30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Gatot Akui Kelemahan Pemprovsu

20 Hektar Aset Pemprovsu Dijual Rp16 M

MEDAN- Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) mengakui kelemahannya, terutama dalam pemenuhan kuota 20 persen anggaran belanja fungsi pendidikan. Bila hal tersebut dibandingkan dengan pemerintah Kabupaten/kota.

Pemprovsu beralasan, selain dibatasi kewenangan, hal terjadi karena Pemprovsu juga harus memprioritaskan penganggaran kegiatan penanganan infrastruktur jalan dan jembatan. Dua hal tersebut membutuhkan penyediaan dana dalam jumlah besar.

Pengakuan itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho saat membacakan Nota Jawaban Gubernur Sumatera Utara terhadap Pemandangan Umum Anggota Fraksi-fraksi DPRD Provsu tentang Nota Keuangan dan Ranperda APBD Provsu Tahun Anggaran 2012, Senin (19/12) di Gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol, Medan.
Kendati demikian, Gatot berjanji Pemrovsu akan mampu memenuhi kuota anggaran 20 persen untuk pendidikan, sesuai amanah undang-undang. Hal itu akan mudah tercapai hanya dengan menganggarkan gaji dan tunjangan guru PNS di daerah. “Namun demikian, Pemrovsu akan terus berupaya meningkatkan anggaran fungsi pendidikan secara terarah sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi yang berkembang,” ujar Gubsu.

Jawaban tersebut menanggapi pemandangan umum Fraksi Demkorat dimana sesuai amanah undang-undang, pemerintah berkewajiban memenuhi alokasi 20 persen anggaran bagi sektor pendidikan dari total jumlah APBD.
Gatot menjelaskan bahwa Pemrovsu telah berupaya memenuhi ketentuan dimaksud. Tidak hanya melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan fungsi pendidikan, juga menganggarkan bantuan keuangan kepada kabupaten/kota untuk kegiatan yang berhubungan dengan sektor pendidikan. Selain itu, menganggarkan belanja hibah dan bantuan sosial kepada lembaga/organisasi yang berorientasi pada bidang pendidikan. Semua telah diupayakan walaupun secara jumlah keseluruhan juga belum mencapai 20 persen dari jumlah anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2012.

Untuk pembangunan dan perawatan infrastruktur, lanjut Gatot, Pemprovsu berkewajiban menganggarkan belanja bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota, pemberian bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dalam mendukung pencapaian target pembangunan dan penyediaan layanan bagi masyarakat yang juga memerlukan biaya yang cukup besar pula.

Salah satu hal mendesak untuk dipenuhi adalah tuntutan masyarakat akan perbaikan kualitas infrastruktur jalan yang juga menjadi prioritas  Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya pembiayaan perbaikan infrastruktur jalan dari tahun ke tahun.

“Perbaikan kualitas jalan tidak cukup hanya mengandalkan alokasi dana APBD yang jumlahnya terbatas. Ke depan pembiayaan dari pusat dan peran pelaku industri dalam bentuk kerjasama bisa menjadi pemikiran bersama,” ungkap Gubsu.

Selama dua tahun ke depan, katanya, penanganan infrastruktur jalan diprioritaskan pada pemeliharaan ruas-ruas jalan agar kualitasnya tidak mengalami penurunan.

Dia menjelaskan selama 7 (tujuh) tahun terakhir panjang ruas jalan provinsi tidak mengalami penambahan. Hal ini menunggu perubahan status fungsi jalan nasional yang baru pada akhir tahun 2010, maka ruas jalan provinsi akan mengalami perubahan juga. Diharapkan, awal 2012 ruas jalan provinsi bertambah 287,40 km yakni yang semula 2.752,4 km menjadi 3.039,8 km.

20 Hektar Dijual Rp16 M

Gatot juga membeber pengalihan kepemilikan 20 hektar aset pemprovsu di Jalan Wiliam Iskandar, Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan. Lahan itu ternyata sudah dilepaskan dengan cara ganti rugi kepada PT Pembangunan Perumahan, pada 1997 lalu. Tetapi dari PT PP, lahan itu dilego ke pihak ketiga dan dibagun perumahan mewah.

Gatot mengungkapkan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubsu No.593.4/239/K/1983 tentang penunjukan peruntukan beberapa bidang tanah eks HGU PTPN IX di Medan Estate, diperuntukkan bagi perkantoran Gubsu semula seluas 45 hektar. Namun pada Tahun 1996 lalu, Gubsu membutuhkan dana guna penyelesaian pembangunan kantor Gubsu di Jalan Diponegoro, Medan. Atas dasar itu, berdasarkan SK Mendagri No.593.22-056 tanggal 21 Januari 1997 tentang pengesahan pelepasan tanah Pemprovsu kepada PT Pembangunan Perumahan (PP) Cabang I dengan pembayaran ganti rugi seluas 20 hektar.

“Pelepasan itu tertuang dalam berita acara serah terima tanah No 593/6714/17/BA/1997 tanggal 5 Mei 1997 antara Pemda Tk I Sumut dengan PT PP,” ungkap Gatot di hadapan rapat paripurna DPRD Sumut.

Gatot menegaskan, tanah seluas 25,51 hektar dengan sertifikat No. AJ.574022 di Jalan Willem Iskandar tersebut masih menjadi aset Pemprovsu. Dan lahan tersebut terdaftar pada buku inventaris Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset, dimana saat ini telah berdiri komplek perkantoran Pemprovsu.

“Jadi pembangunan perumahan mewah yang berada di belakang komplek perkantoran itu (seluas 20 hektar) bukan lagi milik Pemprovsu,” akunya.

Dalam SK Mendagri No 593.22-056 tanggal 21 Januari 1997 itu, telah disepakati nilai ganti rugi yang dibayarkan atas pelepasan lahan 20 hektar itu senilai Rp16,11 miliar.

Nominal tersebut telah dianggap berdasarkan hasil penaksiran yang dilakukan tim penaksir harga tanah, sesuai berita acara penaksiran harga tanah yang akan dilepaskan No.593.33/16749.

Kemudian, pelepasan lahan ini juga mendapat persetujuan dari DPRD Sumut sesuai Surat Keputusan (SK) DPRD Sumut No.14/K/1996 tanggal 19 November 1996.

Mengenai hal itu, sejumlah anggota Komisi C DPRD Sumut mulai bersuara, antara lain anggota Komisi C DPRD Sumut dari Fraksi Golkar dan PAN yakni, Mulkan Ritonga dan Muslim Simbolon. Muslim Simbolon menyatakan, memang pengalihan aset itu dari pemerintah ke pemerintah Pemprovsu ke PT PP (BUMN).  Namun masalahnya, PT PP kemudian melakukan kerjasama dan menjual lahan itu pada pihak lain. Karena kerjasama itu, akibatnya lahan tersebut berubah peruntukannya. Padahal sesuai pelepasan dari PTPN IX, lahan itu untuk fasilitas pendidikan, sosial dan pemerintah. Bukan sarana komersil.

“Komisi C akan memanggil PT PP untuk mendudukkan persoalan ini. Seperti apa kronologisnya, sehingga itu bisa beralih pada pihak ketiga. Kami menilai, PT PP tahu persis apa yang terjadi dalam pengalihan tanah ini. Kenapa bisa dialihkan ke pihak lain yang akhirnya menyalahi peruntukan pelepasan,” ungkapnya.

Lebih jauh Mulkan Ritonga mengatakan, persoalan penjualan lahan ini patut ditelusuri. Sebab berdasarkan informasi yang ia peroleh, lahan yang saat ini telah dikelola pengembang di Jalan Williem Iskandar atau Jalan Pancing tersebut diperoleh pengembang dari proses lelang di Kantor Lelang Negara.

“Data yang kami dapat ini, menjadi bahan untuk penelusuran itu. Bagaimana lahan itu bisa dilelang? Kami akan menelusurinya dari proses awal pelepasan itu,” tukasnya.

Saat ini yang harus diungkap adalah bagaimana lahan tetap berada dalam satu pagar lahan milik Pemprovsu. Kata dia, orang-orang yang terlibat dalam proses pelepasan ke PT PP, yang saat ini masih ada, diharapkan bisa menjelaskan itu.(ari)

20 Hektar Aset Pemprovsu Dijual Rp16 M

MEDAN- Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) mengakui kelemahannya, terutama dalam pemenuhan kuota 20 persen anggaran belanja fungsi pendidikan. Bila hal tersebut dibandingkan dengan pemerintah Kabupaten/kota.

Pemprovsu beralasan, selain dibatasi kewenangan, hal terjadi karena Pemprovsu juga harus memprioritaskan penganggaran kegiatan penanganan infrastruktur jalan dan jembatan. Dua hal tersebut membutuhkan penyediaan dana dalam jumlah besar.

Pengakuan itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho saat membacakan Nota Jawaban Gubernur Sumatera Utara terhadap Pemandangan Umum Anggota Fraksi-fraksi DPRD Provsu tentang Nota Keuangan dan Ranperda APBD Provsu Tahun Anggaran 2012, Senin (19/12) di Gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol, Medan.
Kendati demikian, Gatot berjanji Pemrovsu akan mampu memenuhi kuota anggaran 20 persen untuk pendidikan, sesuai amanah undang-undang. Hal itu akan mudah tercapai hanya dengan menganggarkan gaji dan tunjangan guru PNS di daerah. “Namun demikian, Pemrovsu akan terus berupaya meningkatkan anggaran fungsi pendidikan secara terarah sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi yang berkembang,” ujar Gubsu.

Jawaban tersebut menanggapi pemandangan umum Fraksi Demkorat dimana sesuai amanah undang-undang, pemerintah berkewajiban memenuhi alokasi 20 persen anggaran bagi sektor pendidikan dari total jumlah APBD.
Gatot menjelaskan bahwa Pemrovsu telah berupaya memenuhi ketentuan dimaksud. Tidak hanya melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan fungsi pendidikan, juga menganggarkan bantuan keuangan kepada kabupaten/kota untuk kegiatan yang berhubungan dengan sektor pendidikan. Selain itu, menganggarkan belanja hibah dan bantuan sosial kepada lembaga/organisasi yang berorientasi pada bidang pendidikan. Semua telah diupayakan walaupun secara jumlah keseluruhan juga belum mencapai 20 persen dari jumlah anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2012.

Untuk pembangunan dan perawatan infrastruktur, lanjut Gatot, Pemprovsu berkewajiban menganggarkan belanja bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota, pemberian bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dalam mendukung pencapaian target pembangunan dan penyediaan layanan bagi masyarakat yang juga memerlukan biaya yang cukup besar pula.

Salah satu hal mendesak untuk dipenuhi adalah tuntutan masyarakat akan perbaikan kualitas infrastruktur jalan yang juga menjadi prioritas  Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya pembiayaan perbaikan infrastruktur jalan dari tahun ke tahun.

“Perbaikan kualitas jalan tidak cukup hanya mengandalkan alokasi dana APBD yang jumlahnya terbatas. Ke depan pembiayaan dari pusat dan peran pelaku industri dalam bentuk kerjasama bisa menjadi pemikiran bersama,” ungkap Gubsu.

Selama dua tahun ke depan, katanya, penanganan infrastruktur jalan diprioritaskan pada pemeliharaan ruas-ruas jalan agar kualitasnya tidak mengalami penurunan.

Dia menjelaskan selama 7 (tujuh) tahun terakhir panjang ruas jalan provinsi tidak mengalami penambahan. Hal ini menunggu perubahan status fungsi jalan nasional yang baru pada akhir tahun 2010, maka ruas jalan provinsi akan mengalami perubahan juga. Diharapkan, awal 2012 ruas jalan provinsi bertambah 287,40 km yakni yang semula 2.752,4 km menjadi 3.039,8 km.

20 Hektar Dijual Rp16 M

Gatot juga membeber pengalihan kepemilikan 20 hektar aset pemprovsu di Jalan Wiliam Iskandar, Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan. Lahan itu ternyata sudah dilepaskan dengan cara ganti rugi kepada PT Pembangunan Perumahan, pada 1997 lalu. Tetapi dari PT PP, lahan itu dilego ke pihak ketiga dan dibagun perumahan mewah.

Gatot mengungkapkan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubsu No.593.4/239/K/1983 tentang penunjukan peruntukan beberapa bidang tanah eks HGU PTPN IX di Medan Estate, diperuntukkan bagi perkantoran Gubsu semula seluas 45 hektar. Namun pada Tahun 1996 lalu, Gubsu membutuhkan dana guna penyelesaian pembangunan kantor Gubsu di Jalan Diponegoro, Medan. Atas dasar itu, berdasarkan SK Mendagri No.593.22-056 tanggal 21 Januari 1997 tentang pengesahan pelepasan tanah Pemprovsu kepada PT Pembangunan Perumahan (PP) Cabang I dengan pembayaran ganti rugi seluas 20 hektar.

“Pelepasan itu tertuang dalam berita acara serah terima tanah No 593/6714/17/BA/1997 tanggal 5 Mei 1997 antara Pemda Tk I Sumut dengan PT PP,” ungkap Gatot di hadapan rapat paripurna DPRD Sumut.

Gatot menegaskan, tanah seluas 25,51 hektar dengan sertifikat No. AJ.574022 di Jalan Willem Iskandar tersebut masih menjadi aset Pemprovsu. Dan lahan tersebut terdaftar pada buku inventaris Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset, dimana saat ini telah berdiri komplek perkantoran Pemprovsu.

“Jadi pembangunan perumahan mewah yang berada di belakang komplek perkantoran itu (seluas 20 hektar) bukan lagi milik Pemprovsu,” akunya.

Dalam SK Mendagri No 593.22-056 tanggal 21 Januari 1997 itu, telah disepakati nilai ganti rugi yang dibayarkan atas pelepasan lahan 20 hektar itu senilai Rp16,11 miliar.

Nominal tersebut telah dianggap berdasarkan hasil penaksiran yang dilakukan tim penaksir harga tanah, sesuai berita acara penaksiran harga tanah yang akan dilepaskan No.593.33/16749.

Kemudian, pelepasan lahan ini juga mendapat persetujuan dari DPRD Sumut sesuai Surat Keputusan (SK) DPRD Sumut No.14/K/1996 tanggal 19 November 1996.

Mengenai hal itu, sejumlah anggota Komisi C DPRD Sumut mulai bersuara, antara lain anggota Komisi C DPRD Sumut dari Fraksi Golkar dan PAN yakni, Mulkan Ritonga dan Muslim Simbolon. Muslim Simbolon menyatakan, memang pengalihan aset itu dari pemerintah ke pemerintah Pemprovsu ke PT PP (BUMN).  Namun masalahnya, PT PP kemudian melakukan kerjasama dan menjual lahan itu pada pihak lain. Karena kerjasama itu, akibatnya lahan tersebut berubah peruntukannya. Padahal sesuai pelepasan dari PTPN IX, lahan itu untuk fasilitas pendidikan, sosial dan pemerintah. Bukan sarana komersil.

“Komisi C akan memanggil PT PP untuk mendudukkan persoalan ini. Seperti apa kronologisnya, sehingga itu bisa beralih pada pihak ketiga. Kami menilai, PT PP tahu persis apa yang terjadi dalam pengalihan tanah ini. Kenapa bisa dialihkan ke pihak lain yang akhirnya menyalahi peruntukan pelepasan,” ungkapnya.

Lebih jauh Mulkan Ritonga mengatakan, persoalan penjualan lahan ini patut ditelusuri. Sebab berdasarkan informasi yang ia peroleh, lahan yang saat ini telah dikelola pengembang di Jalan Williem Iskandar atau Jalan Pancing tersebut diperoleh pengembang dari proses lelang di Kantor Lelang Negara.

“Data yang kami dapat ini, menjadi bahan untuk penelusuran itu. Bagaimana lahan itu bisa dilelang? Kami akan menelusurinya dari proses awal pelepasan itu,” tukasnya.

Saat ini yang harus diungkap adalah bagaimana lahan tetap berada dalam satu pagar lahan milik Pemprovsu. Kata dia, orang-orang yang terlibat dalam proses pelepasan ke PT PP, yang saat ini masih ada, diharapkan bisa menjelaskan itu.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/