25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ombudsman Angkat Bicara Soal Pengusiran Wartawan, Pemko Medan Harus Fasilitasi Wawancara Doorstop

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar angkat bicara terkait pengusiran dua jurnalis di Balai Kota Medan. Dimana, pengamanan Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution dinilai berlebihan Sedangkan wartawan harus menjalani tugas sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

UNJUKRASA: Puluhan wartawan di Kota Medan berunjukrasa menuntut agar Wali Kota Medan mengevaluasi sistem pengamanan, Selasa (20/4). triadi wibowo/sumut pos.

“Saya melihat masalah ini dari tiga sudut pandang. Pertama, dari sisi Bobby Afif Nasution sebagai menantu presiden mendapatkan pengamanan sebagaimana diatur dalam PP No 59 tahun 2013,” kata Abyadi kepada wartawan, Selasa (20/4).

Kedua, Abyadi mengatakan, Bobby sebagai pejabat publik, yakni Walikota Medan yang dalam jabatannya terdapat hak-hak publik. Kemudian, ketiga, wartawan yang menjalankan tugas pers sebagaimana diamanahkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Bobby sebagai bagian dari keluarga presiden, memang dijamin pengamanannya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 59 tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluarganya. Pada Bagian Ketiga di PP No 59 ini, secara khusus disebut pengamanan anak dan menantu presiden dilaksanakan Paspampres dan Satuan Komando Kewilayahan.

“Jadi, ketika Paspampres melaksanakan tugasnya mengamankan menantu presiden, itu adalah bagian dari amanah ketentuan peraturan. Dan harus diingat, pasal 12 menyebutkan, pengamanan anak dan menantu itu dilakukan selama masih menjabat sebagai presiden. Dan, bentuknya adalah pengamanan pribadi, pengamanan kegiatan dan pengawalan,” kata Abyadi.

Meski Bobby Nasution berstatus menantu Presiden Joko Widodo, menurut Abyadi, saat menjadi Wali Kota Medan sebagai pejabat publik yang memiliki hak-hak publik untuk dikonsumsi masyarakat luas di Kota Medan. “Karena itu, sebagai pejabat publik, ada kewajiban untuk memberi layanan atas hak-hak publik atau masyarakat dimaksud. Setidaknya, memberi layanan kepada masyarakat atas informasi,” kata Abyadi.

Salah satu bentuk pemberian layanan informasi kepada masyarakat itu, kata Abyadi, dilakukan melalui pers sebagaimana diatur dengan jelas dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. “Melalui wartawan yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik, pers menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dari pejabat publik,” tutur Abyadi.

Dalam pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers menjelaskan, pers nasional hadir guna memenuhi hak-hak masyarakat untuk mengetahui. Kemudian, pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. “Artinya, saya ingin mengatakan bahwa, teman-teman wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik itu, juga dilindungi oleh undang-undang. Mereka menjalankan tugas mencari dan mengolah informasi, untuk memenuhi hak publik atau masyarakat,” jelas Abyadi.?

Di tengah kondisi itu, Abyadi menilai, Pemko Medan yang seharusnya mengambil langkah bijak agar kedua kepentingan itu bisa dilaksanakan. Di satu sisi pengamanan Bobby sebagai menantu presiden dapat dilaksanakan sesuai PP No 59 tahun 2013, tapi di sisi lain Bobby sebagai pejabat publik tetap bisa memberikan layanan atas hak-hak publik atau masyarakat.

“Dan, yang paling penting lagi adalah, bagaimana agar teman-teman wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya guna memenuhi hak publik sebagaimana amanah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, dapat dilaksanakan. Ini yang sangat penting. Di sinilah pentingnya peran fasilitasi yang dilakukan Pemko Medan,” jelas Abyadi.

Menurut Abyadi Pemko harus memfasilitasi dengan menyiapkan tempat atau ruangan untuk wartawan yang dapat melakukan wawancara doorstop kepada Wali Kota Medan baik saat pagi masuk kantor maupun saat sore pulang kantor. “Bila ruang atau tempat yang selama ini digunakan teman teman wartawan menunggu walikota saat ini sudah harus disterilkan, maka Pemko Medan yang seharusnya segera menyiapkan tempat/ruangan baru buat teman-teman wartawan. Bila memungkinkan, posisinya bisa mengakses walikota untuk wawancara/doorstop,” harap Abyadi.

Selain itu, pola lain adalah, dengan mengefektifkan peran Humas. “Jadi, Humas harus bisa menjelaskan setiap isu-isu public yang menjadi pertanyaan teman-teman media,” jelas Abyadi.

Terlepas dari semua itu, Abyadi mengharap agar miskomunikasi ini dapat segera diselesaikan. Karena menurut saya, kedua-duanya saling membutuhkan. Wartawan butuh keterangan Wali Kota sebagai pejabat publik. Tapi, walikota sebagai pejabat publik juga paling membutuhkan wartawan. “Saya menyarankan agar masalah ini segera diakhiri. Sehingga permasalahan dapat selesai dan komunikasi antara wartawan dan Bobby Nasution dapat kembali berjalan dengan baik. Demi kebaikan bersama, sebaiknya didatangi teman-teman jurnalis itu. Diajak ngobrol ringan di ruangan. Saya yakin, teman-teman jurnalis itu akan dewasa. Mereka orang orang cerdas,” pungkasnya.

FJP Desak Perbaiki SOP Pengamanan

Ketua FJP Sumut, Lia Anggia Nasution mengatakan dengan tegas, jika Wali Kota Medan sebaiknya bersedia meminta maaf dan mau memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang ada disekitarnya.

Dia pun sangat menyayangkan adanya pelarangan dan pengusiran oleh petugas pengamanan Wali Kota Medan terhadap dua wartawan yang akan melakukan wawancara doorstop dengan Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan.”Seharusnya Wali Kota Medan Bobby Nasution sebagai pejabat publik menyadari bahwa jurnalis dilindungi UU Pers No.40 tahun 1999. Sehingga tidak sampai terjadi tindakan yang menghalangi jurnalis mendapatkan informasi dari Wali Kota Medan,” kata Anggi, Selasa (20/4).

Anggi juga menyebutkan, pihaknya tidak mempersoalkan sistem pengamanan terhadap Bobby Nasution sebagai keluarga presiden secara pribadi. Akat Tetapi, Wali Kota sebagai pejabat publik juga harus memiliki SOP pengamanan khusus atau tersendiri untuk para jurnalis yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik yang dilindungi undang-undang.

“Wali Kota Medan Bobby Nasution harus terbuka terhadap jurnalis. Bobby harus meminta maaf atas kejadian yang dilakukan pihak pengamannya. Selanjutnya ke depan, jelaskan SOP pengamanan yang tidak mengganggu dan bernuansa menghalang-halangi tugas jurnalis,” ucapnya.

Menurut Anggi, hal ini sangat lah penting. Sebab, jika maaf dan perubahan SOP tidak dilakukan, kondisi riuh bisa terus bergulir terkait ketersinggungan wartawan. Walaupun sebelumnya, sudah ada pertemuan makan malam atau buka puasa bersama Wali Kota Medan dengan insan pers di Kota Medan. (gus/map/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar angkat bicara terkait pengusiran dua jurnalis di Balai Kota Medan. Dimana, pengamanan Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution dinilai berlebihan Sedangkan wartawan harus menjalani tugas sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

UNJUKRASA: Puluhan wartawan di Kota Medan berunjukrasa menuntut agar Wali Kota Medan mengevaluasi sistem pengamanan, Selasa (20/4). triadi wibowo/sumut pos.

“Saya melihat masalah ini dari tiga sudut pandang. Pertama, dari sisi Bobby Afif Nasution sebagai menantu presiden mendapatkan pengamanan sebagaimana diatur dalam PP No 59 tahun 2013,” kata Abyadi kepada wartawan, Selasa (20/4).

Kedua, Abyadi mengatakan, Bobby sebagai pejabat publik, yakni Walikota Medan yang dalam jabatannya terdapat hak-hak publik. Kemudian, ketiga, wartawan yang menjalankan tugas pers sebagaimana diamanahkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Bobby sebagai bagian dari keluarga presiden, memang dijamin pengamanannya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 59 tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluarganya. Pada Bagian Ketiga di PP No 59 ini, secara khusus disebut pengamanan anak dan menantu presiden dilaksanakan Paspampres dan Satuan Komando Kewilayahan.

“Jadi, ketika Paspampres melaksanakan tugasnya mengamankan menantu presiden, itu adalah bagian dari amanah ketentuan peraturan. Dan harus diingat, pasal 12 menyebutkan, pengamanan anak dan menantu itu dilakukan selama masih menjabat sebagai presiden. Dan, bentuknya adalah pengamanan pribadi, pengamanan kegiatan dan pengawalan,” kata Abyadi.

Meski Bobby Nasution berstatus menantu Presiden Joko Widodo, menurut Abyadi, saat menjadi Wali Kota Medan sebagai pejabat publik yang memiliki hak-hak publik untuk dikonsumsi masyarakat luas di Kota Medan. “Karena itu, sebagai pejabat publik, ada kewajiban untuk memberi layanan atas hak-hak publik atau masyarakat dimaksud. Setidaknya, memberi layanan kepada masyarakat atas informasi,” kata Abyadi.

Salah satu bentuk pemberian layanan informasi kepada masyarakat itu, kata Abyadi, dilakukan melalui pers sebagaimana diatur dengan jelas dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. “Melalui wartawan yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik, pers menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dari pejabat publik,” tutur Abyadi.

Dalam pasal 6 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers menjelaskan, pers nasional hadir guna memenuhi hak-hak masyarakat untuk mengetahui. Kemudian, pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. “Artinya, saya ingin mengatakan bahwa, teman-teman wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik itu, juga dilindungi oleh undang-undang. Mereka menjalankan tugas mencari dan mengolah informasi, untuk memenuhi hak publik atau masyarakat,” jelas Abyadi.?

Di tengah kondisi itu, Abyadi menilai, Pemko Medan yang seharusnya mengambil langkah bijak agar kedua kepentingan itu bisa dilaksanakan. Di satu sisi pengamanan Bobby sebagai menantu presiden dapat dilaksanakan sesuai PP No 59 tahun 2013, tapi di sisi lain Bobby sebagai pejabat publik tetap bisa memberikan layanan atas hak-hak publik atau masyarakat.

“Dan, yang paling penting lagi adalah, bagaimana agar teman-teman wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya guna memenuhi hak publik sebagaimana amanah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, dapat dilaksanakan. Ini yang sangat penting. Di sinilah pentingnya peran fasilitasi yang dilakukan Pemko Medan,” jelas Abyadi.

Menurut Abyadi Pemko harus memfasilitasi dengan menyiapkan tempat atau ruangan untuk wartawan yang dapat melakukan wawancara doorstop kepada Wali Kota Medan baik saat pagi masuk kantor maupun saat sore pulang kantor. “Bila ruang atau tempat yang selama ini digunakan teman teman wartawan menunggu walikota saat ini sudah harus disterilkan, maka Pemko Medan yang seharusnya segera menyiapkan tempat/ruangan baru buat teman-teman wartawan. Bila memungkinkan, posisinya bisa mengakses walikota untuk wawancara/doorstop,” harap Abyadi.

Selain itu, pola lain adalah, dengan mengefektifkan peran Humas. “Jadi, Humas harus bisa menjelaskan setiap isu-isu public yang menjadi pertanyaan teman-teman media,” jelas Abyadi.

Terlepas dari semua itu, Abyadi mengharap agar miskomunikasi ini dapat segera diselesaikan. Karena menurut saya, kedua-duanya saling membutuhkan. Wartawan butuh keterangan Wali Kota sebagai pejabat publik. Tapi, walikota sebagai pejabat publik juga paling membutuhkan wartawan. “Saya menyarankan agar masalah ini segera diakhiri. Sehingga permasalahan dapat selesai dan komunikasi antara wartawan dan Bobby Nasution dapat kembali berjalan dengan baik. Demi kebaikan bersama, sebaiknya didatangi teman-teman jurnalis itu. Diajak ngobrol ringan di ruangan. Saya yakin, teman-teman jurnalis itu akan dewasa. Mereka orang orang cerdas,” pungkasnya.

FJP Desak Perbaiki SOP Pengamanan

Ketua FJP Sumut, Lia Anggia Nasution mengatakan dengan tegas, jika Wali Kota Medan sebaiknya bersedia meminta maaf dan mau memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) pengamanan yang ada disekitarnya.

Dia pun sangat menyayangkan adanya pelarangan dan pengusiran oleh petugas pengamanan Wali Kota Medan terhadap dua wartawan yang akan melakukan wawancara doorstop dengan Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan.”Seharusnya Wali Kota Medan Bobby Nasution sebagai pejabat publik menyadari bahwa jurnalis dilindungi UU Pers No.40 tahun 1999. Sehingga tidak sampai terjadi tindakan yang menghalangi jurnalis mendapatkan informasi dari Wali Kota Medan,” kata Anggi, Selasa (20/4).

Anggi juga menyebutkan, pihaknya tidak mempersoalkan sistem pengamanan terhadap Bobby Nasution sebagai keluarga presiden secara pribadi. Akat Tetapi, Wali Kota sebagai pejabat publik juga harus memiliki SOP pengamanan khusus atau tersendiri untuk para jurnalis yang menjalankan tugas-tugas jurnalistik yang dilindungi undang-undang.

“Wali Kota Medan Bobby Nasution harus terbuka terhadap jurnalis. Bobby harus meminta maaf atas kejadian yang dilakukan pihak pengamannya. Selanjutnya ke depan, jelaskan SOP pengamanan yang tidak mengganggu dan bernuansa menghalang-halangi tugas jurnalis,” ucapnya.

Menurut Anggi, hal ini sangat lah penting. Sebab, jika maaf dan perubahan SOP tidak dilakukan, kondisi riuh bisa terus bergulir terkait ketersinggungan wartawan. Walaupun sebelumnya, sudah ada pertemuan makan malam atau buka puasa bersama Wali Kota Medan dengan insan pers di Kota Medan. (gus/map/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/