MEDAN- Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemkab Deliserdang, Faisal, diancam hukuman 8 tahun penjara, atas kasus dugaan korupsi anggaran Dinas PU Deliserdang tahun 2010 dengan pagu anggaran Rp105,83 miliar. Tuntutan hukuman dibacakan jaksa pada persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (19/6).
Selain penjara, Jaksa juga menuntut Faisal untuk membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar Uang Pengganti (UP) Rp52 miliar lebih. “Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk mengganti kerugian negara, kami meminta hakim mewajibkannya mengganti dengan menjalani 4 tahun kurungan,” kata jaksa.
Selain Faisal, dua terdakwa lainnya di antaranya Elvian dan Agus Sumantri juga menjalani sidang tuntutan dalam perkara yang sama. Jaksa menuntut Elvian selaku Bendahara Dinas PU Deliserdang dengan hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan subsider 6 bulan kurungan. Juga Uang Pengganti sebesar Rp50 miliar. Jika harta bendanya tidak mencukupi maka diganti dengan kurungan badan tiga tahun enam bulan.
Sementara, terdakwa Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah Pemkab Deliserdang dituntut lebih ringan, yakni hukuman 6 tahun penjara, denda Rp500 juta subsideir enam bulan kurungan. Namun Agus Sumantri tidak diwajibkan membayar UP sebagaimana dikenakan kepada terdakwa Faisal dan Elvian. JPU juga meminta agar majelis hakim melakukan penahanan terhadap ketiga terdakwa.
Dalam sidang yang digelar sore hari itu, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Lubukpakam, PDE Pasaribu, Rina Sari, dan G Samsosir hanya membacakan nomor register perkara, identitas terdakwa dan langsung membacakan pertimbangan JPU mengenai hal-hal memberatkan dan meringankan para terdakwa yang kemudian langsung dilanjutkan dengan tuntutan. Persidangan kemarin tampak tergesa-gesa. Jaksa bahkan tidak membacakan pokok materi dakwaan dan kesalahan-kesalahan para terdakwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut.
“Bagaimana mau kami tanggapi? Orang langsung saja ke pembacaan tuntutan. Kami pun nggak tau apa materi kesalahan-kesalahan klien kami dalam korupsi itu. Bahkan mengenai kerugian negara kami juga nggak tau. Nggak nyangka kami langsung begitu pembacaan tuntutannya,” ujar Taufik Siregar, selaku Ketua Tim Penasehat Hukum ketiga terdakwa saat dimintai tanggapannya. Sementara para JPU langsung ‘ngacir’ saat ditanyai mengenai tuntutan terhadap terdakwa yang dinilai ganjil.
Sebelumnya, di hadapan majelis hakim berjumlah lima orang yang diketuai Denny L Tobing, JPU menyatakan ketiga terdakwa bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan primer.
Setelah mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim memberikan kesempatan kepada ketiga terdakwa untuk menyampaikan pembelaan. Kuasa hukum Faisal dan Elfian menyatakan akan membacakan pembelaannya 2 minggu lagi. Sedangkan untuk terdakwa Agus Sumantri, pledoi akan dibacakan dalam sidang pekan depan.
Seperti diberitakan, terdakwa Faisal dan Elvian dialihkan penahanannya dari tahanan Rutan Tanjung Gusta Medan menjadi tahanan rumah. Penetapan pengalihan penahanan itu tidak dibacakan dipersidangan. Bahkan kemudian keduanya tidak ditahan lagi karena masa penahanan sudah habis. Karena banyak keganjilan, Komisi Yudisial menelusuri keganjilan soal pengalihan penahanan itu. Bahkan Komisi Yudisial segera memeriksa kelima majelis hakim yang menangani perkara itu.
Dalam dakwaan JPU, Faisal disebut melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU Deliserdang dan Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) Deliserdang, yang merugikan negara sebesar Rp105,83 miliar yang berasal dari anggaran tahun 2010 sebesar Rp178 miliar.
Terdakwa Faisal selaku Kadis PU atas inisiatif sendiri mengalihkan kegiatan-kegiatan yang terdaftar dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PU Deliserdang dari kegiatan bersifat tender (lelang) menjadi kegiatan swakelola. Itu dilakukan terdakwa Faisal dengan alasan untuk menerapkan pola partisipatif, efisiensi waktu, dan dana, serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengelola anggaran, hutang dan piutang di Dinas PU.
Padahal, terdakwa mengetahui untuk mengalihkan kegiatan bersifat tender menjadi swakelola harus melalui perencanaan yang dituangkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan kemudian diajukan ke badan legislatif (DPRD) untuk dibahas dan mendapat persetujuan. Selain itu, terdakwa Faisal juga menggunakan anggaran tahun 2010 tersebut untuk membayar kegiatan-kegiatan pada tahun anggaran sebelumnya, yakni 2007,2008, 2009 dan 2010. “Terdakwa juga menunjuk perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga mengurangi pendapatan negara dari pajak,” kata jaksa.
Sementara terdakwa Elvian selaku Bendahara Pengeluaran Dinas PU, memproses pencairan anggaran Dinas PU yang diperuntukkan membayar kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya, dan kegiatan swakelola tersebut tanpa disertai alat bukti yang sah dan lengkap.
Sedangkan Agus Sumantri selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), memproses pencairan dana yang diajukan Elvian. “Dengan beralihnya kegiatan tender menjadi swakelola, proses keluarnya dana APBD menjadi ganti uang yang diproses terdakwa Elvian dan menjadi dasar bagi Agus Sumantri untuk menerbitkan SP2D,” ujar jaksa.
Atas perbuatan terdakwa Faisal bersama Elvian dan Agus Sumantri tersebut, negara mengalami kerugian Rp105,83 miliar, dengan perincian pembayaran kegiatan pada tahun anggaran terdahulu Rp83 miliar, pengurangan fisik pekerjaan Rp15 miliar, pengurangan pajak Rp3 miliar dan rekening koran berupa transaksi atas nama Elvian sebesar Rp3,7 juta.
Setelah majelis hakim meninggalkan ruang persidangan, Faisal yang hari itu mengenakan kemeja putih langsung menyalakan sebatang rokok yang diambilnya dari saku baju. Ia mengisap rokoknya dalam-dalam dan disambut para pendukungnya. (far)