangan diketahui uang tersebut merupakan ‘uang ketok’ sebesar Rp197,5 juta yang diterima secara bertahap.”Penerimaan tersebut secara bertahap, pertama kali menerima ‘uang ketok’ sebesar Rp12,5 juta untuk pengesahan LPJP dan Rp15 juta untuk PABD tahun 2013. Kemudian, pada Agustus 2014, menerima kembali sebesar Rp50 juta untuk uang Lebaran, ” kata anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 ini.

Di akhir 2014, Brillian kembali menerima uang ketok, salah satunya uang ketok disebutnya sebagai uang tahun baru.  “November pengesahan PABD Rp 50 juta dan Desember Rp50 juta yang katanya uang Tahun Baru,” kata anggota DPRD Sumut Fraksi PDIP ini.

Dia menuturkan, tak pernah sama sekali meminta ‘uang ketok’ sebesar Rp197,5 juta tersebut. Namun dirinya pernah bertanya kepada Ali Nafiah, uang yang diterimanya uang apa, namun Ali menyatakan uang tersebut merupakan uang honor.”Saya sebenarnya tidak minta. Saya tanya Ali, ini aman gak. Lalu aman, kata Ali. Tak ada tanda terima karena Ali Bendahara DPRD. Terakhir saya tahu uangnya dari Sekwan terus dari Biro Keuangan,” ujar Brillian.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Iman Bandaharu Nasution, anggota DPRD Sumut periode 2009-2014, dimana dirinya menerima hampir Rp150 juta dalam tiga tahap.”Pernah saya tanyakan majelis hakim, namun kata Ali Nafiah, dana yang diterimanya uang ketok palu pada pengesahan APBD 2014,” ujarnya.

Namun dirinya tidak menolak karena hampir keseluruhan anggota menerimanya. Adapun dana pertama kali diterima pada Agustus 2013 sebesar Rp50 juta. Kemudian, pada November sebesar Rp50 juta dan Desember hampir Rp50 juta.

Tahun 2014 untuk menolak interpelasi, lanjutnya, ia kembali menerima Rp100 juta dalam dua tahap. Interpelasi pertama pada April sebesar Rp50 juta dan kedua antara Juli atau Agustus Rp50 juta. “Meski putusan terakhir tetap menolak interpelasi,” paparnya.

Sementara Andi Arba, anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 menyatakan dirinya menerima uang ketok tersebut sebesar Rp200 hingga Rp300 juta. “Saya tidak ingat majelis hakim, namun uang tersebut diterima dari Ali Nafiah,” terangnya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus korupsi penyuapan Pimpinan dan Anggota DPRD Sumut, dengan total mencapai Rp61 miliar dengan terdakwa mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pudjo Nugroho, digelar di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/1) siang.

Dari fakta persidangan terungkap, seluruh pimpinan dan anggota DPRD Sumut menerima suap tersebut atau disebut dengan ‘Uang Ketok’. Suap itu dinikmati seluruh anggota DPRD Sumut periode 2009-2014. ‘Uang ketok’ untuk memuluskan proses pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Sumut tahun anggara (TA) 2014.

Dari sejumlah saksi, yang hadir dalam sidang menyebutkan uang suap itu diterima bervariasi atau berbeda-beda. Uang suap yang dinikmati para wakil rakyat di Sumut itu, mencapai Rp 61 miliar.

Perbedaan yang diterima uang suap itu, menjadi pertanyaan tajam oleh majelis hakim yang menyidangkan perkara ini. Namun, para saksi dari anggota DPRD Sumut tidak mengetahui sistem perbedaan penerimaan ‘uang ketok’ tersebut.”Mengapa berbeda-beda ‘uang ketok’ yang diterima dari setiap anggota dewan,”  tanya Majelis Hakim yang diketuai Didik, SH.

Namun dari kesepuluh saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman, Brilian Mokhtar, Iman Bandaharu Nasution, Andi Arba, Oloan Simbolon, Rudy Kurniawan, Tunggul Siagian, dan pegawai di Sekretaris Dewan (Sekwan) Beny Wiraldi, dan M Rasadi tidak mengetahui mengapa ada perbedaan.

Dalam kesaksian, Brilian Mokhtar mengaku hanya menerima saja dari Ali Nafiah, hanya belakangan diketahui uang tersebut merupakan ‘uang ketok’ sebesar Rp197,5 juta yang diterima secara bertahap.”Penerimaan tersebut secara bertahap, pertama kali menerima ‘uang ketok’ sebesar Rp12,5 juta untuk pengesahan LPJP dan Rp15 juta untuk PABD tahun 2013. Kemudian, pada Agustus 2014, menerima kembali sebesar Rp50 juta untuk uang Lebaran, ” kata anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 ini.

Di akhir 2014, Brillian kembali menerima uang ketok, salah satunya uang ketok disebutnya sebagai uang tahun baru.  “November pengesahan PABD Rp 50 juta dan Desember Rp50 juta yang katanya uang Tahun Baru,” kata anggota DPRD Sumut Fraksi PDIP ini.

Dia menuturkan, tak pernah sama sekali meminta ‘uang ketok’ sebesar Rp197,5 juta tersebut. Namun dirinya pernah bertanya kepada Ali Nafiah, uang yang diterimanya uang apa, namun Ali menyatakan uang tersebut merupakan uang honor.”Saya sebenarnya tidak minta. Saya tanya Ali, ini aman gak. Lalu aman, kata Ali. Tak ada tanda terima karena Ali Bendahara DPRD. Terakhir saya tahu uangnya dari Sekwan terus dari Biro Keuangan,” ujar Brillian.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Iman Bandaharu Nasution, anggota DPRD Sumut periode 2009-2014, dimana dirinya menerima hampir Rp150 juta dalam tiga tahap.”Pernah saya tanyakan majelis hakim, namun kata Ali Nafiah, dana yang diterimanya uang ketok palu pada pengesahan APBD 2014,” ujarnya.

Namun dirinya tidak menolak karena hampir keseluruhan anggota menerimanya. Adapun dana pertama kali diterima pada Agustus 2013 sebesar Rp50 juta. Kemudian, pada November sebesar Rp50 juta dan Desember hampir Rp50 juta.

Tahun 2014 untuk menolak interpelasi, lanjutnya, ia kembali menerima Rp100 juta dalam dua tahap. Interpelasi pertama pada April sebesar Rp50 juta dan kedua antara Juli atau Agustus Rp50 juta. “Meski putusan terakhir tetap menolak interpelasi,” paparnya.

Sementara Andi Arba, anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 menyatakan dirinya menerima uang ketok tersebut sebesar Rp200 hingga Rp300 juta. “Saya tidak ingat majelis hakim, namun uang tersebut diterima dari Ali Nafiah,” terangnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/