29 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Sumut Terkorup se-Indonesia

JAKARTA- Sumatera Utara menempati ranking pertama provinsi dengan potensi terkorup di Indonesia. Hal tersebut tergambar dari catatan yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Bahwa dari 278 kasus korupsi yang terjadi di Sumut, jumlah kerugian negara diperkirakan mencapai Rp400 miliar lebih.

Mahasiswa Desak Penuntasan Kasus Korupsi  di Sumut
Mahasiswa Desak Penuntasan Kasus Korupsi di Sumut

“Urutan pertama Sumut, kemudian disusul Provinsi Aceh, Papua Barat dan DKI Jakarta. Kerugian negara diketahui setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2012,” ujar Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Jumat (19/7).

Menurut Uchok, secara kuantitas kasus korupsi yang terjadi di Sumut, memang angkanya jauh di bawah DKI Jakarta. Yaitu hanya 278 kasus, sementara di DKI tercatat mencapai 967 kasus. Namun nilai potensi kerugian negara yang ditimbulkan, di Sumut mencapai Rp400 miliar lebih. Sementara di DKI Jakarta hanya Rp 191 miliar.

“Ini menunjukkan komitmen kepala daerah di Sumut sangat minim untuk melakukan pemberantasan korupsi pada pemerintahan yang ada. Karena saat terpilih menjadi kepala daerah, yang dipikirkan bukan melayani rakyat. Tapi lebih kepada mencari kembali modal yang telah dikeluarkan agar bisa menang di Pilkada sebelumnya,” katanya.

Sayangnya menghadapi kondisi ini, DPRD yang ada menurutnya justru melumpuhkan fungsi yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Dari hasil investigasi yang dilakukan Fitra menurut Uchok para anggota DPRD justru cenderung bukan melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Namun justru bekerja sama mencari materi lewat program-program Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) demi kepentingan pribadi dan partai.

“Selama ini wakil rakyat bukannya memperjuangkan aspirasi atau anggaran untuk rakyat. Kalau melihat anggaran untuk daerah, itu masyarakat tidak bisa membedakan antara anggaran yang boros atau dikorup. Karena semua masuk kantong mereka,” katanya.

Uchok yakin jika BPK melakukan audit yang lebih intensif, maka temuan terjadinya potensi korupsi akan jauh lebih besar. “Selama ini hanya di bawah 30 persen dokumen program yang dilakukan verifikasi ke lapangan. Sehingga temuannya sedikit. Dan juga kebanyakan teknik auditnya bukan investigasi program, tapi hanya audit program. Jadi temuannya banyak yang dibantah oleh Pemda setempat,” katanya.

Beberapa sektor yang berpeluang terjadinya korupsi di antaranya sektor penerimaan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi. Untuk sektor penerimaan pajak, modus yang ada berupa penyelewengan dari target yang telah ditetapkan. Kemudian potensi pemerasan kepada wajib pajak melalui penggelembungan nilai pajak. Selain itu juga manipulasi data karena adanya tatap muka secara langsung antara wajib pajak dengan pemeriksa.

Untuk sektor DAU, DAK dan Dekonsentrasi potensi korupsi karena sistem pelaporannya tidak mempunyai strandarisasi. Selain itu juga alokasi penggunaannya tidak transparan.

Sebelumnya, Fitra pernah merilis data daerah terokorup di Indonesia pada semester I Tahun 2012. Dan, Sumut tidak masuk dalam lima besar.Lima provinsi terkorup adalah Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Maluku Utara.
“Paling tinggi temuan dari provinsi Papua Barat dengan jumlah kasus sebanyak 10 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp86,7 miliar,” kata Koordinator Advokasi Fitra, Maulana dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Minggu, (23/6) lalu.

Sementara itu, di Kalimantan Timur terdapat 2 temuan dengan nilai Rp29,6 miliar. Di Kalsel, terdapat 8 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp10,8 miliar. Di Aceh terdapat 18 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp7,8 miliar. Terakhir di Maluku Utara terdapat 28 temuan dengan nilai Rp5,7 miliar.

Menurut Maulana dari temuan-temuan dugaan kerugian itu kebanyakan berasal dari modus pekerjaan/proyek tidak sesuai kontrak, pemberian jaminan pelaksanaan proyek tidak sesuai prosedur dan denda keterlambatan pekerjaan/ proyek yang belum ditagih atau disetor ke kas negara/daerah.

“Hal ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan lelang pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah,” tandas Maulana. (gir)

[table caption=”4 Besar Daerah Terkorup di Indonesia” th=”1″]

Daerah ,Jumlah, Kasus ,Kerugian ,Negara
1. ,Sumut ,278 ,Rp400 miliar lebih
2. ,Aceh ,389 ,Rp308 miliar lebih
3. ,Papua Barat ,478 ,Rp207 miliar lebih
4. ,DKI Jakarta ,967 ,Rp191 miliar lebih

[/table]

Sumber: BPK/Fitra

JAKARTA- Sumatera Utara menempati ranking pertama provinsi dengan potensi terkorup di Indonesia. Hal tersebut tergambar dari catatan yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Bahwa dari 278 kasus korupsi yang terjadi di Sumut, jumlah kerugian negara diperkirakan mencapai Rp400 miliar lebih.

Mahasiswa Desak Penuntasan Kasus Korupsi  di Sumut
Mahasiswa Desak Penuntasan Kasus Korupsi di Sumut

“Urutan pertama Sumut, kemudian disusul Provinsi Aceh, Papua Barat dan DKI Jakarta. Kerugian negara diketahui setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2012,” ujar Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Jumat (19/7).

Menurut Uchok, secara kuantitas kasus korupsi yang terjadi di Sumut, memang angkanya jauh di bawah DKI Jakarta. Yaitu hanya 278 kasus, sementara di DKI tercatat mencapai 967 kasus. Namun nilai potensi kerugian negara yang ditimbulkan, di Sumut mencapai Rp400 miliar lebih. Sementara di DKI Jakarta hanya Rp 191 miliar.

“Ini menunjukkan komitmen kepala daerah di Sumut sangat minim untuk melakukan pemberantasan korupsi pada pemerintahan yang ada. Karena saat terpilih menjadi kepala daerah, yang dipikirkan bukan melayani rakyat. Tapi lebih kepada mencari kembali modal yang telah dikeluarkan agar bisa menang di Pilkada sebelumnya,” katanya.

Sayangnya menghadapi kondisi ini, DPRD yang ada menurutnya justru melumpuhkan fungsi yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Dari hasil investigasi yang dilakukan Fitra menurut Uchok para anggota DPRD justru cenderung bukan melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Namun justru bekerja sama mencari materi lewat program-program Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) demi kepentingan pribadi dan partai.

“Selama ini wakil rakyat bukannya memperjuangkan aspirasi atau anggaran untuk rakyat. Kalau melihat anggaran untuk daerah, itu masyarakat tidak bisa membedakan antara anggaran yang boros atau dikorup. Karena semua masuk kantong mereka,” katanya.

Uchok yakin jika BPK melakukan audit yang lebih intensif, maka temuan terjadinya potensi korupsi akan jauh lebih besar. “Selama ini hanya di bawah 30 persen dokumen program yang dilakukan verifikasi ke lapangan. Sehingga temuannya sedikit. Dan juga kebanyakan teknik auditnya bukan investigasi program, tapi hanya audit program. Jadi temuannya banyak yang dibantah oleh Pemda setempat,” katanya.

Beberapa sektor yang berpeluang terjadinya korupsi di antaranya sektor penerimaan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi. Untuk sektor penerimaan pajak, modus yang ada berupa penyelewengan dari target yang telah ditetapkan. Kemudian potensi pemerasan kepada wajib pajak melalui penggelembungan nilai pajak. Selain itu juga manipulasi data karena adanya tatap muka secara langsung antara wajib pajak dengan pemeriksa.

Untuk sektor DAU, DAK dan Dekonsentrasi potensi korupsi karena sistem pelaporannya tidak mempunyai strandarisasi. Selain itu juga alokasi penggunaannya tidak transparan.

Sebelumnya, Fitra pernah merilis data daerah terokorup di Indonesia pada semester I Tahun 2012. Dan, Sumut tidak masuk dalam lima besar.Lima provinsi terkorup adalah Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Maluku Utara.
“Paling tinggi temuan dari provinsi Papua Barat dengan jumlah kasus sebanyak 10 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp86,7 miliar,” kata Koordinator Advokasi Fitra, Maulana dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Minggu, (23/6) lalu.

Sementara itu, di Kalimantan Timur terdapat 2 temuan dengan nilai Rp29,6 miliar. Di Kalsel, terdapat 8 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp10,8 miliar. Di Aceh terdapat 18 temuan dengan nilai indikasi kerugian Rp7,8 miliar. Terakhir di Maluku Utara terdapat 28 temuan dengan nilai Rp5,7 miliar.

Menurut Maulana dari temuan-temuan dugaan kerugian itu kebanyakan berasal dari modus pekerjaan/proyek tidak sesuai kontrak, pemberian jaminan pelaksanaan proyek tidak sesuai prosedur dan denda keterlambatan pekerjaan/ proyek yang belum ditagih atau disetor ke kas negara/daerah.

“Hal ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan lelang pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah,” tandas Maulana. (gir)

[table caption=”4 Besar Daerah Terkorup di Indonesia” th=”1″]

Daerah ,Jumlah, Kasus ,Kerugian ,Negara
1. ,Sumut ,278 ,Rp400 miliar lebih
2. ,Aceh ,389 ,Rp308 miliar lebih
3. ,Papua Barat ,478 ,Rp207 miliar lebih
4. ,DKI Jakarta ,967 ,Rp191 miliar lebih

[/table]

Sumber: BPK/Fitra

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/