32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Masih Banyak Perlakuan Diskriminatif

Pengurusan Legalitas

URUS e-KTP: Warga mengurus e-KTP  kecamatan. Untuk memudahkan  menghindari adanya perlakuan diskriminatif   pengurusan legalitas, perlu ditagaskan sanksi bagi aparat  pengelola administrasi kependudukan  mengabaikan tugas.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
URUS e-KTP: Warga mengurus e-KTP di kecamatan. Untuk memudahkan dan menghindari adanya perlakuan diskriminatif dalam pengurusan legalitas, perlu ditagaskan sanksi bagi aparat pengelola administrasi kependudukan yang mengabaikan tugas.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

MEDAN – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan minta pemerintah mengatur sanksi bagi aparat pengelola administrasi kependudukan yang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Sanksi ini harus diatur dalam rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan dan catatan sipil.

“Guna melindungi dan menghindari perlakuan diskriminatif, fraksi minta supaya dalam ranperda penyelenggaraan administrasi dan catatan sipil Kota Medan juga mengatur sanksi bagi aparat pengelola kependudukan yang mengabaikan tugas dan kewajibannya,” kata Juru Bicara F-PDIP Porman Naibaho di kantor sementara DPRD Medan, Rabu (19/9).

Menurutnya, sanksi tersebut bisa diterapkan karena berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pasal 92 ayat 1 disebutkan jika pejabat pada instansi pelaksana melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan dokumen kependudukan dalam batas waktu ditentukan dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp10 juta.

“Apabila ketentuan pada UU itu tidak dilaksanakan berarti melanggar ketentuan perundang-undangan tersebut karena ranperda penyelenggaraan administrasi dan catatan sipil ini adalah turunan dari UU No 23 tahun 2006,” ucapnya.

Penerapan sanksi ini penting sebab berdasarkan laporan masyarakat dan temuan di lapangan masih sering terjadi pelayanan birokrasi administrasi yang tidak profesional dan diskriminatif. Mulai tingkat lingkungan, kelurahan, kecamatan dan dinas kependudukan dan catatan sipil. Perlakuan diskriminatif sering dialami masyarakat khususnya etnis Tionghoa.

“Pengurusan administrasi kependudukan seperti kartu tanda penduduk (KTP), akta kelahiran dan perkawinan sering membutuhkan waktu lama bila tidak disertai dengan embel-embel uang pelicin,” ujarnya.

Sementara Fraksi Partai Partai Demokrat (F-PD) menilai pengaturan administrasi kependudukan tentu sangat terkait kepada pelayanan publik. Jadi perlu dipersiapkan suatu sistem yang mempermudah pengurusan dan dapat mengurangi terjadinya praktek pungutan liar (pungli) yang membebani masyarakat.

Juru Bicara F-PD, Khairuddin Salim mengatakan sistem administrasi kependudukan yang diatur dalam ranperda ini harus mempermudah masyarakat dalam hal pengurusan legalitas.  (gus)

Pengurusan Legalitas

URUS e-KTP: Warga mengurus e-KTP  kecamatan. Untuk memudahkan  menghindari adanya perlakuan diskriminatif   pengurusan legalitas, perlu ditagaskan sanksi bagi aparat  pengelola administrasi kependudukan  mengabaikan tugas.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
URUS e-KTP: Warga mengurus e-KTP di kecamatan. Untuk memudahkan dan menghindari adanya perlakuan diskriminatif dalam pengurusan legalitas, perlu ditagaskan sanksi bagi aparat pengelola administrasi kependudukan yang mengabaikan tugas.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

MEDAN – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan minta pemerintah mengatur sanksi bagi aparat pengelola administrasi kependudukan yang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Sanksi ini harus diatur dalam rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan dan catatan sipil.

“Guna melindungi dan menghindari perlakuan diskriminatif, fraksi minta supaya dalam ranperda penyelenggaraan administrasi dan catatan sipil Kota Medan juga mengatur sanksi bagi aparat pengelola kependudukan yang mengabaikan tugas dan kewajibannya,” kata Juru Bicara F-PDIP Porman Naibaho di kantor sementara DPRD Medan, Rabu (19/9).

Menurutnya, sanksi tersebut bisa diterapkan karena berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pasal 92 ayat 1 disebutkan jika pejabat pada instansi pelaksana melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan dokumen kependudukan dalam batas waktu ditentukan dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp10 juta.

“Apabila ketentuan pada UU itu tidak dilaksanakan berarti melanggar ketentuan perundang-undangan tersebut karena ranperda penyelenggaraan administrasi dan catatan sipil ini adalah turunan dari UU No 23 tahun 2006,” ucapnya.

Penerapan sanksi ini penting sebab berdasarkan laporan masyarakat dan temuan di lapangan masih sering terjadi pelayanan birokrasi administrasi yang tidak profesional dan diskriminatif. Mulai tingkat lingkungan, kelurahan, kecamatan dan dinas kependudukan dan catatan sipil. Perlakuan diskriminatif sering dialami masyarakat khususnya etnis Tionghoa.

“Pengurusan administrasi kependudukan seperti kartu tanda penduduk (KTP), akta kelahiran dan perkawinan sering membutuhkan waktu lama bila tidak disertai dengan embel-embel uang pelicin,” ujarnya.

Sementara Fraksi Partai Partai Demokrat (F-PD) menilai pengaturan administrasi kependudukan tentu sangat terkait kepada pelayanan publik. Jadi perlu dipersiapkan suatu sistem yang mempermudah pengurusan dan dapat mengurangi terjadinya praktek pungutan liar (pungli) yang membebani masyarakat.

Juru Bicara F-PD, Khairuddin Salim mengatakan sistem administrasi kependudukan yang diatur dalam ranperda ini harus mempermudah masyarakat dalam hal pengurusan legalitas.  (gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/