28.9 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Impian Jadikan Bagansiapiapi Pelabuhan Ikan Terbesar di Sumut

Calon gubernur Sumatera Utara, Effendi MS Simbolon (ES) akan mengembalikan kejayaan Bagansiapiapi sebagai pelabuhan dan penghasil ikan terbesar di Sumatera Utara. Demikian pernyataannya seperti dikutip dari situs berita www.antaranews.com edisi Kamis (15/11).

“Saya ingin mengembalikan reputasi Bagansiapiapi sebagai daerah pelabuhan dan penghasil ikan terbesar seperti zaman dulu. Jauh sebelum reformasi Bagansiapiapi adalah lumbung ikan di Sumut dan Indonesia,” kata Effendi Simbolon di kantor DPD PDIP, Jalan Hayam Wuruk, Medan, Kamis (15/11).
Benarkah Bagansiapiapi adalah pelabuhan yang punya reputasi mendunia? Surat kabar De Indische Mercuur (1928) menuliskan Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia. Di masa jayanya, nama kota Bagansiapiapi lebih terkenal daripada Pekanbaru maupun Provinsi Riau.

Akan hal keinginan seluruh cagubsu membenahi pelabuhan di Sumut tak usah diragukan lagi. Jauh-jauh hari semenjak status mereka masih ‘bakal calon’, dari Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, Dr RE Nainggolan, Chairuman Harahap, hingga Gus Irawan sudah punya program memperbaiki infrastruktur pelabuhan. Mereka mendatangi perkampungan nelayan dari pantai barat hingga pantai timur. Pantai barat membentang di  perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, Kepulauan Nias, dan Kota Sibolga, sementara pantai timur menyusuri perairan Belawan, Deli Serdang, Asahan, dan Tanjung Balai.

Chairuman, misalnya, berdialog dengan masyarakat nelayan di Tanjungbalai, atau RE Nainggolan yang berbaur dengan kelompok nelayan di pelabuhan Sibolga. Gatot juga sempat mendatangi kampung nelayan di Langkat.

Tapi adakah para calon itu bicara soal mengembalikan kejayaan pelabuhan Bagansiapiapi demi masyarakat Sumut? Dalam riset berita (news tracking) yang dilakukan Sumut Pos, tak satupun mereka pernah menyampaikan program pembenahan pelabuhan Bagansiapiapi.

Meskipun faktanya kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia dengan pabrik galangan kapal tradisional terbesar di Indonesia itu kini tinggal kenangan. Siapapun prihatin melihat kondisi Bagansiapiapi sekarang ini. Apakah dia calon gubernur atau tidak. Tak ada masalah soal itu. Yang tak habis pikir tentunya saat Bagansiapiapi dimasukkan sebagai program pembangunan oleh seorang calon pemimpin Sumatera Utara. Sebelum program itu betul-betul ‘terealisasi’ tak salah melihat Bagansiapiapi dalam aspek geopolitik.

Dalam wikipedia tercatat, berdasarkan Staatsblad 1894 No.94, onderafdeeling Bagansiapiapi dengan ibukotanya Bagansiapiapi masuk dalam afdeeling Bengkalis. Bagansiapiapi semakin berkembang setelah pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan moderen dan terlengkap untuk mengimbangi pelabuhan lainnya di Selat Malaka hingga Perang Dunia I usai. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, wilayah kewedanaan Bagansiapiapi yang meliputi Kubu, Bangko dan Tanah Putih, digabungkan ke dalam Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Pada 24 Juni 2008 Bagansiapiapi ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, menyusul disetujuinya 12 RUU Pembentukan Kabupaten/Kota dan RUU atas perubahan ketiga atas UU Nomor 53 Tahun 1999 menjadi Undang-undang.

Bagansiapiapi terletak di muara Sungai Rokan yang berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional yang ramai. Dari ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru dibutuhkan 6-7 jam perjalanan darat dengan jarak tempuh  350 km. Sementara dari Medan dibutuhkan 10-12 jam perjalanan darat melalui lintas timur Sumatera.

Soal pembenahan pelabuhan di Sumut, dalam kunjungan ke Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tapteng, Jumat (6/7), Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Heryanto Marwoto mengakui banyak pelabuhan perikanan yang belum dibenahi. Fasilitas pelabuhan belum dapat dilengkapi karena memerlukan dana yang sangat besar sehingga perlu bantuan pendanaan dari pemerintah daerah. Ini artinya pelabuhan di Sumut butuh pembenahan. Tapi yang mana saja pelabuhan itu harus didahului dengan penguasaan wilayah.

Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sumatera Utara mengaku tertawa mendengar pernyataan cagubsu Effendi Simbolon yang menyatakan alasannya maju sebagai cagub adalah ingin mengembalikan kejayaan Bagan Siapi-api sebagai kota penghasil ikan terbesar di Sumut.

“Pernyataan itu bikin saya terpingkal-pingkal. Bagaimana mungkin Effendi Simbolon mau membangun Sumut, sementara wilayah Sumut sendiri dia nggak hapal. Bagan Siapi-api itu kan di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Riau. Kalau dari laut berbatasan langsung dengan Tanjung Balai,” kata Sekretaris PKC PMII Sumut Darwin Sipahutar di Medan, Minggu (18/11).
Darwin menyatakan pernyataan itu membuktikan Effendi Simbolon tak menguasai geografis Sumut. Dalam catatan birografinya, Effendi lahir di Banjarmasin dan terpilih menjadi anggota DPR dari PDIP Daerah Pemilihan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pernyataan Effendi tersebut sempat menjadi trending topics di jejaring dunia maya. Para pengguna facebook dan twitter membagikan link berita itu di akun masing-masing dan langsung menuai tanggapan yang umumnya menyayangkan pernyataan itu. Mereka mengomentari kemiskinan pemahaman Effendi tentang Sumut, bahkan untuk sesuatu yang cukup mendasar yakni batas wilayah.
Ketika link tersebut dibuka Senin (19/11) berita tersebut telah diedit, dan menyebut bahwa Effendi ingin bekerja sama dengan Bagansiapiapi. Meski demikian, versi asli berita tersebut masih tersimpan rapi  di laci komputer redaksi koran ini. (valdesz)

Calon gubernur Sumatera Utara, Effendi MS Simbolon (ES) akan mengembalikan kejayaan Bagansiapiapi sebagai pelabuhan dan penghasil ikan terbesar di Sumatera Utara. Demikian pernyataannya seperti dikutip dari situs berita www.antaranews.com edisi Kamis (15/11).

“Saya ingin mengembalikan reputasi Bagansiapiapi sebagai daerah pelabuhan dan penghasil ikan terbesar seperti zaman dulu. Jauh sebelum reformasi Bagansiapiapi adalah lumbung ikan di Sumut dan Indonesia,” kata Effendi Simbolon di kantor DPD PDIP, Jalan Hayam Wuruk, Medan, Kamis (15/11).
Benarkah Bagansiapiapi adalah pelabuhan yang punya reputasi mendunia? Surat kabar De Indische Mercuur (1928) menuliskan Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia. Di masa jayanya, nama kota Bagansiapiapi lebih terkenal daripada Pekanbaru maupun Provinsi Riau.

Akan hal keinginan seluruh cagubsu membenahi pelabuhan di Sumut tak usah diragukan lagi. Jauh-jauh hari semenjak status mereka masih ‘bakal calon’, dari Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, Dr RE Nainggolan, Chairuman Harahap, hingga Gus Irawan sudah punya program memperbaiki infrastruktur pelabuhan. Mereka mendatangi perkampungan nelayan dari pantai barat hingga pantai timur. Pantai barat membentang di  perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, Kepulauan Nias, dan Kota Sibolga, sementara pantai timur menyusuri perairan Belawan, Deli Serdang, Asahan, dan Tanjung Balai.

Chairuman, misalnya, berdialog dengan masyarakat nelayan di Tanjungbalai, atau RE Nainggolan yang berbaur dengan kelompok nelayan di pelabuhan Sibolga. Gatot juga sempat mendatangi kampung nelayan di Langkat.

Tapi adakah para calon itu bicara soal mengembalikan kejayaan pelabuhan Bagansiapiapi demi masyarakat Sumut? Dalam riset berita (news tracking) yang dilakukan Sumut Pos, tak satupun mereka pernah menyampaikan program pembenahan pelabuhan Bagansiapiapi.

Meskipun faktanya kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia dengan pabrik galangan kapal tradisional terbesar di Indonesia itu kini tinggal kenangan. Siapapun prihatin melihat kondisi Bagansiapiapi sekarang ini. Apakah dia calon gubernur atau tidak. Tak ada masalah soal itu. Yang tak habis pikir tentunya saat Bagansiapiapi dimasukkan sebagai program pembangunan oleh seorang calon pemimpin Sumatera Utara. Sebelum program itu betul-betul ‘terealisasi’ tak salah melihat Bagansiapiapi dalam aspek geopolitik.

Dalam wikipedia tercatat, berdasarkan Staatsblad 1894 No.94, onderafdeeling Bagansiapiapi dengan ibukotanya Bagansiapiapi masuk dalam afdeeling Bengkalis. Bagansiapiapi semakin berkembang setelah pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan moderen dan terlengkap untuk mengimbangi pelabuhan lainnya di Selat Malaka hingga Perang Dunia I usai. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, wilayah kewedanaan Bagansiapiapi yang meliputi Kubu, Bangko dan Tanah Putih, digabungkan ke dalam Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Pada 24 Juni 2008 Bagansiapiapi ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, menyusul disetujuinya 12 RUU Pembentukan Kabupaten/Kota dan RUU atas perubahan ketiga atas UU Nomor 53 Tahun 1999 menjadi Undang-undang.

Bagansiapiapi terletak di muara Sungai Rokan yang berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional yang ramai. Dari ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru dibutuhkan 6-7 jam perjalanan darat dengan jarak tempuh  350 km. Sementara dari Medan dibutuhkan 10-12 jam perjalanan darat melalui lintas timur Sumatera.

Soal pembenahan pelabuhan di Sumut, dalam kunjungan ke Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Tapteng, Jumat (6/7), Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Heryanto Marwoto mengakui banyak pelabuhan perikanan yang belum dibenahi. Fasilitas pelabuhan belum dapat dilengkapi karena memerlukan dana yang sangat besar sehingga perlu bantuan pendanaan dari pemerintah daerah. Ini artinya pelabuhan di Sumut butuh pembenahan. Tapi yang mana saja pelabuhan itu harus didahului dengan penguasaan wilayah.

Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sumatera Utara mengaku tertawa mendengar pernyataan cagubsu Effendi Simbolon yang menyatakan alasannya maju sebagai cagub adalah ingin mengembalikan kejayaan Bagan Siapi-api sebagai kota penghasil ikan terbesar di Sumut.

“Pernyataan itu bikin saya terpingkal-pingkal. Bagaimana mungkin Effendi Simbolon mau membangun Sumut, sementara wilayah Sumut sendiri dia nggak hapal. Bagan Siapi-api itu kan di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Riau. Kalau dari laut berbatasan langsung dengan Tanjung Balai,” kata Sekretaris PKC PMII Sumut Darwin Sipahutar di Medan, Minggu (18/11).
Darwin menyatakan pernyataan itu membuktikan Effendi Simbolon tak menguasai geografis Sumut. Dalam catatan birografinya, Effendi lahir di Banjarmasin dan terpilih menjadi anggota DPR dari PDIP Daerah Pemilihan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pernyataan Effendi tersebut sempat menjadi trending topics di jejaring dunia maya. Para pengguna facebook dan twitter membagikan link berita itu di akun masing-masing dan langsung menuai tanggapan yang umumnya menyayangkan pernyataan itu. Mereka mengomentari kemiskinan pemahaman Effendi tentang Sumut, bahkan untuk sesuatu yang cukup mendasar yakni batas wilayah.
Ketika link tersebut dibuka Senin (19/11) berita tersebut telah diedit, dan menyebut bahwa Effendi ingin bekerja sama dengan Bagansiapiapi. Meski demikian, versi asli berita tersebut masih tersimpan rapi  di laci komputer redaksi koran ini. (valdesz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/