30 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Eksepsi Dugaan Suntik Vaksin Kosong Ditolak, dr Gita Menangis Terisak di Pengadilan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terdakwa perkara dugaan suntik vaksin kosong, dr Tengku Gita, menangis terisak usai majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan, menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa. Dengan demikian, hakim tetap melanjutkan sidang dengan pemeriksaan pokok perkaranya.

Majelis Hakim dalam amarnya, menyatakan, menolak eksepsi terdakwa yang diajukan oleh dr Gita melalui tim penasehat hukumnya.

“Menyatakan, keberatan penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara ini,” ungkap Immanuel, dalam putusan selanya di Ruang Cakra 8, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (19/7).

Majelis hakim menilai, berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah memenuhi syarat formil. Disampaikan Immanuel, surat dakwaan yang dibuat JPU untuk menjerat terdakwa dr Gita, sudah memenuhi unsur Pasal 143 ayat 2 KUHAP.

“Dalam surat dakwaan JPU telah memuat secara jelas identitas dan peristiwa pidana yang dilakukan,” tuturnya.

Usai persidangan, Redyanto Sidi selaku penasihat hukum terdakwa, menilai, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pekara ini, sehingga pihaknya akan membuka hal tersebut di persidangan.

“Klien kami adalah vaksinator yang ditunjuk secara resmi, kenapa dilaporkan? Siapa korbannya? Dan anehnya, pelapornya adalah penyelenggara. Ini akan kami buka semuanya di persidangan,” katnaya.

Mengutip dakwaan JPU, Yuliati Ningsih menuturkan, perkara ini bermula pada 17 Januari 2022 lalu, saat dilaksanakannya kegiatan vaksinasi Covid-19 untuk anak umur 6-11 tahun di SD Wahidin Sudirohusodo, Kecamatan Medan Labuhan.

Vaksinasi tersebut, diselenggarkan oleh Polsek Medan Labuhan dengan petugas pelaksanaan dari Rumah Sakit Umum Delima. Adapun pelaksanaan vaksinasi di sekolah tersebut dilaksanakan oleh 2 tim. Saat dilakukan vaksin terhadap saksi anak bernama Olivia Ongsu, yang dilakukan oleh petugas vaksinator, yakni terdakwa dr Gita, direkam oleh orangtua saksi anak Olivia Ongsu, yakni saksi Kristina.

Dalam rekaman video tersebut, pada saat spuit/jarum suntik diinjeksikan ke lengan saksi anak Olivia Ongsu, jarum suntik tersebut dalam keadaan kosong, alias tidak ada cairan vaksin atau paling tidak, kurang dari dosis yang ditetapkan.

Terlihat pada cuplikan video, sebagaimana hasil Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti berupa satu unit handphone merek Oppo, tipe CPH, warna hijau, terlihat pada saat terdakwa dr Gita sedang memegang alat suntik, sesaat sebelum disuntikkan ke lengan kiri saksi anak Olivia Ongsu, terlihat plugger tidak tertarik ke arah posisi 0,5 mililiter.

Hal tersebut, ujar Yuliati, diperkuat dengan adanya hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Prodia Nomor: 2201270206, tertanggal 27 Januari 2022, atas nama Olivia Ongsu, hasil pemeriksaan Imuno Serologi dengan hasil pemeriksaan Non-Reaktif.

Perbuatan terdakwa dr Gita juga berlanjut pada saat terdakwa memberikan suntikan vaksin Covid-19 kepada saksi anak Ghisella Kinata Chandra, yang juga sempat direkam oleh saksi Rahayuni Samosir (ibu dari saksi anak Ghisella Kinata Chandra). Berdasarkan hasil Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti Nomor Lab: 475/FKF/2022 tertanggal 20 Januari 2022, pada rekaman video, terlihat plugger tidak pada posisi terisi vaksin dengan dosis 0,5 mililiter.

Dikatakan Yuliati, pemberian vaksi anak, merupakan satu program kerja pemerintah dalam penanggulangan wabah penyakit menular Covid-19. Vaksinasi merupakan satu program kerja pemerintah dalam upaya menanggulangi wabah penyakit menular yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Yang selanjutnya diatur khusus terkait pemberian vaksin anak, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/menkes/6688/2022.

Tujuan pemberian vaksi kepada anak, adalah sebagai upaya pemerintah untuk membantu meningkatkan sistem imun pada anak, dan mengembangkan perlindungan dari suatu penyakit, sehingga dengan pemberian vaksin kepada anak, dapat mengurangi penularan Covid-19. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/menkes/6688/2021, tertanggal 31 Desember 2021, tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 bagi Anak Usia 6-11 Tahun, pemberian vaksin anak telah ditetapkan, yakni sebanyak 0,5 mililiter, yang diberikan sebanyak 2 kali, dengan interval waktu minimal 28 hari, melalui suntikan intramuskular di bagian lengan atas.

Perbuatan terdakwa dr Gita, selaku vaksinitator yang memberikan vaksin kepada anak-anak tidak sesuai dengan dosisnya tersebut, merupakan perbuatan yang tidak mendukung upaya penanggulangan wabah penyakit menular yang sedang berlangsung saat ini, yakni wabah Covid-19.

Perbuatan terdakwa dr Gita diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 4 Tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular. Atau Perbuatan terdakwa dr Gita, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (2) UU No 4 Tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular. (man/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terdakwa perkara dugaan suntik vaksin kosong, dr Tengku Gita, menangis terisak usai majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan, menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa. Dengan demikian, hakim tetap melanjutkan sidang dengan pemeriksaan pokok perkaranya.

Majelis Hakim dalam amarnya, menyatakan, menolak eksepsi terdakwa yang diajukan oleh dr Gita melalui tim penasehat hukumnya.

“Menyatakan, keberatan penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara ini,” ungkap Immanuel, dalam putusan selanya di Ruang Cakra 8, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (19/7).

Majelis hakim menilai, berkas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah memenuhi syarat formil. Disampaikan Immanuel, surat dakwaan yang dibuat JPU untuk menjerat terdakwa dr Gita, sudah memenuhi unsur Pasal 143 ayat 2 KUHAP.

“Dalam surat dakwaan JPU telah memuat secara jelas identitas dan peristiwa pidana yang dilakukan,” tuturnya.

Usai persidangan, Redyanto Sidi selaku penasihat hukum terdakwa, menilai, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pekara ini, sehingga pihaknya akan membuka hal tersebut di persidangan.

“Klien kami adalah vaksinator yang ditunjuk secara resmi, kenapa dilaporkan? Siapa korbannya? Dan anehnya, pelapornya adalah penyelenggara. Ini akan kami buka semuanya di persidangan,” katnaya.

Mengutip dakwaan JPU, Yuliati Ningsih menuturkan, perkara ini bermula pada 17 Januari 2022 lalu, saat dilaksanakannya kegiatan vaksinasi Covid-19 untuk anak umur 6-11 tahun di SD Wahidin Sudirohusodo, Kecamatan Medan Labuhan.

Vaksinasi tersebut, diselenggarkan oleh Polsek Medan Labuhan dengan petugas pelaksanaan dari Rumah Sakit Umum Delima. Adapun pelaksanaan vaksinasi di sekolah tersebut dilaksanakan oleh 2 tim. Saat dilakukan vaksin terhadap saksi anak bernama Olivia Ongsu, yang dilakukan oleh petugas vaksinator, yakni terdakwa dr Gita, direkam oleh orangtua saksi anak Olivia Ongsu, yakni saksi Kristina.

Dalam rekaman video tersebut, pada saat spuit/jarum suntik diinjeksikan ke lengan saksi anak Olivia Ongsu, jarum suntik tersebut dalam keadaan kosong, alias tidak ada cairan vaksin atau paling tidak, kurang dari dosis yang ditetapkan.

Terlihat pada cuplikan video, sebagaimana hasil Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti berupa satu unit handphone merek Oppo, tipe CPH, warna hijau, terlihat pada saat terdakwa dr Gita sedang memegang alat suntik, sesaat sebelum disuntikkan ke lengan kiri saksi anak Olivia Ongsu, terlihat plugger tidak tertarik ke arah posisi 0,5 mililiter.

Hal tersebut, ujar Yuliati, diperkuat dengan adanya hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Prodia Nomor: 2201270206, tertanggal 27 Januari 2022, atas nama Olivia Ongsu, hasil pemeriksaan Imuno Serologi dengan hasil pemeriksaan Non-Reaktif.

Perbuatan terdakwa dr Gita juga berlanjut pada saat terdakwa memberikan suntikan vaksin Covid-19 kepada saksi anak Ghisella Kinata Chandra, yang juga sempat direkam oleh saksi Rahayuni Samosir (ibu dari saksi anak Ghisella Kinata Chandra). Berdasarkan hasil Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti Nomor Lab: 475/FKF/2022 tertanggal 20 Januari 2022, pada rekaman video, terlihat plugger tidak pada posisi terisi vaksin dengan dosis 0,5 mililiter.

Dikatakan Yuliati, pemberian vaksi anak, merupakan satu program kerja pemerintah dalam penanggulangan wabah penyakit menular Covid-19. Vaksinasi merupakan satu program kerja pemerintah dalam upaya menanggulangi wabah penyakit menular yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Yang selanjutnya diatur khusus terkait pemberian vaksin anak, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/menkes/6688/2022.

Tujuan pemberian vaksi kepada anak, adalah sebagai upaya pemerintah untuk membantu meningkatkan sistem imun pada anak, dan mengembangkan perlindungan dari suatu penyakit, sehingga dengan pemberian vaksin kepada anak, dapat mengurangi penularan Covid-19. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/menkes/6688/2021, tertanggal 31 Desember 2021, tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 bagi Anak Usia 6-11 Tahun, pemberian vaksin anak telah ditetapkan, yakni sebanyak 0,5 mililiter, yang diberikan sebanyak 2 kali, dengan interval waktu minimal 28 hari, melalui suntikan intramuskular di bagian lengan atas.

Perbuatan terdakwa dr Gita, selaku vaksinitator yang memberikan vaksin kepada anak-anak tidak sesuai dengan dosisnya tersebut, merupakan perbuatan yang tidak mendukung upaya penanggulangan wabah penyakit menular yang sedang berlangsung saat ini, yakni wabah Covid-19.

Perbuatan terdakwa dr Gita diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 4 Tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular. Atau Perbuatan terdakwa dr Gita, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (2) UU No 4 Tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular. (man/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/