25.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Utang Menumpuk, PDAM Naikkan Tarif

MEDAN- Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi saat ini tengah dililit utang ke Bank Dunia sebesar Rp192 miliar. Diduga untuk menutupi utang tersebut, direksi PDAM yang dilantik Jumat, 11 Maret lalu, akan mengambil kebijakan tidak populer dengan menaikkan tarif air.

Humas PDAM Tirtanadi, Ir Delfi Yandri, membenarkan rencana tersebut. “Itu masih rencana. Rencana kenaikannya sendiri kemungkinan Bulan April mendatang. Namun, rencana itu masih akan menunggu persetujuan dari Gubsu. Kalau dari DPRD Sumut hanya sebatas konsultasi saja,” kata Delfi saat dikonfirmasi Sumut Pos, Minggu (20/3). Nilai kenaikan tarif saat ini masih dalam tahap  pengkajian.

“Masih akan mempertimbangkan beberapa hal, jadi rencana itu belum tentu juga jadi dilaksanakakan. Bisa-bisa batal. Kita lihat nanti lagi,” tambahnya.

Jika nantinya kenaikan tarif tersebut jadi dilaksanakan, Delfi berdalih, kenaikan ini yang pertama setelah lima tahun terakhir. “Terakhir tahun 2006 lalu dengan jumlah kenaikan sebesar 30 persen. Saat ini tarif masih Rp2.145 per meter kubik. Kalau tarif yang dipersyaratkan Kementerian Keungan kepada setiap PDAM secara nasional seharusnya sebesar Rp3 ribu per meter kubik. Tapi, kembali lagi kita belum bisa pastikan rencana kenaikan ini bisa terealisasi atau tidak,” sambungnya.

Apakah rencana kenaikan ini merupakan alternatif yang diambil untuk membayar hutang PDAM Tirtanadi kepada Bank Dunia sebesar Rp192 miliar?

Mengenai hal ini, Delfi menyatakan, Tirtanadi telah membayar hutang tepat waktu tanpa melewati waktu jatuh tempo. Artinya, tidak ada hubungannya antara rencana kenaikan tarif dengan masalah utang.
“Hutang itu adalah hutang jangka panjang sejak 2002 lalu. Dan Tirtanadi selalu membayar tanpa melewati batas jatuh tempo. Dan hutang itu juga adalah untuk pembangunan instalasi air 500 liter per detik di Limau Manis, dan beberapa proyek lainnya,” ungkapnya.

Bagaimana dengan persoalan adanya Sisa Lebih Anggaran (Silpa) sebesar Rp40 miliar?. Terkait hal itu, Delfi menjawab, Silpa itu disebabkan proses administrasi yang terlambat sehingga dana yang ada tidak bisa dicairkan dari Pemprovsu.

Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Sumut Hidayatullah kepada Sumut Pos menyatakan, melihat kualitas dewan pengawas yang tidak memahami manajemen air dan kualitas direksi yang dibawah standar, maka di kepala mereka hanya akan ada dua pilihan yaitu menaikan tarif dan merengek minta tambahan penyertaan modal. Itulah yang diketahui oleh Direksi Tirtanadi. Para direksi tidak akan peduli terhadap penderitaan sebagian besar pelanggan. Tirtanadi tidak punya kemampuan mengakses dana perbankan, apalagi dan murah. Direksi Tirtanadi tak akan mampu memperbaiki manajemen agar lebih efektif dan efisien. Tapi, yang lebih menarik lagi nantinya adalah sikap DPRD Sumut melalui Komisi C akan mendukung usulan seperti yang lalu-lalu dan PDAM Tirtanadi akan tetap saja semakin buruk kinerjanya.

“Saya berharap, gubernur dapat melakukan sesuatu yang objektif terhadap BUMD yang satu ini. Hal itu dapat dimulai dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit menyeluruh sekaligus melakukan kajian ulang atas proses rekruitmen dewan pengawas dan dewan direksi,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut ini.

Terkait adanya utang Tirtandi ke Bank Dunia sebesar Rp192 miliar, Hidayatullah menganggap, Tirtanadi dalam keadaan yang gawat dan akut.

“Punya utang itu kan gawat namanya. Berarti menandakan ada yang salah. Ini juga menunjukkan manajemen dari Tirtanadi itu buruk. Dan itu juga menandakan adanya pemborosan,” tandas anggota DPRD Sumut yang kerap mengenakan baju koko ini.

Dengan kondisi yang memprihatinkan ini, lanjut Hidayatullah, juga tidak terlepas dari tidak terbukanya manajemen Tirtanadi. Sehingga, banyak kebocoran-kebocoran yang tidak terkontrol.

Hidayatullah juga menyatakan, keberadaan dewan pengawas Tirtanadi juga tidak terlepas dari peran serta atau yang memback up adalah orang-orang partai, yang juga duduk sebagai anggota DPRD Sumut. Saat ini juga, Tirtanadi sendiri tanpa dewan pengawas.

Hidayatullah juga mengatakan, proses pemilihan dan fit and profer test yang dilakukan terhadap Direksi PDAM Tirtanadi yang baru menjabat beberapa hari tersebut juga tidak menunjukkan kompetensi yang nyata. Nah,
“Pemilihannya Cuma cakap-cakap 10 sampai 15 menit, kemudian bisa dipilih 12 orang dari 52 calon yang ada. Ditambah lagi ketiadaannya dewan pengawas. Saya pikir semuanya perlu dikaji ulang. Pemprovsu harus membuat tim kajian, untuk mengkaji secara keseluruhan. Baik itu keberadaan dewan pengawas maupun proses seleksi Direksi Tirtanadi yang lalu, serta hal-hal lainnya,” katanya.

Sedangkan itu, Pengamat Kota Medan Rafriandi Nasution juga menyatakan, tidak etis jika Direksi PDAM Tirtanadi yang baru dilantik, langsung mengambil kebijakan sebelum adanya audit secara menyeluruh terhadap Direksi PDAM Tirtanadi yang lama. Karena, akan menjadi hal yang riskan, manakala ada kebijakan dari Direksi Tirtanadi baru sebelum adanya audit yang dilakukan terhadap Direksi Tirtanadi yang lama.

Keriskanan itu melihat, adanya jumlah hutang yang besar yang dimiliki Tirtanadi kepada Bank Dunia. “Seyogyanya manajemen baru menyampaikan kebijakan dan programnya setelah ada hasil audit misalnya dari BPK atau BPKP. Manajemen belum berhak menaikkan tarif,” ungkapnya.(ari)

MEDAN- Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi saat ini tengah dililit utang ke Bank Dunia sebesar Rp192 miliar. Diduga untuk menutupi utang tersebut, direksi PDAM yang dilantik Jumat, 11 Maret lalu, akan mengambil kebijakan tidak populer dengan menaikkan tarif air.

Humas PDAM Tirtanadi, Ir Delfi Yandri, membenarkan rencana tersebut. “Itu masih rencana. Rencana kenaikannya sendiri kemungkinan Bulan April mendatang. Namun, rencana itu masih akan menunggu persetujuan dari Gubsu. Kalau dari DPRD Sumut hanya sebatas konsultasi saja,” kata Delfi saat dikonfirmasi Sumut Pos, Minggu (20/3). Nilai kenaikan tarif saat ini masih dalam tahap  pengkajian.

“Masih akan mempertimbangkan beberapa hal, jadi rencana itu belum tentu juga jadi dilaksanakakan. Bisa-bisa batal. Kita lihat nanti lagi,” tambahnya.

Jika nantinya kenaikan tarif tersebut jadi dilaksanakan, Delfi berdalih, kenaikan ini yang pertama setelah lima tahun terakhir. “Terakhir tahun 2006 lalu dengan jumlah kenaikan sebesar 30 persen. Saat ini tarif masih Rp2.145 per meter kubik. Kalau tarif yang dipersyaratkan Kementerian Keungan kepada setiap PDAM secara nasional seharusnya sebesar Rp3 ribu per meter kubik. Tapi, kembali lagi kita belum bisa pastikan rencana kenaikan ini bisa terealisasi atau tidak,” sambungnya.

Apakah rencana kenaikan ini merupakan alternatif yang diambil untuk membayar hutang PDAM Tirtanadi kepada Bank Dunia sebesar Rp192 miliar?

Mengenai hal ini, Delfi menyatakan, Tirtanadi telah membayar hutang tepat waktu tanpa melewati waktu jatuh tempo. Artinya, tidak ada hubungannya antara rencana kenaikan tarif dengan masalah utang.
“Hutang itu adalah hutang jangka panjang sejak 2002 lalu. Dan Tirtanadi selalu membayar tanpa melewati batas jatuh tempo. Dan hutang itu juga adalah untuk pembangunan instalasi air 500 liter per detik di Limau Manis, dan beberapa proyek lainnya,” ungkapnya.

Bagaimana dengan persoalan adanya Sisa Lebih Anggaran (Silpa) sebesar Rp40 miliar?. Terkait hal itu, Delfi menjawab, Silpa itu disebabkan proses administrasi yang terlambat sehingga dana yang ada tidak bisa dicairkan dari Pemprovsu.

Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Sumut Hidayatullah kepada Sumut Pos menyatakan, melihat kualitas dewan pengawas yang tidak memahami manajemen air dan kualitas direksi yang dibawah standar, maka di kepala mereka hanya akan ada dua pilihan yaitu menaikan tarif dan merengek minta tambahan penyertaan modal. Itulah yang diketahui oleh Direksi Tirtanadi. Para direksi tidak akan peduli terhadap penderitaan sebagian besar pelanggan. Tirtanadi tidak punya kemampuan mengakses dana perbankan, apalagi dan murah. Direksi Tirtanadi tak akan mampu memperbaiki manajemen agar lebih efektif dan efisien. Tapi, yang lebih menarik lagi nantinya adalah sikap DPRD Sumut melalui Komisi C akan mendukung usulan seperti yang lalu-lalu dan PDAM Tirtanadi akan tetap saja semakin buruk kinerjanya.

“Saya berharap, gubernur dapat melakukan sesuatu yang objektif terhadap BUMD yang satu ini. Hal itu dapat dimulai dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit menyeluruh sekaligus melakukan kajian ulang atas proses rekruitmen dewan pengawas dan dewan direksi,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut ini.

Terkait adanya utang Tirtandi ke Bank Dunia sebesar Rp192 miliar, Hidayatullah menganggap, Tirtanadi dalam keadaan yang gawat dan akut.

“Punya utang itu kan gawat namanya. Berarti menandakan ada yang salah. Ini juga menunjukkan manajemen dari Tirtanadi itu buruk. Dan itu juga menandakan adanya pemborosan,” tandas anggota DPRD Sumut yang kerap mengenakan baju koko ini.

Dengan kondisi yang memprihatinkan ini, lanjut Hidayatullah, juga tidak terlepas dari tidak terbukanya manajemen Tirtanadi. Sehingga, banyak kebocoran-kebocoran yang tidak terkontrol.

Hidayatullah juga menyatakan, keberadaan dewan pengawas Tirtanadi juga tidak terlepas dari peran serta atau yang memback up adalah orang-orang partai, yang juga duduk sebagai anggota DPRD Sumut. Saat ini juga, Tirtanadi sendiri tanpa dewan pengawas.

Hidayatullah juga mengatakan, proses pemilihan dan fit and profer test yang dilakukan terhadap Direksi PDAM Tirtanadi yang baru menjabat beberapa hari tersebut juga tidak menunjukkan kompetensi yang nyata. Nah,
“Pemilihannya Cuma cakap-cakap 10 sampai 15 menit, kemudian bisa dipilih 12 orang dari 52 calon yang ada. Ditambah lagi ketiadaannya dewan pengawas. Saya pikir semuanya perlu dikaji ulang. Pemprovsu harus membuat tim kajian, untuk mengkaji secara keseluruhan. Baik itu keberadaan dewan pengawas maupun proses seleksi Direksi Tirtanadi yang lalu, serta hal-hal lainnya,” katanya.

Sedangkan itu, Pengamat Kota Medan Rafriandi Nasution juga menyatakan, tidak etis jika Direksi PDAM Tirtanadi yang baru dilantik, langsung mengambil kebijakan sebelum adanya audit secara menyeluruh terhadap Direksi PDAM Tirtanadi yang lama. Karena, akan menjadi hal yang riskan, manakala ada kebijakan dari Direksi Tirtanadi baru sebelum adanya audit yang dilakukan terhadap Direksi Tirtanadi yang lama.

Keriskanan itu melihat, adanya jumlah hutang yang besar yang dimiliki Tirtanadi kepada Bank Dunia. “Seyogyanya manajemen baru menyampaikan kebijakan dan programnya setelah ada hasil audit misalnya dari BPK atau BPKP. Manajemen belum berhak menaikkan tarif,” ungkapnya.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/